Thursday, February 9, 2012

Ibra dan Penjaga Api Terakhir

“Jagalah api ini, anakku. Jangan sampai goyang apalagi padam”
Ibra hanya bersimpuh saja di hadapan seorang ibu renta yang menyodorkan pelita yang masih menyala. Lalu si ibu pun meniup pelita, gelaplah sudah gubug kecil di atas hamparan Mayapada. Yang ada hanya cahaya bintang yang mungkin sudah menghilang dalam lubang hitam.
“Kelak kau akan menjadi penjaga api, yang selalu kau bawa kemana kau pergi. Api yang akan menerangi dirimu dan orang-orang di sekitarmu. Jika ada yang meniup api itu dari tangan kamu, petaka akan segera menimpa”

Ibra terbangun dari mimpinya. Mimpi yang selalu berulang di kala bulan purnama menjelang.
---
Siapa yang tak kenal Ibra di seantero tempat kost yang mirip kandang burung ini. Dari ujung ke ujung, dari pintu ke pintu, dari mulut ke mulut, dari Senin ke Sabtu, dari Tingkat 1 sampai Tingkat IV, dari bocah hingga neneknya ibu kost, dari tadi hingga kemarin, pasti kenal yang namanya Ibra.
“Bra. Jangan lupa pulangnya mampir ke Pempek 99 di simpang tiga ya? Nih uangnya, 15 ribu. Kau ambillah kalau ada sisa”
Dani memburu Ibra yang bergegas keluar kamar tanpa menoleh kiri kanan. Dani hari ini ngga ada acara ke mana-mana, dan Ibra kalo udah keluar kamar tak akan tahu ada siapa saja di ruang tengah. Padahal ada juga Muba di sana.
“Ya......”
Ibra menjawab singkat saja sambil mengantongi uang pemberian Dani.
---
Yang namanya Ibra itu, kemana-mana yang dipegang pasti BB buatan Chinanya (ngakunya sih asli original), padahal kalo kata orang Kadin mah, 85% barang elektronik (HP, BB, ipad, tablet, PC, apa aja deh) yang masuk ke Indonesia itu pasti palsu atau mirip asli. Kalau BB-nya ngga dipegang, pasti dia lagi nyungsep di depan laptop barunya yang katanya pake prosesor i7 tampilan OS-nya Windows 8 B. Mau nyoba Oneiric Ocelot, belum sempat.
Kalo dua-duanya ngga dipegang? Pasti dia lagi megang piring yang munjung ama nasi ditemani dua potong tempe bacem dan ikan tongkol asem manis pedas pahit asin, pokoke rame deh rasanya.
Jangan sekali-kali ngobrol ama dia, ga bakalan ada respon yg berarti, jawaban apapun kalo ditanya hanya, “ya ….”, atau “ hmmmm …”, … tangannya ngga pernah lepas dari pencet-pencet tombol BB-nya.
“Bra..... mana pempek pesanan gue? Dah laper niiih......”
Dani meminta pesanannya pagi tadi. Tapi dia lihat Ibra tak menenteng apa-apa, hanya BB saja di tangannya dan tas ransel buluknya.
“Loe bilang tadi pagi pulangnya mampir ke Pempek 99 kan? Gue udah mampir. Mission are complised. Apa lagi? Loe ngga bilang beli pempek kayaknya... Tanya aja ke Muba tuh yang tadi pagi ngiler di sofa, atau tanya bi Atun yang lagi nyapu tadi pagi, atau tanya Omar yang lagi bersihin akuarium tadi pagi”
Di ruang tengah lagi pada ngumpul nonton The Blues lawan United, seru banget.
“Goooool..... goool.......”
Semua teriak-teriak, riuh rendah suaranya. Muba nampol bahu si Ibra.
“Heee, Bra..... Jagoan loe keok tuuuuh. Hwahahahaha.... besok gue makan besar nih... ada yang kalah taruhan”
“Hmmmm.....”
Ibra melongok sebentar, lalu kembali ke BB-nya.
---
Suatu pagi pernah ada kegaduhan yang bikin kaget semua penghuni kost. Usut punya usut, selidik punya selidik, ternyata kegaduhan berasal dari WC umum yang ramai orang-orang pada antri sambil menenteng gayung dan menyandang handuk di pundak, sementara yang di dalam asyik masyuk aja, biar digedor-gedor juga.
“Hoooyyyy, Ibra..... buruan dooong, dah telat niiih”
Omar yang kewajiban paginya harus terlaksana gedor-gedor pintu. Maklum, bangun tidur kebiasan Omar tiap pagi adalah harus segera membuang apa yang harus dibuang.
Ngga tahunya di dalam itu ada si Ibra yang lagi buang hajat sambil nulis bawa laptopnya, katanya kejar tayang nih, mau diposting segera. Kontan aja semua penghuni kost pada protes.
“Hei, Ibra... keluar cepetan. Jangan sampai bunda buka paksa ya pintunya”
Mendengar suara ibu kost, buru-buru Ibra menyelesaikan kegiatannya.
Si Ibra keluar tanpa rasa bersalah, malah cengar-cengir sambil tersenyum puas, puas sudah membuang si kuning, puas ketika tulisannya kelar digarap dan sudah diposting dengan aman. Dasar Ibra.
---
Sudah seminggu si Ibra ngga nongol di tempat kost, orang-orang pada kehilangan juga rupanya. Hingga malam Jum’at ini.
“Ibu kostnya ada?”
Putra memandang gadis di depan pintu. Dari atas ke bawah, dari bawah ke atas. Hmmm, kakinya menjejak ke bumi, ada bayangannya dan harum wangi Benetton, aman kayaknya.
“Kamu siapa ya? Kok mencari ibu kost?”
Gadis itu menjelaskan kalau namanya Agnes, teman dekatnya Ibra, malah belakangan Putra pun tahu kalau Agnes ini calon kuat tunangannya Ibra.
“Ooooh, gitu ya ceritanya. Pantesan Ibra tak muncul-muncul belakangan ini”
Sambil bersandar lunglai, Putra menatap gadis di hadapannya. Gadis yang beruntung, gadis yang tegar, pikir Putra sambil menitikan air mata haru.
---
Ibu kost terkatup rapat bibirnya, air matanya mengalir deras dan hanya bisa duduk sambil memeluk Agnes. Putra melihat Agnes menangis sambil mengelus-elus perutnya. Ibra? Agnes? Hmmm......
Saat itu di akhir bulan, si Ibra dapat kiriman uang dari bapaknya yang petani mete di Sekotong. Berangkat lah Ibra mencari ATM terdekat. Seperti biasa, BB-nya ngga lepas dari tangan, katanya sih lagi nulis sesuatu yang sangat penting demi keamanan negara ini dan mau segera diposting, terkait Wisma Atlet katanya.  Sambil jalan menuju ATM tetep aja tuh mata ke BB-nya.
Tanpa tengok kiri-kanan si Ibra nyebrang jalan, dan …………………… bruaaaak. Sebuah minibus hitam yang ngebut menabrak si Ibra, dan si Ibra meninggal seketika. Sopir minibus yang berpakaian dan berkacamata hitam melirik sebentar dari kaca jendela, melihat kondisi Ibra sambil tersenyum sinis, lalu kabur.
Di makam si Ibra banyak sekali kertas warna warni, bukan karangan bunga, tetapi kertas-kertas tulisan si Ibra, dan di nisannya tertulis “SANG PENJAGA API”.