Thursday, March 21, 2013

PSSI dan Koreng

Borok Lama di Tubuh PSSI
.
OPINI
.
 | Kamis, 21 Maret 2013 | 14:37 WIB 
.
Dibaca: *1627 *   Komentar: *25*   0 bermanfaat
.
Duet pelatih Rahmad Darmawan (RD) dan Jacksen F Tiago (JT) akhirnya dipercaya untuk menukangi timnas Indonesia dalam laga versus Arab Saudi pada Sabtu. 23 Maret 2013, di stadion Gelora Bung Karno, Jakarta.

Namun, penunjukkan RD dan JT sebagai pelatih timnas masih menyisakan banyak masalah. Ketua Umum PSSI, Djohar Arifin, mengaku tak tahu menahu soal penunjukkan tersebut. Ketika dimintai konfirmasi oleh wartawan, Djohar hanya berujar akan menyakan masalah itu kepada Badan Tim Nasional (BTN).

Usut punya usut, ternyata Djohar tak pernah diajak bicara soal pergantian pelatih timnas, dari Luis Manuel Blanco kepada RD dan JT. Penunjukkan RD dan JT sendiri diketahui dilakukan secara sepihak oleh Wakil Ketua Umum PSSI, La Nyalla Mattalitti, sesaat pasca KLB PSSI pada tanggal 17 Maret 2013 usai digelar.

Berbicara soal pelatih, maka PSSI diibaratkan bak radio rusak yang selalu memutar lagu lama. Lagu lama itu berulang dan berulang diputar hingga menyisakan gulungan pita kaset rusak. Jika diibaratkan dengan cacat, maka persoalan pelatih timnas adalah borok dan bukan sekedar luka, yang telah melebar dan membusuk di tubuh PSSI.

Mungkin kita bisa menunjuk persoalan Nil Maizar sebagai contoh dari borok PSSI yang terdekat. Publik dikejutkan dengan pernyataan Djohar yang mengangkat Blanco sebagai pelatih timnas. Padahal Nil beserta pasukkannya belum lagi pulang pasca "bertempur" nun jauh di Irak.

Pasca Blanco resmi ditunjuk untuk menukangi timnas, nasib Nil justru tak kunjung resmi. Ia bak habis manis sepah dibuang. Hingga tulisan ini dipublish, nasib Nil masih juga digantung. SK pemecatannya belum juga keluar. Apalagi berbicara mengenai hak-hak-nya sebagai pelatih, maka bak jauh panggang dari api.

Belum usai borok soal Nil Maizar, kini,borok yang sama menghampiri sosok Blanco. Nasibnya pun tak tentu arah. Tiba-tiba saja ia tercatat sebagai pelatih tersingkat di dunia yang menukkangi tim sebuah negara. Usia kepelatihannya di Indonesia bahkan tak mencapai 2 minggu seperti diketahui, Blanco digantikan oleh duet RD dan JT.

Blanco bukanlah Nil. Ia mengancam akan membawa kasus dirinya ke hadapan FIFA. Bagai tersengat listrik, kubu PSSI akhirnya angkat bicara. Melalui Toni Apriliani, diketahui bahwa RD dan JT ternyata hanya ditunjuk melatih untuk satu pertandingan, yakni versus Arab Saudi. Selanjutnya PSSI kembali akan dilatih oleh Blanco.

Inilah borok serta lagu lama PSSI sedari dahulu. KLB PSSI ternyata tak cukup mampu menanamkan arti kata dari profesionalisme. Persolan kontrak dan hak-hak pelatih timnas kerap terabaikan begitu saja. Padahal dari sana lah publik bisa melihat sejauh mana profesionalisme itu dijalankan di sebuah organisasi.

Khusus kasus Blanco bahkan terkesan janggal. Di mana dirinya hanya "disishkan" untuk satu pertandingan demi menjaga suasana kondusif pasca pemecatan 14 pemain ISL oleh dirinya. Sehingga jangan salahkan publik bila melihatnya sebagai peng-anak-emasan pemain ketimbang pelatih.

Kiranya jika kasus ini terus dan menurus terulang kembali, maka jelas ada sesuatu yang salah di tubuh organisasi "bal-balan" Indonesia . Publik pecinta sepak bola jangan pernah berharap akan hadirnya prestasi yang menjadi kebanggaan bangsa, bila segelintir orang di republik ini tak mengerti jua makna dari kata "profesionalisme".

Semoga kasus Nil dan Blanco ini menjadi pelajaran bagi PSSI ke depannya, agar lebih menghormati hak-hak individu yang terikat kontrak dengan PSSI dan semoga ini menjadi yang terakhir kalinya seorang pelarih merasa dicampakkan begitu saja tanpa ada komunikasi dan dialog yang terarah.

Salam neraka!

Selamat menikmati hidangan.

Ditulis sebagai tanggapan atas polemik Lusi Manuel Blanco.