Friday, May 17, 2019

presiden ke-8 dan partai nomor 8

Tak bisa dipungkiri banyaknya kertas suara untuk pileg membuat pening kepala kita. Mau pilih siapa, kenal aja enggak begitu kira-kira pertanyaan di benak saya. Saat melihat daftar caleg DPR -RI saya mencari sosok politisi yang saya kenal. Sayang di dapil saya tak ada nama politisi yang biasa  wara-wiri di tv. Untung saja saya menemukan 1 nama tokoh yang saya kenal namanya,jadilah saya memilihnya. Untuk DPD yang jumlah fotonya 70 saya sudah tak bingung karena suami sudah memberitahu bahwa ketua yayasan tempatnya mengajar kembali mengajukan diri sebagai anggota DPD, ya sudah suara saya buat dia saja. Kemudian untuk DPRD provinsi , beberapa waktu yang lalu (malah H-1) ada yang mengirim pesan mohon dipilih katanya. Dia adalah putera dari pemilik yayasan tempat putera saya menimba ilmu. Baiklah atas susah payahnya memperkenalkan diri,sayapun memilih dia. Dan terakhir untuk DPRD tingkat 2 saya memberikan suara pada suatu partai(tanpa melihat daftar caleg) saya coblos nomornya saja. Saya saja perlu waktu lama untuk menimbang dan memilih. Bolak-balik melihat foto caleg dan berharap ada yang saya kenali. Bisa anda bayangkan bagaimana Ibu mertua saya? Untuk menulis nama di daftar absen saja dia minta tolong saya untuk menuliskan. Bagaimana dengan memilih caleg yang banyak. Kalau presiden sih dia takkan bergeming memilih pilihan yang sudah bikin dia jatuh cinta.. Nah untuk  caleg akhirnya dia melonggar. Adanya kader PKS yang door to door memperkenalkan nomor dan juga membidik nomornya, sukses diingat oleh Ibu mertua saya. Ah dari pada pusing ya sudah itu saja. Dan itu ternyata terjadi pada Ibu-ibu yang lain, saat tak sengaja menguping Ibu-ibu saling bertanya sebelum memilih sampul melihat gambar kertas suara yang terpampang, terdengar kalimat dari salah satu mereka. "Sudah yang nomor 8 aja kayak kata Bu RT,ini ni.." Seorang anak (seusia Ibu mertua) menunjuk nomor partai untuk Ibunya yang renta. Ibunya mengangguk-angguk. Saya saja yang mendapatkan masukkan sana sini kepala sempat naik turun lihat kanan dan kiri untuk melihat caleg,walopun pada akhirnya saya menerima masukkan yang ada. Nah, apalagi Ibu mertua dan teman-temannya seangkatannya yang sudah Mendapat kunjungan perkenalan dari kader PKS. Di tengah kebingungan memilih angka 8 akhirnya seperti mempermudah mereka. Rata-rata mencoblos nomor bukan caleg seperti saran dari kader yang mempromosikan calegnya. "Tos Weh coblos nomerna pami teu apal calegna mah!" Yang artinya,sudah coblos saja nomornya kalau tak hapal calegnya. Betul saja angka pemilih PKS cukup besar di daerah saya. Jadi PKS sukses Membisiki Ibu-ibu di sini.  Padahal ada balighonya besar bergambar caleg yang merupakan penduduk situ. Namun karena kurang sosialisasi jadinya ya begitu.
.
.
.


muasal kata DEPOK itu NDEPROK : duduk malas ala orang dusun

Nama Depok adalah nama asli, bukan singkatan. Disebut asli karena pemberian nama Depok muncul dari orang pribumi asli. Jika dilihat pada masa kerajaan Pajajaran (1030-1579 M), masyarakat menyebut wilayah Depok dengan DEPROK (duduk santai ala melayu). Penamaan tersebut tidak terlepas dari perjalanan Prabu Siliwangi yang singgah di kawasan Beji. Keindahan dan keasrian Depok pada saat itu membuat Prabu Siliwangi men-deprok di kawasan yang tak jauh dari Sungai Ciliwung. Sementara itu, pada masa Kesultanan Banten, Sultan Ageng Tirtayasa dan Pangeran Purba seringgkali melakukan perjalanan ke Cirebon dan menggunakan jalur yang melintasi kawasan Depok dan sempat menetap di Beji. Salah satu pengikut Pangeran Purba yaitu Embah Raden Wujud memutuskan untuk tidak ikut melanjutkan perjalanan ke Cirebon dan menetap dengan mendirikan PADEPOKAN (tempat pendidikan dan pelatihan) untuk menyebarkan agama Islam. Padepokan yang dibangun Embah Raden Wujud berkembang menjadi sebuah perkampungan, sehingga Kesultanan Banten pada saat itu menyebut wilayah tersebut sebagai DEPOK atau PADEPOKAN. Padepokan sendiri bisa diartikan sebagai tempat tinggal atau kampung halaman. Kata Padepokan pun bisa diartikan sebagai tempat pendidikan, seperti pesantren. Dalam laporan ekspedisinya, Abraham van Riebeek (1730) menjelaskan bahwa kata Depok bukan berasal dari bahasa asing. Tetapi lebih mungkin bahasa Sunda atau Jawa. Dalam bahasa Sunda Depok berarti duduk. Sejarah nama Depok tidak terlepas dari sejarah penjajahan bangsa Belanda terhadap Indonesia. Berdasarkan dokumen Bataviaasch Nieuwsblad (1929), seorang pejabat VOC yang bernama Cornelis Chastelein telah membeli lahan di Mampang dan Depok lama yang dipergunakan untuk perkebunan. Dalam menamakan wilayahnya, Castelin menggunakan kata Depok yang sebenarnya sudah ada sejak masa Pajajaran. Namun Castelin menjabarkannya menjadi De Earste Protestante Organisatie van Kristenen. Baru pada sekitar tahun 1980 an, masyarakat modern Depok menjabarkan Depok menjadi Daerah Elit Pemukiman Orang Kaya. Banyak penjabaran terkait akronim kata Depok, namun jika melihat sejarah, Depok merupakan kata asli masyarakat asli Depok yang bermakna Kampung Halaman.

@PresidenGL : Garis Lucu, Gadis Lugu, Gay Letoy, Goblok Luh atau Gelo Le ?!

Hari ini saya menerima banyak sekali pesan berupa tautan berita tentang komedian Volodymyr Zelensky memenangkan pemilihan presiden Ukraina. Bahkan di sejumlah grup percakapan, beberapa anggota mengirimkan tautan tersebut dengan menandai akun saya. Beserta tautan tersebut ada yang menulis, "Siap-siap untuk tahun 2024 Mas Iwel." Saya membalas semua tautan tersebut dengan emoji tertawa. Saya yakin beberapa teman menghubungkan kemenangan Volodymyr Zelensky dengan saya karena profesi saya memang komedian. Di samping itu, saya juga sangat dekat dengan dunia politik karena saya merupakan salah satu komedian politik di Indonesia yang sering membawakan isu-isu politik dalam lawakan saya. Selain itu, nama saya mulai dikenal luas oleh masyarakat Indonesia sejak tampil dalam program televisi parodi politik Republik Mimpi dan Democrazy yang pernah tayang bertahun-tahun di sebuah televisi swasta. Di Indonesia sebenarnya komedian sudah dekat dengan politik sejak lama. Semasa orde baru, pelawak Eddy Sud yang pernah bergabung dengan kwartet jaya bersama Ateng, Iskak dan Bing Slamet menjadi anggota DPR melalui Golongan Karya (Golkar). Tahun 1992 melalui Partai Demokrasi Indonesia Djati Kusumo yang merupakan anggota grup lawak Kwartet S terpilih menjadi anggota DPR. Pada masa orde baru ada juga beberapa pelawak yang bersinggungan dengan politik yang kemudian ruang gerak mereka dalam berkarir dipersempit bahkan ditutup. Di antaranya adalah Mat Solar yang ketika ketahuan ikut kampanye untuk Partai Persatuan Pembangunan kesempatannya untuk tampil di televisi dipersulit. Harry De Fretes yang tengah berjaya melalui Lenong Rumpi akhirnya harus merelakan programnya dihentikan karena ikut kampanye Partai Demokrasi Indonesia. Namun ada juga pelawak yang masih bisa berselancar di ranah politik dengan melakukan kritik-kritik sosial di masa pemerintahan Soeharto. Di antaranya adalah Warkop DKI dan grup lawak Bagito. Lawakan Warkop DKI di radio dan panggung sangat bertolak belakang dengan lawakan mereka di film. Di radio dan panggung mereka memainkan materi lawakan verbal yang menyerempet kepada kritik sosial. Sementara di film, mereka lebih banyak mengandalkan adegan slapstick. Di era reformasi, beberapa orang pelawak yang terjun ke politik praktis berhasil menjadi anggota DPR. Beberapa di antaranya adalah Komar, Dedi Gumelar dan Eko Patrio. Di jalur Dewan Perwakilan Daerah ada pelawak Oni yang berhasil terpilih sebagai anggota DPD perwakilan Jawa Barat. Oni pernah bergabung dengan grup lawak SOS bersama Ogi dan Sule. Namun kisah-kisah sukses komedian yang berhasil menjadi anggota legislatif belum diikuti dengan kisah-kisah sukses ketika mereka ikut berkompetisi di pilkada. Dedi Gumelar pernah maju sebagai calon wakil Bupati Karawang dan Calon Walikota Tangerang. Namun ia belum berhasil menang. Komar juga gagal terpilih ketika maju sebagai calon Bupati Indramayu dan Calon Wakil Bupati Cirebon. Kegagalan dalam pilkada juga dialami komedian Andre Taulany ketika maju sebagai calon wakil walikota Tangerang Selatan. Apakah akan ada komedian Indonesia yang mengikuti jejak Volodymyr Zelensky menjadi Presiden? Menurut saya, peluang itu sangat terbuka karena dalam politik modern saat ini selebriti termasuk di dalamnya komedian masih menjadi salah satu andalan partai politik untuk memperoleh suara. Meskipun di Indonesia belum pernah ada pelawak yang jadi presiden, tetapi Indonesia pernah punya presiden yang suka melawak, yaitu Gus Dur, he he he.

NASI BAKAR PERJAKA di emperan Stasiun MRT Cipete Raya


NASI JANDA 13 RIBU ala TEROWONGAN KENDAL : menu sahur murah meriah, tambah 3 RIBU DAPAT SUSU HANGAT


ISLAM is ME, not your ENE ME


BLUE JACKET of FASTGO


POLISI GAY MENGGUGAT, polisi normal MENGGAET


bakso kemon HALAL GAK SIH ?


ISLAM ALIRAN : BERAGAMA BERAGAM-RAGAM TAPI TAK BERTUHAN

Duh, beragama kok cuma pakai kepala dan ngecekin dalilnya mana? Padahal, beragama itu, kan, juga melibatkan kerja hati, sensitifitas rasa, dan ketajaman intuisi! Kalis Mardiasih menggerutu. Di kelas Muslimah dan Media Islam yang dia gawangi, satu peserta bertanya: kenapa umat beragama sekarang ingin cari selamat sendiri-sendiri? Kalis kemudian menjelaskan panjang lebar mengenai keberagamaan orang modern yang punya kecenderungan individualis. Selesai penjelasan berbusa-busa, si peserta menimpali dengan enteng: “Itu ada dalilnya nggak, ya?” Iya, rasa-rasanya pertanyaan “Dalilnya mana?” makin sering kita temui. Bisa jadi, hal ini karena orang cenderung berhati-hati dalam beragama, atau malah justru karena naif, alias merasa perlu mendasarkan semua perbuatannya melulu kepada dalil agama—yang sumber utamanya ada di Alquran dan sunnah Nabi. Prinsip serba-dalil itu sendiri sebenarnya menunjukkan cara berpikir orang beragama modern. Sebab, ia terkonstruksi dari nalar keilmuan modern yang mensyaratkan bukti empiris atau kevalidan referensi, setidaknya dalam bentuk teks. Namun celakanya, tradisi modern secara tidak langsung sudah memisahkan antara akal-rasionalitas di satu kotak, lantas memasukkan intuisi dan empati manusia ke dalam kotak yang lain. Akibatnya, ketika seseorang bertemu dengan satu peristiwa baru, secara otomatis peristiwa ini bakal diukur dengan nalar modern itu, termasuk dalam beragama. Duh, duh, beragama kok cuma pakai kepala? Padahal, beragama itu, kan, juga melibatkan kerja hati, sensitifitas rasa, dan ketajaman intuisi! Nah, sekarang ini, manusia modern makin merasa berislam dengan hitungan dan simbol yang harus tampak. Dengan kata lain, mereka ini semacam punya kalkulator pahala yang, ironisnya, sering dipakai buat alat hitung amal orang lain. Secara sederhana, logikanya begini: aku cari pahala sebanyak-banyaknya, maka aku akan masuk surga. Loh, loh, kok enak betul, Kak? Jangan lupa loh, masih ada yang namanya unsur keberkahan buat sesama manusia di bumi, sekaligus soal rida yang merupakan hak prerogatif Allah untuk menentukan manusia masuk surga. Namun begitu, perihal “Dalilnya mana?” dan hitung-hitungan amal ini tidak sepenuhnya salah, kok. Dalam Alquran memang disebutkan iming-iming kalkulatif dalam beramal. Contohnya, sedekah jariyah yang pakai “iming-iming” timbangan. Disebutkan, bahwa satu keping yang kita masukkan ke kotak amal itu nanti bercabang jadi 700. Tapi, masalah dimulai ketika kita menganggap amal sama dengan deretan angka. Padahal, dalam contoh sedekah, ada aspek lain yang tidak kalah penting: apakah sedekah kita benar-benar lahir dari empati? Niatnya ikhlas atau untuk dipertontonkan? Uluran sedekah kita ini menyakiti si penerima atau tidak? Nah, aspek-aspek inilah yang bikin sedekah terbang ke langit dan diterima Gusti Allah. Kalau mengabaikan unsur-unsur tadi, salah-salah bisa keblinger. Alhasil, ada saja orang yang nggak terima, misalnya, pas kasir minimarket nyumbang cuma seribu lantaran dianggap merendahkan perjuangan Islam, terus marah, terus main geruduk. Hal yang sama berlaku juga terkait puasa. Wong tujuannya saja untuk menahan diri dari lapar, dahaga, dan emosi, eh lha kok mencak-mencak melihat warung pecel buka? Padahal, kan, bisa diingatkan baik-baik, sambil diajak ngobrol, dan minum es teh di siang hari. Ya, begitulah kalau berislam cuma dari yang tampak. Kuatnya Islam dihitung dari banyaknya masjid dan jumlah aksi. Takbir, kalimat agung itu, memang ditebar di jalanan, tapi kesalehan orang diukur dari dandanannya yang ikut tren syar’i. Enggan makan kalau tidak ada cap halalnya. Sampai deterjen, pasta gigi, bahkan kulkas sekalipun, harus dicap halal supaya mantap dimakan, eh, dipakai. Kelihatan baik, bukan? Ya betul, kelihatannya saja. Tampak makin berislam, tapi kok makin terasa kering, ya? Kembali ke perkara dalil. Tahlilan misalnya. Kalau cuma diukur dari dalil, ya sulit. Kanjeng Nabi tidak pernah diriwayatkan mengundang warga untuk bersama-sama mendoakan orang mati, kan? Apalagi pakai makan-makan ingkung ayam dan berkat. Tapi, apakah ini salah dan layak diharamkan hanya karena nggak ada dalil? Ya nggak gitu juga cara mainnya. Urutan tahlilan itu dari awal sampai akhir dipenuhi lantunan ayat Alquran dan kalimat thayyibah, loh. Mengundang tetangga, duduk makan bersama—apakah itu tidak mengandung nilai silaturahmi? Seporsi berkat untuk dibawa pulang—apa itu bukan sedekah? Nah, begini ini, loh. Tampak bidah dari luar, tapi manis dan lembut di dalam. Tahlilan memang tidak bisa ditemukan di dalil tekstual Alquran dan sunnah. Ya jelas, wong Alquran dan sunnah itu terbatas dan jumlah teksnya segitu-gitu aja. Makanya perlu ada yang namanya Ijma’, yaitu hasil kajian para ahli dan Qiyas, analogi hukum. Jadi tidak bisa sembarangan. Saya teringat dawuh Kiai Abdul Karim, pengasuh Pesantren Alquran Azzayyady di Solo, ketika sowan tempo hari. Berislam itu tidak hanya selesai dengan sederet pertanyaan “Dalilnya mana?” yang ada di kepala seseorang saja. Wajib hukumnya berislam dengan guru sebagai pembimbing. Gunanya, tentu saja, agar kita bisa mencerna Islam sesuai kadar dan porsi kita masing-masing. Islam dengan segala tetek bengeknya dari zaman Rasul sampai sekarang ibarat makanan mentah. Untuk mengolahnya, kita memerlukan ilmu, padahal tidak semua orang memiliki hal itu. Maka dari itulah, kita memerlukan guru yang mampu mengupaskan, lalu memberi tahu: yang mana kulit, yang mana biji. Guru yang mampu menakar porsi yang cocok dengan ukuran perut kita. “Contohnya saja buah duren. Apa kamu mau langsung nglethak kulitnya, sekaligus menelan bijinya?” ujar Gus Karim kepada saya. Tenang, ini bukan kampanye gerakan Indonesia Tanpa Dalil. Dasar Islam tentu saja tetap ada pada teks Alquran dan sunnah Nabi. Tapi, tentu kita harus paham betul bahwa tidak semua sisi kehidupan bisa selesai dengan pertanyaan “Dalilnya mana?”. Lantas, ukurannya apa, dong? Dalam ilmu ushul fiqh ada logika begini: semua bentuk ibadah itu haram, kecuali ada dalil yang memerintahkan. Sebaliknya, semua bentuk interaksi manusia (muamalah) diperbolehkan, kecuali ada dalil yang mengharamkan. Saya kadang heran kalau orang merasa perlu dikuatkan dengan dalil untuk berbuat baik. Giliran untuk menjelekkan orang, kita nggak pernah tuh, nanya-nanya “Dalilnya mana?” Sudahlah, percuma kalau pinter ndalil di kepala, tapi kepekaan batin tidak terlibat. Bisa-bisa, malah kita yang keliru. Lantas, jangan-jangan, yang selama ini kita makan cuma kulit dan biji, sementara dagingnya kita buang percuma dengan senang hati. Iya, nggak?

cara membuat BOM dari BATRE BEKAS

cara membuat BOM ?
.
1. siapkan alat
2. siapkan bahan
.
1. beli alat di toko ilegal
2. beli bahan di beda kota
.
1. beli dengan kontan
2. beli bahan via go shop
.
1. siapkan ruang bawah tanah 5m x 5m x 9m
2. siapkan 3 hape terbaru, 3 hape jadul, HT
.
.
.
(bersambung)
.
.
.
BONUS :
.
Judul amat penting dalam setiap tulisan. Berdasar pengalaman dan pengamatan, berikut saya sajikan 7 tips membuat judul cantik dan menarik:

1. Jujur Mewakili Isi, Bukan Click Bait

Saat ini, demi mengejar jumlah tayangan, banyak orang jatuh dalam godaan membuat judul click bait.

Judul click bait adalah umpan agar pembaca mengklik. Biasanya bombastis dan heboh. Setelah diklik dan dibaca, eh isinya nggak nyambung dengan judul. Capek deh...!

Apa bahaya dari judul click bait?

Reputasi kita sebagai penulis hancur. Pembaca akan kapok. Mereka akan meninggalkan komentar buruk jika sempat. Jika tidak, mereka tidak akan mau melihat lagi nama dan tulisan Anda.

Nah, judul yang menarik dan cantik adalah judul yang mewakili isi tulisan.

Perhatikan baik-baik: mewakili, bukan mengungkap seluruhnya.

Judul yang terlalu mengungkap isi: "Presiden Tertawa Karena Anak Ini Salah Sebut Nama Ikan Tongkol Jadi Jengkol"

Judul yang mewakili isi: "Presiden Tertawa Gara-Gara Siswa Salah Sebut Ikan Ini" atau "Tawa Presiden Pecah Karena Ikan Ini"

Pembaca akan tertarik membaca artikel karena judul artikel belum mengungkap jenis ikan apa yang dimaksud.

2. Memuat Kesamaan Bunyi

Najwa Shihab gemar mengawali program dengan pengantar menawan berupa kalimat mirip puisi atau pantun.

Judul pun akan menarik bila ada kesamaan bunyi.

Saya termasuk sering membuat judul dengan teknik ini:

-Ki Hajar Tak Suka Siswa Belajar di Sekolah Hambar

-Kisah Gentong Air Depan Rumah yang Nyaris Punah

-Bocah Ngapak Ya, Komedi Lokal yang Bikin Terpingkal

Agar dapat menganggit judul cantik menarik, kita perlu memerkaya perbendaharaan kata-kata bahasa Indonesia.
Rajin-rajinlah membaca dan membuka kamus dan tesaurus. Sudah banyak kok tersedia laman daring kamus dan tesaurus bahasa Indonesia.

Judul yang "puitis" terdengar lebih manis.

Iya nggak bro dan sis?

3. Singkat Padat

Judul yang terlalu panjang akan buat pembaca malas membaca tulisan Anda. Judulnya saja sudah satu meter, pasti isinya berkilo-kilo meter.

Nah, sekali lagi, keterampilan kita sebagai penulis diuji dalam membuat judul singkat padat.

Beberapa kata atau bagian yang bisa dihilangkan agar judul jadi ringkas, misalnya: subjek kalimat yang sudah jelas, kata bersinonim, yang, adalah, itu, ini, dan, serta. Judul juga bisa memangkas imbuhan dan atau akhiran kata kerja: menghilangkan jadi hilangkan, menghibur jadi hibur, dan seterusnya.

Coba tengok judul artikel saya (bukan puisi atau cerpen lho ya):

-Pak Jokowi Lucu

-'Merubah' Itu Salah!

Tertarik tidak membaca isinya? Semoga iya. Singkat padat namun memikat.

4. Memuat Angka Praktis yang Bikin Penasaran

Tren penulisan artikel saat ini, utamanya di media daring, adalah artikel berjudul angka praktis yang bikin pembaca penasaran.

Saya sering sekali memakai teknik ini.

- 5 Cara Menulis di Kompasiana Agar Jadi Artikel Utama

- 3 Cara Menulis Artikel Kompasiana yang Enak Dibaca

- 7 Cara Puasa Plastik Sekali Pakai

- Jakarta Tenggelam, 9 Alasan Palangkaraya Cocok Jadi Ibu Kota

Keuntungan memakai angka praktis ialah juga membantu penulis dalam mengelompokkan ide dalam tulisannya secara teratur.

5. Melibatkan Pembaca
Judul yang baik mampu melibatkan pembaca. Cara melibatkan bisa dengan membuat judul berupa kalimat perintah atau memuat kata "kita". Saya kadang juga memakai teknik ini:

- Valentine Ini, Setop Benci dan Mabuk Gawai

- Yuk Pilih Caleg Eks Koruptor

- Viralkan, 10 Ciri Berita Bohong Alias Hoaks

- Kadar CO2 Naik Tajam, Kita Lakukan 10 Solusi Ini

- Seberapa Baik Kita Perlakukan Karyawan dan Karyawati?

6. Mengajukan Pertanyaan pada Pembaca

Masih terkait poin nomor lima, kita dapat juga melibatkan pembaca dengan membuat judul berupa pertanyaan. Saya cukup rajin memakai cara ini:

- Tiga Menteri Ini Akan Jadi Korban Reshuffle Jokowi?

- Bagaimana Harusnya Sikapi "Surat Suara Dicoblos di Malaysia"?

- Eropa Resmi Larang Plastik Sekali Pakai, Indonesia Kapan?

7. Memuat Emosi yang Mengundang Empati

Dalam artikel blog, kita lebih leluasa memberi judul yang memuat emosi yang mengundang empati pembaca.

Misalnya beberapa judul tulisan saya:

- Asyik, Lapor Hoaks Cukup Hubungi Nomor Whatsapp Ini - rasa senang

- Miris, Warga Baru yang Beda Agama Ditolak Kampung di Jogja - rasa sedih

- Kapal Selam Rakitan Indonesia Dipuji Korsel, Siap Diresmikan - rasa bangga

Trik lain yang mudahan bisa saya bagikan di lain tulisan adalah membuat judul yang ramah SEO mesin peramban.

Wah, kalau ini saya harus baca-baca lagi karena saya bukan ahlinya.

O ya, jangan lupa mematuhi aturan penulisan baku menurut KBBI dan PUEBI ya. Judul jangan Anda tulis huruf besar semua atau huruf kecil semua. Huruf pertama setiap kata harus menggunakan huruf kapital, kecuali konjungsi atau kata sambung.
Jika judul Anda banyak salahnya, kasihan editor dan atau admin Kompasiana yang harus membenahinya...

Nah, semoga artikel tips membuat judul menarik dan cantik ini bermanfaat bagi Anda, utamanya penulis pemula.

Ini bukan rumusan pasti. Tiap penulis punya trik-trik khas untuk memikat pembaca. Sila berbagi di kolom komentar.

Salam literasi!

LUPA 3NDONESA


Cinta Sesat Sesaat antara Stasiun MRT Dukuh Atas - Stasiun MRT Senayan

Cinta Sesat Sesaat antara Stasiun MRT Dukuh Atas - Stasiun MRT Senayan
.
Pukul 06.13 WIB
stasiun Pondok Cina sudah berjubel para anker, juga para pencari cinta sesat sesaat, juga para vlogger, udikers, jawir-jawir berwajah tirus, para hapegrafer, copet, camat, presiden, tim sukses, influencer, hitman, emak-emak, bocah jermal, duda keren dan.... Cinta..... Semuanya rapi, wangi, gagah, optimis, enerjik.
.
ketika kereta datang, pesta pun dimulai..... berebut masuk komuterline yang sudah penuh sesak tak ada ruang tersisa..... DAN..... berakhir di stasiun Sudirman dimana Cinta turun bersama rombongan budak-budak ibukota, turun dengan baju kusut awut-awutan, wangi parfum sudah bercampur keringat dan sumbangan bau dari penumpang lainnya. Dan gawai tetap setia dalam genggaman.
.
Pukul 08.20 WIB.
kereta dari HI tujuan akhir stasiun Lebak Bulus tiba, penumpang transit asal stasiun Pondok Cina pun masuk ke MRT dengan sok tertib dan sok beretika.
.
masuk stasiun MRT Benhil, mereka masih asik mencumbu gawai tercinta, kecuali Cinta, yang tertidur penuh cinta di samping perjaka senja pemetik cinta beraroma vanila.
.
Pukul 08.26 WIB.
.
Cinta terbangun, Cinta sesat sesaat, gerangan dimana dia kini berada. Hanya dia sendiri dalam kereta bersama 15 kereta-kereta lainnya di Depo MRT Lebak Bulus. Cinta makin sesat lalu tertidur lagi.
.
Pukul 08.28 WIB
.
"Stasiun Senayan, mbak !!"
Cinta sesat sesaat sambil melihat ke lelaki yang membangunkannya.

"Terima kasih"
Untuk yang ke 8 kali, Cinta harus pindah ke kereta jurusan stasiun Istora lalu menyusuri jembatan berjuta warna yang selalu mengawalnya menggapai asa yang tak pernah usai.
"Hhhhh......"
Sepertinya Cinta kembali kehilangan gawai tercinta. Siemens C25 pun diembat juga. Dasar copet kutukupret !!! pura-pura nanya turun dimana segala......
Cinta merogoh Xperia 1 yang terlelap di balik bra coklatnya sambil meninggalkan JPO Istora menuju kantornya yang hanya butuh 115 langkah menuju ke sana.
.
Pukul 08.41 WIB
Cinta kembali sesat sesaat. Kali ini sungguh-sungguh sesat sesesat-sesatnya. Turun di Senayan barusan ternyata satu paket mimpi juga rupanya. Nyatanya Cinta tertidur hingga stasiun terakhir yang suasananya sangat hiruk pikuk hingar bingar. Entah apa sebabnya.
"Tertidur ya, mbak ?!"
Perjaka senja penjaja cinta membuyarkan mimpi Cinta yang tiada berujung. Wajah si perjaka sepucat mayat, seperti shock, panik, bingung, atau cuma sedikit lapar karena belum sarapan?
Cinta mengambil A8 star dari dalam tasnya. Ratusan notif, misscall, sms..... menunggu sentuhan Cinta yang selalu sesat sesaat.... Lalu dicomotnya Xperia 1 dari balik kutangnya dengan penuh perasaan.
"Mbak biasanya turun di Senayan ya ?!"
Cinta hanya menoleh sekilas karena kini matanya tertuju pada satu posting foto di ST2, grup WA yang cuma 5 anggota.
"INI BENAR ?!"
Cinta menunjukkan posting itu ke perjaka senja yang kalau diperhatikan boleh juga. Badan bersih terawat tanpa lemak, wangi parfum isi ulang, bersendal gunung, kaos telnyashka, celana cargo 3/4, tas kanvas selempang dan topi Jeep warna krem tua.
"Iya"
Jawab si perjaka singkat.
"BENAR ?!"
Cinta ingin jawaban lebih.
"Benar, mbak..... Untung mbak gak turun di sana yang kini sudah luluh lantak terkoyak bagai kota Sokovia. Untung saya tertidur juga hingga stasiun Haji Nawi"
Cinta sudah bisa menguasai dirinya. Cinta tak selalu sesat sesaat.
Para penumpang kereta MRT yang tiba di Lebak Bulus digiring petugas menuju tangga demi tangga keluar area stasiun. Cinta sudah terbebas dari perjaka senja yang selalu menguntitnya tiap hari. Banyak polisi di hampir semua sudut stasiun. Dan lebih banyak lagi di luar stasiun beserta satu unit mobil GEGANA.
.
Pukul 09.07 WIB
.
"Mbak dimana?"
"Depan pintu keluar utara stasiun, pak"
Lalu meluncurlah Cinta bersama driver ojol langganannya menuju Gentari dimana empat anggota ST2 sudah menunggu di sana.
Sampai di pintu gerbang masuk kawasan kuliner, Cinta turun dan menyerahkan dua lembar uang kertas warna biru.
"Tak usah kembali"
"Terima kasih, mbak..... Terima kasih banget....."
Sang driver tak henti-henti mengucapkan itu. Sampai lupa meminta bintang lima seperti yang biasanya dia lontarkan setelah penumpangnya berlalu dua langkah darinya.
Inginnya Cinta memberi lebih dari itu, pun 10 lembar tak ada artinya dibanding apa yang ia dapat dari hasil tugasnya hari ini, misinya yang direncanakan sejak 200 hari lalu bersama ST2, yang kini sedang duduk di meja 7 Gentari.
.
Perjaka senja (PS) mengamati dari jauh ke empat anggota ST2 yang asyik menyantap ayam bakar. Cinta, Bintang, Capung, Ibra...... satunya lagi kemana ?! PS celingak celinguk..... rasanya tadi mereka berlima..... ke mana pemuda berkaos MU tadi ?! kemana si Raja ?!
.
PS tak tahu, anggota ST2 yang kelima adalah si tukang bakar ayam merangkap pelayan. Bukan pelayan biasa. Tapi pelayan serba bisa. Pandai menyamar dan berpindah tempat. Saat PS lengah, Megu alias Raja alias Cenot si tukang bakar sudah berganti kostum. Kaos Setan Merah sudah ditanggalkan.
.
Pukul 10.10 WIB
"Rokok, mas !!"
Tukang asongan menghampir si Perjaka Senja yang memanggilnya.
"Ini, den"
Sebungkus Magnum Blue berpindah tangan dengan selembar uang warna hijau.
"Terima kasih ya"
Tukang asongan pergi meninggalkan PS yang masih mengamati ST2 di seberang sana.
Sesaat PS tersadar, sepertinya barusan ia mencium bau yang aneh dari baju lusuh si tukang asongan. Bau sangit asap arang kayu dan wangi daging ayam terbakar, juga terendus aroma kopi keju panggang.
Tapi sudah terlambat.
Magnum Blue ditangannya bukan sebungkus rokok biasa.
.
Kamis, 23 Mei 2019
.
Pukul 06.01 WIB
.
BLACK WEDNESDAY menjadi headline di semua media online, diselingi berita ledakan di sudut Blok M.
.
Tiga hari sebelumnya
.
Pukul 14.07 WIB
.
Dari mobilnya, Bintang, teman Cinta di grup ST2 memperhatikan si perjaka senja sedang melayani pembeli, seorang satpam, yang memesan kopi hitam dan sepiring nasi campur.
Kabarnya si perjaka senja dan gerobak birunya sudah berjualan nasi campur di situ,  di perempatan Purnawarman, sejak 17 bulan yang lalu. Walau tugas utamanya menguntit Cinta, tapi ia tak sadar sedang diawasi. Tak hanya oleh Bintang, di sudut lain, Capung sang leader ST2 pun memata-matainya. Lewat kamera super mungil yang ditanam di empat pohon di sekitar perempatan.
.
Lima hari sebelumnya.
.
Pukul 05.55 WIB
.
Kedai roti di sudut stasiun masih sepi. Cuma seorang lelaki, amplop coklat dan sepotong roti yang tinggal setengah di meja.
La Haku membuka amplop folio itu. Isinya selembar dokumen dan lima lembar foto anggota ST2.
Tak lama datang seorang pria, walau kelihatan berpenampilan dan berwajah muda, tapi usianya hampir mendekati kepala lima.
"Sebentar lagi dia ke sini membeli dua potong roti"
La Haku memperlihatkan sebuah foto ke pria tadi. Lalu pergi meninggalkan si pria yang kini sedang berdiri di konter memesan sepotong roti.
Tak lama datang seorang gadis ingin memesan roti.
"Biasaaa....., Cenot !!"
Pelayan yang dipanggil Cenot hanya senyum tipis saja.
"Ini rotinya, Cintaaa......"
Cinta mengambil pesanannya sambil melirik si pria yang menunggu pesanannya.
"Cinta udah pesan duluan tadi, om.... online"
Cenot menjelaskan sedikit ke pria itu sambil menyerahkan sebungkus roti.
"Oh....."
.
.
Hari ini
.
Pukul 05.55 WIB
.
Di sebuah kamar di apartemen seberang stasiun UI.
La Haku membuka amplop coklat folio di tangannya. Hanya selembar foto. Tak ada dokumen atau kartu uang elektronik.
Diperhatikannya foto itu lekat-lekat. Tidak. Ia tidak salah lihat. Foto wanita paruh baya itu ibunya.
Dari layar monitor komputer terlihat sebuah maps dengan lima icon kepala menyala merah. Kelimanya tersebar di penjuru ibukota.
Mouse diarahkan ke icon yang berada di stasiun LA. Satu icon kini menyala hijau.
.
Pukul 07.11 WIB
.
di peron 2 stasiun LA, Ibra duduk sambil membaca sebuah sms di Siemens C35 miliknya. Ibra berkernyit sejenak. Dengan Realme X difotonya sms itu.
"Target yang cukup berat"
Tak lama kereta jurusan Kota datang. Ibra naik ke gerbong 5 yang tanpa sadar sedang diawasi oleh sepasang mata nun jauh di sana.
La Haku tersenyum di depan layar monitor.
.
Pukul 07.26 WIB
Ibra turun di Pasar Minggu dimana Megu sudah menunggu di depan pintu gerbong 5. Realme X  pun sudah berpindah ke tangan Megu. Ibra hanya turun sebentar membuang Siemens C35 yang sudah di reset ulang. 
"Sesuai instruksi"
Pikir Ibra dalam hati.
Kembali La Haku tersenyum ketika icon hijau kembali berwarna merah.
Diperiksa empat icon lainnya. Masih di posnya masing-masing. Kecuali satu icon yang bergerak sebentar ke halte Pancoran. Lalu kembali ke rombongnya di depan Bukit Moria.
"Ngapain Megu ke situ ?!"
La Haku membaca gelagat tak beres, langsung bergegas meninggalkan apartemennya. Meluncur menuju SL49, target utama.
.
Pukul 09.48 WIB
.
Megu yang kini menyamar sebagai gadis teknisi komputer berdiri di depan gedung megah memerah darah. Gedung yang berdiri di sisi jalan satu arah menuju Pasar Minggu.
.
"Mbak yang mau service ya ?!"
Megu mengangguk kepada security di gerbang depan. Penyamarannya sempurna.
.
Pukul 10.04 WIB.
.
"Hmmm...... canggih juga ruangan Ibu ini"
Megu mengamati sekeliling sambil memperbaiki komputer si Ibu. Dua orang staff yang masih cukup muda ikut membantu Megu atau 'mengawasi' ?!
"Mbak udah punya pacar, belum ?!"
Salah seorang staff sekitar tingkat 2 klo dia kuliah bertanya genit.
"Belum tau dia?!"
Batin Megu.....
.
Pukul 10.30 WIB
.
Cinta sedang memandang kabut yang menyelimuti ibukota. Cinta berdiri jinjit dari jeruji besi di atas tugu Monas. Fokusnya ke arah Barat. Xperia 1 berbunyi.
.
"Dia menuju ke arahmu"
Cinta menutup telpon dari Bintang.
"Bagaimana rupa si ELHA ini ?!"
Berpikir keras Cinta memikirkan ELHA sang playmaker, begitu banyak info yang masuk tentangnya, tapi tak ada yang berguna, tak ada yang bisa dipakai. 
.
Cinta merasa ada yang mengawasi. Tapi pengunjung Monas di atas sini cuma beberapa. Tak ada yang mencurigakan. Kecuali bocah kecil sekitar 4 tahunan yang berdiri sendiri melongo lewat jeruji sambil menggendong tas bergambar Batman. Tak lama ia turun dan berlari ke arah seorang wanita.
"Mamaaa......"
.
Wanita yang dipanggil mama masih cukup muda rupanya. Jaman sekarang memang begitu umumnya, masih muda sudah beranak satu, atau bahkan ada yang tiga. Generasi M.....
.
Pukul 10.32 WIB
.
Bintang menghubungi lagi
"Dia tadi dekat sama kamu, tapi sekarang menjauh  turun ke bawah sepertinya"
Cinta keliling cawan Monas. Hanya ada 11 pengunjung. Bocah dan mamanya tak ada. Berputar hingga tiga kali. Tak ada siapa-siapa. Mereka sudah turun.
.
Di sudut ruang cawan Monas tergeletak tas bergambar Batman.
.
Cinta buru-buru menghubungi Bintang.
"Batalkan !!!"
.
Pukul 10.35 WIB
.
Sang Ibu menyuruh staffnya menyalakan komputer yang baru diservice. Sementara Megu sudah meluncur menuju Pancoran.
"Barusan ada pesan masuk ke nomor saya, Bu....."
Staff tadi memperlihatkan chat WA itu.
"Dari siapa?!"
"Di baris akhir ada inisialnya.... LH..."
"El Ha ?!"
Tit. Tit.
Suara komputer menyala..... Lalu.....
.
Pukul 22.11 WIB
.
Di ruang bawah tanah, tepat 17 meter di bawah mimbar Masjid Istiqlal, beberapa lelaki dewasa berkumpul. Dua berpakaian militer lengkap, berbintang empat.
Lelaki berkemeja hitam-hitam mendekati pria yang paling muda di ruang itu.
"Bagaimana, Diaz?!"
"ST1 dan ST2, Pak Presiden"
"Lalu ?!"
"Dari kelompok tengah, hanya SL27, Pak"
"SL49 ?!"
"Terakhir terdetek di puncak Monas, Pak. Semua anggota kiri dan kanan sudah off semua, Pak"
"Katanya ada satu lagi ?!"
" Yang ini sulit dilacak, Pak. Simpang siur info statusnya"
"Maksudnya ?!"
Seorang pria berpeci kanvas adidas Putih atasnya merah mendekati Diaz dan berbicara ke arah pria berkemeja hitam-hitam.
"Tampaknya dia punya ilmu Malih Raga, Pak"
"Hmmm......"
"Bagaimana, Pak ?!"
"Kalau begitu infonya...... kita di sini dulu.... Menjelang tengah malam kita naik"
"Siap, Pak !!"
Semua pria dalam ruangan serempak menjawab.
"Elha...... dimana kamu! "
Batin pria berkemeja hitam-hitam.
"
(bersambung)