Wednesday, August 24, 2011

Nenek Moyangku dari Tanjung Kalian, Muntok - Bangka

Mercusuar yang merupakan salah satu saksi bisu dari sejarah maa lalu ini dibangun pada tahun 1862, dengan tinggi 56 meter oleh Belanda dengan arsitektur bergaya Inggris dan masih berdiri dengan kokoh hingga sekarang.


Pada saat itu mercusuar ini digunakan untuk memandu kapal-kapal Belanda yang akan masuk ke Pulau Bangka. Hingga saat ini mercusuar ini masih berfungsi dengan baik dan dapat memancarkan cahaya lampu sejauh 25 mil untuk memandu kapal-kapal yang keluar masuk selat Bangka.

Sebuah bangkai kapal tua Van Der Parra yang tenggelam karena dihujani bom oleh Jepang masih terkapar di tepi pantai, dan dikubur disini selama-lamanya. Selain bangkai kapal VDP ada beberapa buah bangkai kapal lain yang terdampar di pantai Tanjung Kalian ini sebagai saksi sejarah. Di sini juga dibangun sebuah monumen Perang Dunia II pada 2 maret 1993 tak jauh dari mercusuar. Monumen ini untuk mengingatkan kembali korban perang dunia II, dan tenggelamnya sebuah kapal perang sekutu di Selat Bangka tahun 1942.


Monumen itu bertuliskan: 8th Australian division, 2nd Australian Imperial Force. THIS MEMORIAL HONOURS THE HEROISM AND SACRIFICE OF MEMBER OF THE AUSTRALIAN OF ARMY NURSING SERVICE, WHO SERVED IN THE BANGKA AREA IN THE SEA AND WORLD WAR DURING THE YEARS 1942-1945. LOST AT SEA OFF BANGKA ISLAND WHEN SS VYNER BROOKE WAS BOMBED AND SUNK BY JAPANESE AIR CRAFT ON 14 FEBRUARY, 1942. SHOT AND KILLED ON RAJI BEACH BY JAPANESE SOLDIERS ON FEBRUARY, 1942.

Monumen Perang Dunia II itu khusus dibangun untuk mengenang kembali peristiwa Kapal SS Vyner Brooke yang dibom dan tenggelam di Laut Muntok. Para korban yang meninggal pada saat pengeboman berjumlah 12 orang di antaranya adalah :
Od Paschke
Mhm Dorsch
Cm Ennis
K. Kinsella
Gh Mcdonald
Ij Rsusel,
Mschuman
Am Trenerry
Mm Witton
Fritz Bakkaru

Untold Story in Tanjung Kalian, 1872

Senin pagi yang cerah, Hans sudah rapi dan siap berangkat kerja. Setelah memakai topi putihnya, naiklah ia ke atas kuda keluar pagar dan dihela dengan santai saja. Dua orang pembantunya mengiringi berjalan di belakang.
Melewati sebuah rumah tembok bercat putih menyala, Hans menoleh pada seorang gadis yang sedang menyiram kembang. Dia mendongak dan tersenyum sopan, Hans membalas dengan mengangguk dan terus berkuda menuju semenanjung desa.
Selasa pagi masih cerah seperti kemarin, kali ini Hans sendiri saja dan hanya menuntun kudanya berjalan menyusuri kebun demi kebun hingga sampailah ia di rumah tembok bercat putih menyala. Gadis itu sedang menyapu di luar pagar rumah dan menengok saat Hans melintas. “Putu”, begitu jawabnya singkat saat mereka mencuri waktu untuk berkenalan. Siang menjelang, Hans pun naik ke kuda dengan sigapnya menuju mercusuar tempat kerjanya, dengan wajah ceria dan hati berbunga-bunga.
Rabu siang ini Hans sampai di tempat kerja dengan membawa seikat bunga mawar merah pemberian Putu. Ditaruhnya rangkaian bunga mawar merah itu dalam pot tanah liat dan ditempatkan di pinggir jendela mercusuar. Dipandangnya bunga mawar itu seharian tiada jemu-jemunya hingga fajar menjelang. Pulanglah Hans membawa sepucuk mawar merah yang disematkan disakunya.
Karena seharian kemarin harus mengapur ulang tembok mercusuarnya, maka Kamis hari ini Hans agak siang berangkat kerja. Saat melewati rumah tembok bercat putih menyala, Putu tak tampak batang hidungnya. Hans menyusuri jalan desa dengan hati yang gundah gulana. Kata seorang pribumi mungkin ia sedang di balai afdeling, melatih nyanyi dan tari noni-noni cilik.
Jum’at hari ini mendung saja, Hans berangkat lebih pagi dan berkuda seperti biasa melewati rumah tembok bercat putih menyala. Putu sedang membersihkan bangku dan meja kayu di beranda, tertunduk saja hingga wajahnya tenggelam tak kelihatan, dan Hans pun lalu saja.

Sabtu adalah hari libur kerja bagi Hans, tapi pagi ini ia tampak berjalan kaki menyusuri jalan-jalan berdebu. Melewati rumah tembok bercat putih menyala, Hans melihat ke beranda, Putu duduk bersimpuh di hadapan wanita tua yang bertolak pinggang, mendongak Putu sebentar, lalu masuk ke samping rumah langsung menutup pintu. Hans berhenti sejenak di muka pagar besi, selang 10 menit ia melangkah pergi, surat yang dipegangnya erat sejak tadi dihempaskan ke tepi jalan berdebu.


Minggu di pagi buta, Hans duduk-duduk saja di tepi pantai sambil memandangi mercusuar dari kejauhan, pakaiannya basah sudah tersapu ombak. Di tangannya tergenggam seikat bunga mawar yang sudah layu. Dilemparkannya karangan bunga itu ke alunan ombak yang bergulung sangat cepat kembali ke tengah lautan lepas.
Hanyutlah ke tengah samudra, seikat bunga mawar layu yang telah diselipkan sepucuk surat coklat muda, tertulis di dalamnya sebaris kalimat, Terima kasih sudah pernah menyapa jiwaku, walaupun kini hatimu luka, andai aku punya obatnya, tak lagi mau aku pada ribuan sapa.
Beberapa saat pantai menjadi senyap, tak ada kepak camar, tak ada angin berhembus, nyiur pun enggan bergoyang, kaku berdiri diam seperti bangau. Setelah itu hanya gemuruh saja yang terdengar memenuhi angkasa, gemuruh dan gemuruh tiada hentinya. Tiga jam kemudian sunyi kembali melingkupi pagi, hanya menyisakan puing-puing dan tubuh-tubuh bergelimpangan, serta seikat mawar di tengah padang. Hari ke hari, bulan ke bulan, tahun ke tahun, hingga abad pun berganti, tiada lagi terdengar senandung saling sapa, tanpa gadis duduk di beranda, tanpa amtenar berkuda yang menyusuri jalan-jalan bata.


Minggu pagi dua bulan silam, tsunami menyapu seisi desa, yang tinggal hanyalah mercusuar renta termakan usia, berdiri tegar menyongsong senja. Di pinggir mercusuar yang sepi, terlihat seorang lelaki menggendong bocah kecil berdiri diam dalam doa di depan sebuah makam tua yang kotor karena tsunami.

Terpahat sebuah nama HANSEN THEODORE FRITZGERALD BAKKARU IV 1847-1872, penjaga suar yang mati muda membawa cintanya hingga ke dalam kubur.

Setiap Mudik, Rumah Jadi Incaran Maling


Acara mudik memang sudah menjadi agenda rutin bagi kaum urban di ibukota. Tujuan utamanya adalah sungkem dan bersimpuh di hadapan orangtua, bersilaturahmi dengan saudara di kampung, dan pelepas rindu suasana yang berbeda dengan di ibukota.

Walau ada juga terselip keinginan untuk pamer, toh bagi saya itu manusiawi. Soalnya saya juga suka pamer kalo pulang kampung. Tapi jadi kebingungan saat ditanya oleh-oleh dari Jakarta. Biar aman, saya selalu sedia uang pecahan baru yang bisa dibagi-bagi (mudah-mudahan uang barunya pecahan 3000-an, jangan 200.000-an).

Nah, saat meninggalkan rumah untuk mudik inilah yang kadang menjadi problem tersendiri. Di beberapa tempat kadang kalau penghuninya mudik, maka saat itulah para pencuri mulai beraksi.

Saya dulu sering dimintai untuk menjaga dan merawat rumah tetangga yang sedang mudik, karena saya mungkin dianggap dapat dipercaya kali ya?? Tapi kalo buat menghadapi maling??? Saya mengajak teman agar tak sepi dan berani saat malam tiba.

Kalo tak ada yang menjaga rumah saat mudik??? Sebaiknya rumah dikunci dengan rapat dan dipasangin jebakan tradisional (pasangin panci, penggorengan, piring kaleng, atau apa aja di pintu dan jendela. Kalau ada yg berani usil akan menimbulkan bunyi yang ramai).

Bisa juga titip tengok ke tetangga yg tidak mudik. Minta tolong sedikit menengok ke rumah kalau ada apa-apa yang aneh mungkin bisa dilaporin. Kalau ada satpam atau keamanan juga bisa minta tolong ke mereka.

Selamat mudik lebaran, semoga selamat dan sehat selalu saat tiba di kampung halaman tercinta.

Catatan : Mohon tidak membawa terlalu banyak saudara saat kembali ke ibukota, satu atau dua sih ngga apa-apa.

Toilet Khusus Mertua Pikun


Megu tampak kelelahan sepulang dari stasiun Jatinegara, menjemput para saudara dan mertuanya yang sudah pikun. Rencananya mereka ingin berlebaran di Jakarta tahun ini, mau ikutan open house ke Cikeas. Belum sempat Megu duduk di ruang tamu, si mertua pikun bilang mau pipis. Megu menunjuk ke arah dapur. Pergilah si mertua pikun ke arah dapur untuk buang air kecil.

“Wiiih, hebat menantu saya ini, punya toilet yang super canggih, pas pintunya dibuka eh lampunya menyala, pas ditutup eh lampunya mati”, kata mertua pikun setelah selesai buang hajatnya.

Megu terbelalak kaget, langsung berlari ke dapur, lalu berteriak, “Bibiiiii, tolong ke mari cepat, bersihin kulkas ini, lalu jual ke tukang loak”.

Uang Benggol dan Mesin Waktu


Seorang lelaki berjalan tak tentu arah dengan sedikit rasa putus asa. Kondisi ekonomi keluarganya begitu terpuruknya, apalagi lebaran makin mendekat. Saat menyusuri jalanan di bawah bypass, matanya melihat kilauan di bawah kakinya.

Ia membungkuk dan menggerutu kecewa. “Uh, hanya sekeping uang benggol karatan saja”.

Meskipun begitu ia pun membawa uang benggol itu ke bank terdekat. “Sebaiknya benggol ini dibawa ke kolektor uang kuno, Pak Adji”, kata teller itu memberi saran.

Lelaki itu pun membawa benggolnya ke seorang kolektor mata uang di pinggir Jl. Pemuda. Beruntung sekali, uang benggolnya dihargai 30 ribu. Lelaki itu begitu senangnya dan langsung berjalan pulang.

Saat melewati lapak kayu bekas, dilihatnya beberapa potong kayu yang dijual murah. Dia pun membeli kayu seharga 30 ribu untuk membuat rak piring idaman istrinya. Dia memanggul kayu tersebut dan beranjak pulang.

Di tengah perjalanan dia melewati kios pengrajin meja kursi ukir. Mata pemilik kios tertuju pada kayu bermutu yg dipanggul lelaki itu.

Dia menawarkan sebuah lemari seharga 100 ribu utk ditukarkan dengan kayu itu. Setelah setuju, dia meminjam gerobak untuk membawa pulang lemari itu.

Di tengah perjalanan dia melewati komplek perumahan. Seorang wanita melihat lemari yang indah itu dan menawarnya 200 ribu.

Lelaki itu ragu-ragu dan ingin mendapat tawaran lebih. Si wanita menaikkan tawarannya menjadi 300 ribu. Lelaki itu pun setuju dan mengembalikan gerobaknya ke kios pengrajin.

Saat sampai di ujung jalan kampung, dia ingin memastikan uangnya. Ia merogoh sakunya dan melihat tiga lembar uangnya. Tiba-tiba dari arah belakang dua orang begal turun dari motor, mengacungkan belati, merampas uang itu, lalu kabur.

Istrinya kebetulan tak jauh dari situ, melihat dan berlari mendekati suaminya seraya bertanya, “Apa yang terjadi? Engkau baik-baik saja kan? Apa yang diambil oleh perampok tadi?”

Lelaki itu mengangkat bahunya dan berkata, “Oh, bukan apa-apa. Hanya sekeping uang benggol yang kutemukan tadi pagi”.

Apa yang terjadi jika lelaki itu:

(1) tak mengambil uang gobang itu dan langsung pulang ke rumah?
(2) setelah mendapat uang 30 ribu dari kolektor langsung pulang kerumah?
(3) dari lapak kayu bekas langsung pulang ke rumah?
(4) membawa lemari itu langsung ke rumah?
(5) setelah mendapat uang 300 ribu, tak perlu memeriksa lagi uangnya, langsung pulang ke rumah?

Mungkin kejadiannya akan berbeda-beda setelah sampai di rumah. Sekali kita memutuskan apa yang akan kita perbuat maka waktu tak akan lagi bisa surut ke belakang, karena waktu bukan mesin yang bisa seenaknya diputar maju ke masa depan atau mundur ke masa lalu. Tak ada yang namanya mesin waktu, atau adakah???

Silahkan memilih, karena hidup harus memilih, dan tak memilih pun (diam saja, statis) adalah salah satu pilihan juga. Dan sang waktu akan terus berdetak, berputar, tanpa mengenal lelah, tanpa keluh kesah, menggilas apapun yang dilewatinya, baik yang diam ataupun yang selalu aktif berjalan.

Lelaki atau Perempuan yang Lebih Mudah Keriput ???


Anda semua, baik lelaki atau perempuan tentu ingin mempunyai wajah yang tidak mudah keriput terlebih yang sudah melewati usia 30 tahun. Selain posisi tidur yang salah beberapa hal bisa jadi pemicu munculnya keriput sejak dini.

Agar wajah Anda tidak cepat keriput sebaiknya hindari 6 hal berikut ini.

Cuci muka terlalu sering. Mencuci muka memang bagian dari perawatan wajah tapi jangan dilakukan terlalu sering dan bersemangat menggosok kulit wajah Anda. Sebab telalu sering cuci muka bisa menghilangkan kelembaban kulit. Lakukanlah cuci muka seperlunya saja, walaupun terasa kering wajah ini karena cuaca ekstrim saat ini.

Merokok. Seorang perokok baik perokok ringan atau pun berat, lebih cepat muncul kerutan yang bermula di ujung mata lalu akan menyebar ke dahi dan di sekitar pipi. Jadi tidak perlu terburu-buru memutuskan berhenti merokok, yang wajar saja. Walaupun dihimpit beban berat setiap harinya dengan urusan yang tak kunjung surut, merokok bagi sebagian orang bisa melonggarkan saraf-saraf yang lagi stress, tapi kalo tak mau beresiko keriput di usia muda, sebaiknya kurangi sedikit merokok saat stress.

Bobot badan. Jika tidak ingin cepat keriput sebaiknya Anda mulai menjaga bobot badan. Sebab orang gemuk cenderung kulitnya berlipat-lipat dan mudah keriput. Kalau yang sudah terlanjur berbadan besar, tak ada salahnya mulai mengikuti diet ketat. Batasi asupan makanan siap saji, tahan hasrat Anda saat jalan-jalan ke mall dan mampir di food corner.

Banyak cemberut. Jika Anda termasuk orang yang serius cobalah untuk sering tersenyum. Menurut penelitian, pengerutan muka akan cepat terjadi pada orang yang suka cemberut. Terapi yang paling mudah agar tak sering cemberut adalah berkunjung ke kompasiana, klik kategori humor, di sana akan tersaji ratusan tulisan yang akan cukup membuat Anda tersenyum. Apalagi senyum itu ibadah.

Kurang Asupan Gizi. Keriput memang tidak ada obatnya, kalau dipaksakan dengan operasi hasilnya akan membawa dampak yang kurang baik untuk kulit wajah Anda dan biayanya pun mahal. Tetapi hal ini bisa Anda cegah dengan mengkonsumsi makanan bergizi.

Paparan Sinar Matahari. Menghindari sinar matahari secara langsung ke wajah bisa mengurangi dampak keriput akibat faktor eksternal, bisa dengan kacamata hitam tetapi Anda jangan asal pilih kaca mata. Jika Anda memilih kacamata yang bisa menyerap panas, justru mempercepat munculnya keriput.

Jadi Anda bisa memulai untuk memperbaiki penampilan Anda dengan menghindari kebiasaan buruk seperti di atas, dan masalah lelaki atau perempuan yang mudah keriput bergantung 6 hal di atas. Kalau ada riset lain tentang keriput, tentu bisa melengkapi ulasan ini.

Daya Ingat Sang Pelupa


Sudah tiga minggu ini, dari pagi ampe petang kami ngga makan, ngga minum, ngga ngopi, ngga ngerokok, ngga ngebakso, ngga ngomongin orang, ngga ngusilin orang, ternyata enak juga rasanya. Muba kelihatan lebih bercahaya wajahnya, lebih ringan badannya dan lebih longgar celananya.
Tapi kok sepertinya Muba sedang kehilangan sesuatu, mondar-mandir di teras musholla.
Megu : Kamu sedang cari apaan Muba???
Muba : Saya sedang mengingat-ingat sesuatu, kok susah banget ya. Apa sih yang saya lupain???
Megu : Coba deh kamu duduk bersila, ambil napas dalam-dalam, pasti deh inget.
Muba pun mengikuti saran Megu, duduk bersila dan mengambil napas dalam-dalam.
Muba : Waaah, saya inget sekarang.
Megu : Nah, betul kan, kamu sekarang sudah inget.
Muba : Saya inget sekarang. Ternyata saya itu orang yang paling pelupa rupanya.
Megu : ????? (garuk-garuk kepala botaknya yang tak gatal)
Megu pun langsung meninggalkan Muba yang sudah inget kalo dirinya seorang pelupa. Dasar pikun generik, parah banget, ternyata pelupa itu penyakit menular di negeri ini. Lupa, lupa, lupa. Pidato, pidato, pidato. Lupa, lupa, lupa.
Saat hendak membuka pintu pagar musholla, Muba berteriak, “Titip surat buat Pesinden, yaaaaa”. Dasar Muba, presiden pun dikira pesinden.