Thursday, July 21, 2011

menuai badai : ide yang hilang

bermula saat siang menjelang
baru aku sadar ada yang hilang
kucari cari tak kunjung datang

adalah jiwa yang tak lagi tenang
pada gundah tatapan elang

wahai siang
tuntukkan padaku dimana dia gerangan

wahai petang
beri aku kabar pada ilalang
agar segera datang dia yang ku kenang

dan malam menjelang
tak jua dia datang memberi salam

aku hanya pasrah
pada dia yang seharian
telah hilang

(tersungkur di sudut kamar, mencari ide yang seharian hilang)

SIAPA MENABUR ANGIN AKAN MENUAI BADAI

Saya tak hendak menguraikan panjang lebar mengenai buku ini, hanya ingin menelusuri proses terciptanya, mulai dari lembaran-lembaran kliping, buku-buku, arsip yang sudah lusuh berserakan, hingga menjadi buku tebal dengan hardcover dominan hitam kelam.



Demikian petikan dua alinea pembuka pada PRAKATA yang ditulis oleh Soegiarso Soerojo dalam bukunya yang berjudul “SIAPA MENABUR ANGIN AKAN MENUAI BADAI”.



Konon saat buku ini dicetak, datang sejumlah orang dan mengambil dan membawa semua buku yang ada di percetakan, alhasil tak banyak buku yang sudah tersebar keluar, kecuali ada cetak ulang sesudahnya. Dan kata saudara saya, ada seseorang yang menyimpan buku ini sebanyak tiga buah, ada yang berani membeli sekitar 2 juta rupiah (jumlah yang teramat besar saat itu).


buku dicetak black and white



Ternyata buku yang saya baca ini bukan dibuat seperti penulisan buku yang sering dilakukan, ambil beberapa literatur, comot sana comot sini, bikin draft beberapa kali, empat hari kelar, dan dengan sekali pencet tombol saja langsung jadi, tinggal diperbanyak.

Mengenai isi buku ini, saya hanya berpatokan pada dua alinea dalam PRAKATA yang ditulis di atas.