Sunday, May 12, 2019

gak kuat puasa ?! ke KLINIK UTAMA aja, mas brooo......


bukan BUDAK BANTENG OYOT kan ?!


para PEMBUNUH PRESIDEN amerika serikat, bagaimana kabarnya ?!


HIDUP ITU harus pintar ngegas & NGEREM


ketika musim LAYANGAN tiba


RINDU DENDAM MALAM JAHANAM

.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Aku rindu kamu, Mas. Tetaplah di sini, jangan pergi lagi!" bisiknya lirih. Ami, perempuan paling keras kepala yang pernah kutemui itu menangis di hadapanku. Dia terus saja mengucapkan kalimat-kalimat rindu. Ingin sekali merespon, menyatakan bahwa aku pun sama, tapi apalah daya, aku tak bisa. Aku hanyalah ... ah, siapa aku? Bahkan aku tak mengenali diriku sendiri. Ini tahun ketiga sejak pertemuan yang tak disengaja. Pertemuan yang harusnya bisa kuhindari. Terpaut cinta dengan orang kaya dan terpandang itu sungguh sangat menyakitkan. Di satu sisi aku sangat ingin memiliki dirinya seutuhnya, tapi di sisi lain keadaan tak berpihak sama sekali untuk terus melanjutkan kisah ini. Dari orang tua, hingga alam pun saat ini tak mau merestui. Bahkan mengucapkan sepatah  rindu pun, sudah tak bisa. Dalam hening aku menangis menatap wajah sayunya. Ingatan yang menakutkan itu tiba-tiba kembali terproyeksi. Sebuah kejadian dua tahun lalu yang telah merenggut semuanya, semua harapan dengan jalan yang disepakati. Kami nekat pergi dari rumah masing-masing untuk kawin lari. Namun nahas, bus yang ditumpangi mengalami kecelakan. Hingga menewaskan semua orang termasuk aku dan hanya menyisakan Ami seorang diri. Kini, seperti hari-hari biasanya. Di kamar yang tertata rapi dengan warna putih yang mendominasi ini, aku selalu di samping Ami. Selalu menemaninya meski dalam keterbatasan. Aku ingin Ami hidup seperti manusia biasa lagi. Tanpa belenggu hayalan yang tak nyata. Aku benar-benar tak kuasa melihatnya tersiksa. Halusinasi yang tak berujung itu telah membuatnya menderita. Bagaimana tidak? ketika bayangan kesedihan menyelimuti ingatannya, semua kulit termasuk wajah tak lepas dari cakaran kuku-kukunya. Kadang darah yang mengalir dari tubuhnya, dia tanggapi dengan gelak tawa yang bercampur dengan raungan paling sedih yang pernah ada. Ami, sadarlah! Angsana, 11 Mei 2019
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.


lelaki hampa miskin papa bukan milik siapa

.
.
.
Selalu begitu,
di saat hujan 
menyinggahkan peringatan
pada setiap malam
yang memanggungkan kesakralan
.
lelaki itu 
berulang-ulang 
memakamkan 
kesepian
.
Di sebuah pekuburan 
tanpa 
papan nama
.
Dalam hatinya
yang tersandera
lingkaran masa
.
Lelaki itu 
berusaha 
keras menyembunyikan 
rembulan 
di sepasang mata 
yang darinya 
tersembur percikan 
api 
berbahaya
.
Siap membakar 
hingga hangus
.
Apa saja 
yang menurut keputusannya 
adalah 
silabus 
rindu tak terurus
.
Pada suatu saat 
ketika sunyi 
benar-benar 
berkulminasi
merajam kepatuhannya 
agar terus berdiam diri
.
Lelaki itu 
tak kuasa 
menahan deburan 
ombak 
di dadanya 
yang retak
.
Tertusuk ujung tombak 
dari sisa-sisa peperangannya 
melawan 
kehendak
.
Ini tak bisa dibiarkan! 
Lama-lama 
dia 
hanyalah 
patung 
dalam kerumunan
.
Terpaku diam
Memaku diri 
di dinding-dinding 
jahanam
.
Seperti laron-laron 
yang berkamikaze
.
Mengejar cahaya 
lampu 
membakar 
yang dikiranya 
adalah 
oase
.
Lelaki itu 
menyudutkan diri 
di para-para langit 
yang pasang
.
Terbawa 
aliran tenang gelombang 
yang dinamakan 
waktu senggang
.
Hanya untuk 
membiarkan dirinya
dalam ruang 
yang lengang
.
Terbuang 
.
dan 
.
terhumbalang.
.
.
.
Bogor, 12 Mei 2019
.
.
.
.
.
.
.
.

merawat perawat : refleksi kerusuhan mei 1996


persiapan kerusuhan mei 1996 : BUKAN MILIK PRIBUMI

kamu punya apa ?!







POLAROID : FAR FROM HOME