Wednesday, February 8, 2012

Bidadari Turun Dari Angkot

“Stop pinggir, bang”
Daniel hanya tertegun saja, lidahnya kelu dan bibirnya rapat saat gadis itu turun.
Setengah jam yang lalu, Daniel menunggu angkot di depan Bank Mandiri, dan saat angkot jurusan Kampung Melayu berhenti di depannya, Daniel pun naik. Di kursi depan di samping pak sopir tampak seorang gadis sedang asyik dengan ponsel putihnya. Manis sekali.
Daniel melongok nama gang tempat gadis itu turun. Jl. Buncit 7.
** **
Jam 17.05. Daniel merapikan mejanya. Tugas-tugasnya memang sudah selesai semua. Daniel pun bergegas pulang dan bertemu Ibra di parkiran motor.
“Gue bonceng yuk, Dan?”
Ibra nawarin Daniel yang dibalas dengan geleng saja. Agak heran juga Ibra lihat perubahan kelakuan Daniel. Biasanya dia paling semangat kalo diajak boncengan, maklum ngirit ongkos katanya.
Selang 10 menit berdiri di depan Bank Mandiri, angkot yang dinanti-nanti pun tiba. Dan gadis itu terlihat duduk di depan. Daniel sengaja duduk di belakang supir agar bisa mengamati lebih jelas wajahnya. Manis dan imut, tapi muram saja. Tak memegang ponsel putihnya dan tak memakai seragam pula.
** **
“Dan...... mie gorengnya sudah siap di meja makan nih. Bibi mau ke warung, Dan”
Pengurus kost terdengar memberitahu dari balik pintu. Tak lama dibukanya pintu dan dilihatnya ibu kost sedang duduk di ruang tengah.
“Ini, bi. Sewa plus uang makan dua bulan kemarin”.
Ibu kost menerima dengan senyum hangatnya.
“Maaf ya, bi. Agak telat. Maklum banyak kebutuhan mendadak akhir-akhir ini”
“Ngga apa-apa, Dan. Bibi ngerti kok. Yang penting Dan sehat dan tak banyak dapat masalah, itu sudah lebih dari cukup”
** **
Puji Tuhan, angkot yang aku nantikan tiba, dan gadis itu tak duduk di depan tapi di belakang. Aku pun mengambil posisi duduk di hadapannya. Melihat aku duduk dengan gugup dan kikuk dia hanya senyum saja. Aku balas senyum manisnya itu.
“Hai, boleh kenal ngga ya?”
“Ngga boleh !!! ...... Eeeh..... boleh kok, canda aja..... Levi”.
“Aku Daniel. Biasanya kamu turun di Buncit 7 khan?”
“Eh, eh, eh. Ada detektif rupanya ya..... Betul mas, aku tinggal di Buncit 7 rumah nomor 49”
“Aku tinggal di Otista Gg. Studio Film RT 02 RW 011 No. 115B Kampung Makassar Jakarta Timur. Indonesia. Di samping kedai pulsa”
“Ngga nanya tuh, hihihihi...........”
Sampai di kost Daniel begitu ceria, sampai-sampai tak melihat kalau ada ibu kost di ruang tengah sedang nonton Aliya, sinetron favoritnya.
“Ada yang habis ketemu bidadari kayaknya, ya?”
“Eeeh, bibi. Tahu ajaaa...... aku habis ketemu bidadari turun dari angkot, bukan dari langit, bi”
** **
Menyebalkan harus masuk di hari Minggu begini, mana pengen nonton film di Pejaten lagi. Terpaksa ditunda. Jam tiga pekerjaan kelar semua. Majalah dan buku siap dikirim ke pemesan. Aku lihat jam, kayaknya telat ngejar film yang jam 4. Pulang aja deh.
Angkot yang Daniel tunggu lalu saja karena sudah penuh. Hey..... di bagian kursi belakang tampak gadis itu dan di pangkuannya ada bocah kecil kira-kira umur 4 tahun.
Apakah......???? Levi......???
Entahlah, Daniel agak  bingung dan patah hati sepertinya. Apakah itu anaknya? Dan kenapa wajah gadis itu begitu suram dan sedih? Daniel mencoba-coba mengingat nomor rumah gadis itu.
** **
“Stop pinggir, bang”
Teriak Daniel lantang ketika angkot tiba di Buncit 7. Setelah membayar, Daniel menyusuri rumah demi rumah mencari nomor 49.
Nah, ini sepertinya rumah yang dicari. Asri dan nyaman tampaknya.
“Hei.... Daniel, apa kabar? Silahkan masuk”
Hanya dua kali ketuk pintu sudah dibuka, dan gadis itu sudah muncul dari balik pintu bersama bocah kecil itu.
“Bukan papa, ma...... Om siapa, ya?”
Uuuh, dia panggil gadis itu mama. Levi hanya senyum saja dan aku canggung dibuatnya. Levi menjelaskan kepada bocah itu bahwa Daniel adalah kawannya.
“Silahkan duduk”
Rasa-rasanya cepat sekali Levi berubah. Tadi begitu murung dan galau. Sekarang begitu ceria dan segar. Levi kembali dengan gelas dan sebotol air dingin. Si bocah mengikuti terus ke mana Levi pergi dan duduk di pangkuan Levi.
“Silahkan diminum”
Tak lama pintu diketuk. Si bocah langsung berlari dengan gesitnya. Dibukanya pintu dan berteriak kencang.
“Papaaaa.....”
Dipeluknya erat lelaki yang dipanggilnya papa. Oalaaah, Gusti...... Bergemuruh tak jelas jantung ini. Agak pening kepala Daniel.
“Eeeh, Ryan, jagoan papa...... Bunda mana?”
“Di dalam, pa”
Lelaki itu masuk dan senyum kepada Daniel. Tak lama dari ruang tengah muncul seseorang. Dan....... ow, ow, ow, ada apa ini...... Siapakah dia? Daniel makin bingung.
“Kita pulang ya?”
Kata lelaki itu kepada wanita berwajah muram yang baru muncul dari ruang tengah. Si wanita mengangguk.
“Kami pulang dulu mama Levi. Besok Ryan kemari lagi kok”
Begitu kata bocah kecil kepada Levi. Hanya anggukan saja jawaban dari Levi sambil tersenyum. Ya, ya, ya....... Daniel mulai mengerti ketika senyum itu muncul dari bibir Levi. Senyum bidadari turun dari angkot.
“Kakak pulang dulu, Levi. Ayo Ryan, bunda gendong”
Gadis berwajah muram, lelaki tadi dan Ryan pun pulang. Aku kembali tersenyum dalam hati, pelan tapi pasti jantung ini mulai berdetak normal. Detak bahagia. Air putih yang aku minum begitu segarnya, sesegar hari-hari berikutnya yang akan aku lalui.
** **
“Stop pinggir, bang”
Daniel dan Levi berteriak serempak dan turun dari angkot, tepat di depan Pejaten Square. Kini bidadari itu tak lagi sendiri saat turun dari angkot.
** **