Saturday, July 12, 2014

petisi dari pendukung 'Presiden Quick Count Kebelet Berak' dan TVOne Haters untuk Tipi Sebelah

Cabut Izin penyiaran TV One Teuku Kemal Fasya. Lhokseumawe 24.396 Pendukung Selanjutnya Seruan ini kami lakukan sebagai tanggung jawab warga negara untuk mendapatkan informasi yang sehat dan benar. Untuk itu kami menyerukan mencabut izin penyiaran TV One karena televisi yang menggunakan frekuensi berjaringan itu terbukti secara sistematis, terencana, sporadis, dan cukup lama menyebarkan kabar bohong, propaganda, dan fitnah yang bisa mengarah kepada perpecahan nasional. Kami tidak mempermasalahkan preferensi politik setiap lembaga penyiaran, tapi pemihakan itu tidak boleh melanggar etika dan prinsip demokrasi penyiaran yang telah diatur didalam UU No. 40 tahun 1999 tentang Undang-undang Pokok Pers, UU No. 32 tentang Penyiaran, UU No. 42 tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, PP No. 11 tahun 2005 tentang Penyelenggaran Penyiaran Lembaga Penyiaran Publik, dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) Komisi Penyiaran Indonesia. Kami menganggap lembaga penyiaran apapun harus tunduk dan memiliki tanggung jawab untuk menyampaikan informasi secara adil, merata, dan seimbang. Setiap lembaga penyiaran harus memiliki tujuan penyampaian pendapat secara sehat dan demokratis, mengedukasi, memelihara kemajemukan bangsa, dan menjaga integrasi bangsa. Apa yang dilakukan TV One bukan saja melanggar ketentuan penyiaran, tapi juga penistaan pada prinsip utama pemilu seperti memberikan kabar bohong tentang survei Gallup, membangun opini meresahkan tentang bahaya komunisme yang mendiskreditkan salah seorang kandidat presiden Joko Widodo, melakukan kampanye kepada pasangan Prabowo Subianto – Hatta Rajasa pada hari tenang 6-8 Juli 2014, menyiarkan hasil hitung cepat (quick count) Pemilu Presiden 9 Juli 2014 dari lembaga yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kredibilitas metodologisnya, dan menyembunyikan hasil survei yang berbeda dengan preferensi politik TV One. Atas dasar itulah kami meminta kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia dan Komisi Penyiaran Indonesia untuk mencabut izin penyiaran TV One. Hal ini demi kemaslahatan bangsa dan  demokrasi yang telah kita rawat bersama, serta mencegah bangsa ini terpecah-belah dan mengarah kepada perang saudara seperti yang terjadi di era NAZI Hitler, Yugoslavia, dan Rwanda. Atas nama warga negara yang peduli masa depan demokrasi dan penyiaran sehat, Teuku Kemal Fasya Mempetisi ke: Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Komisi Penyiaran Indonesia

golkar si KUTU LONCAT KUTUKUPRET MENCREET

Belum sampai seumur jagung, kabar tak sedap menghampiri koalisi Merah-Putih yang mendukung Prabowo-Hatta. Ibarat kapal, koalisi Merah-Putih terancam karam sebelum tiba di tujuan.

Baru-baru ini media dihebohkan oleh kabar akan merapatnya Partai Golkar ke dalam koalisi Kebangsaan Jokowi-JK. Adalah Poempida Hidayatullah yang pertama kali meniupkan kabar mengejutkan itu. Ia memberi sinyal Golkar akan merubah arah dukungannya pasca Pilpres 2014. Hal itu disampaikan oleh Poempida pada saat diskusi "Meneropong Indonesia Pasca Pilpres" di cafe Chichis Wisma Kodel, Jln Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis 10 Juli 2014.

Bak gayung bersambut, selang sehari kemudian, Waketum Partai Golkar, Agung Laksono, tidak menampik kabar kemungkinan Golkar merubah arah dukungan koalisi. Menurutnya, Golkar tidak punya sejarah menjadi oposisi dan selalu berada dalam pemerintahan. "Kalau Jokowi yang menang, ya Jokowi yang kita dukung. Saya kira begitu," ujar Agung seperti dilansir dari Detik.com, Jumat, 11 Juli 2014.

Perubahan arah dukungan Partai Golkar memang cukup besar. Selain tradisi partai "beringin" itu yang tidak pernah menjadi oposisi, sejarah juga mencatat bahwa Golkar pernah merubah arah dukungan koalisi.

Tepatnya pada Pilpres 2004, ketika itu, Golkar mengajukan calonnya sendiri, Wiranto-Shalahudin Wahid. Pasca kekalahan calon yang diusungnya, Golkar yang kala itu dipimpin oleh Akbar Tandjung memilih berkoalisi dengan Koalisi Kebangsaan yang mendampuk Mega-Hasyim sebagai capres-cawapres ketimbang mendukung Jusuf Kalla yang berpasangan dengan SBY.

Kekalahan pasangan Mega-Hasyim oleh SBY-JK membuat internal Golkar memanas. Pada Munas Golkar yang digelar pasca Pilpres 2004, posisi Akbar Tanjung selaku Ketum Golkar digantikan oleh Jusuf Kalla. Sejarah kemudian mencatat berubahnya arah dukungan koalisi Partai Golkar dari Mega kepada SBY.

Saat ini situasi internal Golkar tengah bergejolak menyusul kemungkinan kalahnya Prabowo-Hatta. Kader muda Golkar yang dipecat bergerilya mencari dukungan untuk menggelar Munaslub pada Agustus mendatang. Beberapa tokoh senior partai Golkar dikabarkan mendukung usulan digelarnya Munaslub yang nantinya berujung kepada pelengseran Aburizal Bakrie sebagai Ketum Golkar.

Andai Ical berhasil lengser sebagai Ketum Golkar, maka peluang partai tersebut untuk merubah arah dukungan koalisi makin terbuka lebar. Ical selama ini disebut-sebut sebagai tokoh kunci yang membawa gerbong Golkar berkoalisi dengan Koalisi Merah-Putih.

Persoalannya kini tergantung dari komunikasi politik Megawati. Kendala kekakuan komunikasi politik Megawati telah terbukti dengan merapatnya Golkar ke dalam koalisi Merah-Putih di menit-menit terakhir. Andai Mega masih kaku dalam melakukan pendekatan politik, maka perubahan arah dukungan koalisi Golkar akan mengecil.

Namun menimbang simbiosis mutualisme dalam dunia politik dan kebutuhan Koalisi Kebangsaan akan sokongan suara tambahan di parlemen, maka besar kemungkinan kekakuan komunikasi Megawati akan mencair. Dan bergabungnya Golkar ke dalam Koalisi Kebangsaan tinggal menunggu waktu, yaitu pasca pengumuman resmi KPU pada tanggal 22 Juli 2014 dan setelah "paduka" Aburizal Bakrie lengser keprabon.

Walhasil, kapal koalisi Prabowo pun terancam karam.

SALAM KEBANGKITAN SYIAH SHIAAA

BURHANUDIN MUHTADI IN JIL

Saipul Majenun si Bahlul Tukang Ngibul

Sebagai penggemar riset dan ilmu statistik, saya sangat bergembira ketika metoda quick count dilakukan di Indonesia secara terbuka pada pemilu presiden tahun 2004. Salah satu tokohnya adalah Saiful Mujani, PhD seorang filosof doktor Ilmu Politik dari Ohio State University. Bagi saya ia sangat berjasa besar dalam mendorong terbangunnya proses demokrasi Indonesia yang jujur dan kuat. Pada tahun 2010 bersama Dr William Liddle dan Thomas B Pepinsky, ia meraih penghargaan Franklin L. Burdette/Pi Sigma Alpha Award 2010. Penghargaan bergengsi dari Asosiasi Ilmu Politik Amerika (APSA) ini pernah diraih ilmuwan Samuel Huntington. Saya sangat mempercayai hasil-hasil survey dan quick count yang dilakukan olehnya. Saya sangat mempercaya kredibilitasnya. Namun pada Pilpres 2014 ini saya agak terusik, ketika terjadi kontroversi hasil quick count. Lebih-lebih ketika beberapa ahli memandang bahwa hasil quick SMRC (lembaga yang dipimpinnya) lebih pantas menjadi standard daripada hasil perhitungan real count KPU. Sampai muncul statemen “Bila hasil real count KPU berbeda dengan hasil quick count, maka hasil real count KPU yang salah”. Mulailah saya membaca dan mempelajari dengan seksama metodologi quick count yang dilakukan oleh SMRC dari berbagai media. Kekuatan quick count sesungguhnya sangat bergantung pada bagaimana sampel ditarik. Karena sampel tersebut yang akan menentukan mana suara pemilih yang akan dipakai sebagai dasar prediksi hasil pemilu. Sampel yang ditarik secara "benar" akan menjadi dasar yang kuat untuk menggambarkan karakteristik populasi. Untuk melakukan penarikan sampel secara benar 2 faktor utama yang sangat penting adalah (1) Jumlah sampel (2) Identifikasi faktor-faktor yang berpengaruh dalam populasi. Berapa jumlah sampel yang digunakan dalam sebuah quick count akan menjadi faktor penting yang mempengaruhi margin of error, sebuah toleransi kesalahan yang berpengaruh terhadap hasil quick count. Selama ini sebenarnya saya percaya sepenuhnya dengan klaim yang dilakukan oleh SMRC. Bahwa margin of error mereka 1%. Bahkan dalam pilpres 2014 di websitenya mereka mengatakan bahwa margin of error hasil quick count mereka adalah +/- 0,62%. Sebuah angka yang selama ini membuat saya berdecak kagum, tanpa perlu melakukan cross check. Untuk mengedepankan nilai-nilai ilmiah, saya meminggirkan terlebih dahulu kepercayaan saya kepada nama besar Saiful Mujani. Saya mencoba menghitung margin of error berdasarkan rumus yang ada. Dan ternyata untuk mendapatkan margin of error 1% dari total 478.685 TPS, dibutuhkan paling tidak sejumlah 16.082 TPS untuk confidence level 99%. Sedangkan untuk jumlah sampel 4.000 TPS yang digunakan oleh SMRC, akan menghasilkan margin of error 2,031%. Silakan bandingkan dengan klaim margin of error 0,62%. Untuk menghitung margin of error secara instan dapat digunakan sample calculator di http://www.surveysystem.com/sscalc.htm . Dalam survey klaim yang sangat jauh ini bisa menggambarkan bagaimana kredibiltas dari lembaga survey yang melakukannya. Ini belum mengevaluasi bagaimana memilih sampel dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang berpengaruh dalam populasi. Karena untuk mengevaluasinya dibutuhkan melihat kepada data samplenya secara langsung serta asumsi-asumsi yang digunakan. Kepercayaan saya kepada Saiful Mujani, PhD juga menjadi terusik ketika membaca bahasan Tras Rustamaji di wall facebooknya. Tras Rustamaji adalah seorang konsultan dan penikmat matematika. Ia pernah sebagai juara matematika semasa sekolah serta peserta Olimpiade Matematika di Jerman. Tras mengungkapkan bahwa ada kemungkinan perubahan data yang di lakukan SMRC dalam quick count pilpres 2014. Kajian Tras dengan melihat distribusi data yang ditampilkan oleh SMRC yang dilihatnya melalui website SMRC pada 10 Juli 2014 pukul 00:41:13: GAMBAR 1. Stabilitas Suara Quick Count SMRC versi 10 Juli 2014 pukul 00:41:13 Tras mengupas dengan detil beberapa kecurigaannya tentang adanya kemungkinan pada tanggal 9 Juli 2014 jam 13:19-13:33 saat perhitungan quick count terdapat data dari kantong-kantong suara Jokowi yang dimasukkan, sehingga terjadi perubahan suara 180 derajat. Untuk membaca secara detil kajian Tras bisa dilihat di https://www.facebook.com/notes/tras-rustamaji/ catatan-quick-count-pilpres-2014/ 10152551028838914  . Bagi saya, yang benar-benar membuat hancur kepercayaan saya kepada Saiful Mujani adalah adanya perubahan grafik stabilitas suara pada tanggal 12 Juli 2014 pukul 02:08:06, atau setelah tulisan Tras ramai di media sosial. GAMBAR 2. Stabilitas Suara Quick Count SMRC versi tanggal 12 Juli 2014 pukul 02:08:06. Dan grafik tersebut tiba-tiba berubah kembali pada tanggal 12 Juli 2014 pukul 17:13:31. Sebagai informasi grafik stabilitas suara ini seharusnya tidak dapat berubah apabila tidak ada update (penyesuaian) suara di tengah proses quick count. GAMBAR 3. Stabilitas Suara Quick Count SMRC versi tanggal 12 Juli 2014 pukul 17:13:31 Buat saya tidak terlalu penting siapa yang akan terpilih menjadi presiden, apakah Prabowo Subianto atau Joko Widodo. Tetapi melacurkan pendekatan ilmiah untuk kepentingan kelompok atau individu, dengan resiko yang sangat besar; dapat menjadi penyebab konflik horisontal rakyat Indonesia yang dahsyat adalah sesuatu yang tidak dapat ditoleransi. Masih dapatkah kita mempercayai Saiful Mujani, PhD? Masih dapatkah kita mengatakan bahwa hasil quick count ini lebih benar daripada perhitungan real count KPU?

MeytroTV Anti Islam dan Bersorak Girang di Atas Korban Genosida Gaza oleh Ezrael

SAAT TV One konsisten memberitakan pada kita mengenai konflik Gaza, Metro TV konsisten membahas dunia politik sedemikian provokatif. Salah satu contohnya adalah mengangkat artikel Edisi News berjudul Prabowo-Hatta Menang Pilpres Versi Pendukungnya.
.
.
.
.
Artikel ini diakui ditayangkan pada 5 Juli 2014. Menurut artikel tersebut data-data perolehan suara sudah tersebar via BBM. Di sana disebutkan pula perolehan suara di 33 provinsi yang dikatakan prediksi dari survei yang dilakukan pihak Prabowo-Hatta. Sementara pada 9 Juli beredar hasil Real Count sementara pijak Prabowo-Hatta yang dibuat PKS. Tabulasi hasil sementaranya bisa dilihat sebagai berikut. Menjadi heboh karena data itu mirip dengan data yang diakui ditulis di Edisi News tanggal 5 Juli 2014. Pihak Prabowo-Hatta pun dituding bohong, mengeluarkan data palsu. Para pendukung Jokowi termakan isu tersebut, bahkan melonjak-lonjak senang. Bagi kita sebagai blogger, adalah hal yang sangat teraba saat satu postingan bisa diedit sedemikian rupa sekehendak hati. Misalkan kita menulis tanggal 10 Juli 2014, kemudian sepuluh hari kemudian mengedit tanggalnya jadi 5 Juli 2014. Itu bisa dilakukan di blogger.com dan wordpress.com. Tidak bisa di kompasiana.com (kita tidak bisa mengedit tanggal penerbitan, tidak ada fitur itu. Ya nggak, Min?). Kita juga bisa mengedit isi dari artikel tersebut. Dengan sekehendak hati kita, artikel kita yang diposting di tanggal manapun, bisa kita edit sesuka hati. Inilah yang terjadi pada Edisi News. Berikut bukti kongkretnya. Artikel berjudul Prabowo-Hatta Menang pilpres Versi Pendukungnya ada di link ini: http://edisinews.com/berita-prabowohatta-menang-pilpres-versi-pendukungnya.html. Namun link itu sudah dihapus admin yang bersangkutan. Barangkali sadar telah berbuat kebohongan. Atau entahlah, mungkin mereka melakukan kekeliruan yang tak disengaja. Pro Moncong Putih tak begitu saja diam. Setiap link yang dihapus pasti ada chache-nya, atau tembolok. Link chache itu bisa dilihat di sini:  http://t.co/OgoQhdayZu. Tahukah bahwa dunia internet mengenal Web Archive Tools di web.archive.org atau digital tool yang bisa membaca tanggal terbit sebuah postingan. Bukalah web.archive.org, masukan link http://edisinews.com/ berita-prabowohatta- menang-pilpres-versi-pendukungnya.html Dan hasilnya .. ENG ING ENG .. Ternyata artikel yang diakui diposting pada 5 Juli 2014, ternyata diterbitkan kali pertama tanggal 10 Juli 2014! Artinya pihak Edisi News telah mengedit tanggal penerbitan! Meminjam kata Bang Haji Rhoma Irama: SUNGGUH TER LA LU ... :D Nah, artinya rekap real count sementara yang dibuat tim Koalisi Merah putih adalah asli. Kalau tahu begini apakah pihak Metro TV yang sempat dengan pedenya mengabarkan indikasi kebohongan rekap PKS ini akan melakukan klarifikasi? Saya ragu. Mereka akan terus cari cara bagaimana menjatuhkan lawan.  Menggelikan, bukan?

Pasang Dreamcatcher di Mobil Biar Kenapa Sih?

Dreamcatcher? Dalam bahasa Indonesia artinya Penangkap Mimpi. Apa iya? Makna dan kegunaannya ternyata gak cuma itu loh! Dalam budaya asli Amerika, dreamcatcher adalah benda buatan tangan berdasar lingkaran willow, yang ditenun jaring longgar. Dreamcatcher tersebut kemudian dihiasi dengan barang-barang pribadi dan suci seperti bulu dan manik-manik. (sumber wikipedia). Menurut legenda bangsa Indian, Dreamcatcher itu punya banyak arti dan biasanya digunakan untuk menangkap mimpi-mimpi yang bagus. Sedangkan untuk mimpi buruk dipercaya akan terjebak di tali temalinya lalu hilang beserta terbitnya matahari. (sumber majalah Gadis). Nah si dreamcatcher ini selain sebagai penangkap mimpi yang banyak dipercayai orang2, bisa jadi hiasan ruangan yang antik. Bisa juga dipake buat kalung, atau gantungan kunci. Banyak sekarang dijual secara umum. Warnanya macem2, tapi biasanya sih warnanya coklat. Banyak anak2 muda yang pake si dreamcatcher ini. Ala2 indian gitu! :D. Ada yang tengahnya peace, ada yang jaring2 biasa. Ada yang bahannya dari kayu, ada yang kain. Bulu2nya juga ada yang plain, ada yg stripe. Selamat menangkap mimpi!

Prabowo, Pacar Gelapnya dan Sang Pembisik Berwajah Culas

"Ane barusan diajak makan di Ritz"
"Gak nanya. Bodo amatan. Tukang rebut pacar orang..... Cuih.... cuih....."
.
"Nih ada dua paket ane bawa pulang. Enak loh. Ayam bakar madu Afrika"
"Gak ngiler, gak kepengen dan gak mau gue dikasih ama loe"
.
"Selera Om Bowo sekarang beda loh. Demen ama yang berkulit gelap"
"Namanya juga pacar gelap..... Cantik? Bohay? Segede Jupe atau Depe?"
.
"Dasar omes ente..... kebanyakan nonton sinetron sih atau OVJ atau YKS atau stand up comedy garing"
"Kira-kira mirip sapa? Mana tau gue kenal"
.
"Hmmm...... mirip bintang film action laaah..... Mukanya kayak Iko Uwais tapi rada item gosong dikit"
.
Hening.......
.

Hasil Scan C1 TPS 16 Menteng Dalam Tebet Jak-Sel DKI JAYA INDONESIA

terima kasih INDOSAT telah kirim SMS sehari 3x

Terima Kasih Atas Do'a dan Donor Darah B untuk Widiarsih Larasati

Rekapitulasi Hasil Scan C1 KPU-RI Pilpres2014