Friday, August 26, 2011

Tidurmu Pribadimu




Bagaimana posisi Anda saat tidur? Sebuah survey di Inggris (2008) menyelidiki 1000 orang dan menunjukkan adanya hubungan antara gaya tidur dengan kepribadian manusia.

Berikut adalah penjelasan beberapa gaya yang disurvey.

Gaya meringkuk. Ini adalah posisi paling umum terutama di antara para wanita. Mereka yang tidur dengan posisi ini dikenal berkepribadian tangguh tapi tetap peka terhadap sekitar. Mereka mungkin terlihat pemalu tapi mudah akrab. Sedikit pria bergaya seperti ini.

Gaya menyampingJika Anda tidur menyamping dengan kedua tangan di samping tubuh, Anda adalah orang yang pandai bergaul, mudah mempercayai orang, bahkan kadang mudah ditipu. Sekitar 15% orang (kebanyakan wanita) tidur dengan gaya ini.

Gaya pendoa. Sepertiga orang tidur menyamping dengan kedua tangan diletakkan di depan tubuh. Mereka dikenal berpikiran terbuka namun agak sinis, pencuriga dan keras kepala dalam pengambilan keputusan.

Gaya prajurit. Orang yang tidur dengan gaya ini tidur terlentang dengan lengan rapat di samping tubuh. Mereka disebut bersifat pendiam, tertutup dan menetapkan standard tinggi untuk diri dan rekan-rekannya. Mereka juga lebih sering mendengkur, yang membuat mereka mendapat tidur berkualitas lebih sedikit.

Gaya terjun bebas. Sebagian kecil orang tidur tengkurap, dengan bagian perut di bawah dan lengan di bawah atau memeluk bantal. Sedangkan kepala akan menghadap ke salah satu sisi. Orang dengan posisi tidur ini dikenal blak-blakan, supel dan tidak suka dikritik.

Gaya bintang laut. Jenis gaya tidur yang terakhir adalah terlentang, dengan tangan di dekat kepala. Mereka dengan gaya tidur ini biasanya adalah pendengar yang baik, suka menolong dan tidak nyaman menjadi pusat perhatian. Mereka juga sering mendengkur dan kurang mendapat tidur berkualitas.

Gaya belut (sering berubah gaya). Orang dengan model tidur seperti ini biasanya tak pernah nyaman dengan hidupnya, selalu was-was, terlalu banyak pikiran, menganggap semua hal adalah tanggung jawabnya. Orang ini bukan tak punya pendirian, tetapi justru orang yang teguh dan penuh prinsip, dan tidurnya pun tak berkualitas.

Jadi, apa gaya tidur Anda? Atau punya gaya lainnya? Kalau ternyata gaya tidur tak berbading lurus dengan pribadi Anda, maka harus dilakukan riset ulang sesuai kondisi wilayah masing-masing, biar up to date.

Selamat tidur nyenyak malam ini, lalu bangun jam 2, banyak ibadah atau aktifitas lainnya yang bermanfaat, menanti malam seribu bulan.

Anak Play Group Belajar Nulis di Kompasiana




Bu Bintang begitu heran melihat Makki anaknya sedang asyik main laptop, sepertinya sedang menulis sesuatu di sebuah blog ternama nih.

Sambil membawakan botol susunya, bu Bintang duduk di samping Makki, dan melihat apa yang sedang ditulis di laptop papinya yang sedang shalat.

“Sedang apa nak??”, tanya bu Bintang.

Makki menoleh dengan senyum lucunya,”Lagi belajar nulis mami, lihat nih, bagus deh”.

Walaupun agak heran dengan apa yang tertulis di laptop, bu Bintang bertanya lagi, “Nulis apa itu sayang??”.
Jawab Makki ringan, “Ngga tahu mami, soalnya belum diajarin baca sama bu Guru”.

Wednesday, August 24, 2011

Nenek Moyangku dari Tanjung Kalian, Muntok - Bangka

Mercusuar yang merupakan salah satu saksi bisu dari sejarah maa lalu ini dibangun pada tahun 1862, dengan tinggi 56 meter oleh Belanda dengan arsitektur bergaya Inggris dan masih berdiri dengan kokoh hingga sekarang.


Pada saat itu mercusuar ini digunakan untuk memandu kapal-kapal Belanda yang akan masuk ke Pulau Bangka. Hingga saat ini mercusuar ini masih berfungsi dengan baik dan dapat memancarkan cahaya lampu sejauh 25 mil untuk memandu kapal-kapal yang keluar masuk selat Bangka.

Sebuah bangkai kapal tua Van Der Parra yang tenggelam karena dihujani bom oleh Jepang masih terkapar di tepi pantai, dan dikubur disini selama-lamanya. Selain bangkai kapal VDP ada beberapa buah bangkai kapal lain yang terdampar di pantai Tanjung Kalian ini sebagai saksi sejarah. Di sini juga dibangun sebuah monumen Perang Dunia II pada 2 maret 1993 tak jauh dari mercusuar. Monumen ini untuk mengingatkan kembali korban perang dunia II, dan tenggelamnya sebuah kapal perang sekutu di Selat Bangka tahun 1942.


Monumen itu bertuliskan: 8th Australian division, 2nd Australian Imperial Force. THIS MEMORIAL HONOURS THE HEROISM AND SACRIFICE OF MEMBER OF THE AUSTRALIAN OF ARMY NURSING SERVICE, WHO SERVED IN THE BANGKA AREA IN THE SEA AND WORLD WAR DURING THE YEARS 1942-1945. LOST AT SEA OFF BANGKA ISLAND WHEN SS VYNER BROOKE WAS BOMBED AND SUNK BY JAPANESE AIR CRAFT ON 14 FEBRUARY, 1942. SHOT AND KILLED ON RAJI BEACH BY JAPANESE SOLDIERS ON FEBRUARY, 1942.

Monumen Perang Dunia II itu khusus dibangun untuk mengenang kembali peristiwa Kapal SS Vyner Brooke yang dibom dan tenggelam di Laut Muntok. Para korban yang meninggal pada saat pengeboman berjumlah 12 orang di antaranya adalah :
Od Paschke
Mhm Dorsch
Cm Ennis
K. Kinsella
Gh Mcdonald
Ij Rsusel,
Mschuman
Am Trenerry
Mm Witton
Fritz Bakkaru

Untold Story in Tanjung Kalian, 1872

Senin pagi yang cerah, Hans sudah rapi dan siap berangkat kerja. Setelah memakai topi putihnya, naiklah ia ke atas kuda keluar pagar dan dihela dengan santai saja. Dua orang pembantunya mengiringi berjalan di belakang.
Melewati sebuah rumah tembok bercat putih menyala, Hans menoleh pada seorang gadis yang sedang menyiram kembang. Dia mendongak dan tersenyum sopan, Hans membalas dengan mengangguk dan terus berkuda menuju semenanjung desa.
Selasa pagi masih cerah seperti kemarin, kali ini Hans sendiri saja dan hanya menuntun kudanya berjalan menyusuri kebun demi kebun hingga sampailah ia di rumah tembok bercat putih menyala. Gadis itu sedang menyapu di luar pagar rumah dan menengok saat Hans melintas. “Putu”, begitu jawabnya singkat saat mereka mencuri waktu untuk berkenalan. Siang menjelang, Hans pun naik ke kuda dengan sigapnya menuju mercusuar tempat kerjanya, dengan wajah ceria dan hati berbunga-bunga.
Rabu siang ini Hans sampai di tempat kerja dengan membawa seikat bunga mawar merah pemberian Putu. Ditaruhnya rangkaian bunga mawar merah itu dalam pot tanah liat dan ditempatkan di pinggir jendela mercusuar. Dipandangnya bunga mawar itu seharian tiada jemu-jemunya hingga fajar menjelang. Pulanglah Hans membawa sepucuk mawar merah yang disematkan disakunya.
Karena seharian kemarin harus mengapur ulang tembok mercusuarnya, maka Kamis hari ini Hans agak siang berangkat kerja. Saat melewati rumah tembok bercat putih menyala, Putu tak tampak batang hidungnya. Hans menyusuri jalan desa dengan hati yang gundah gulana. Kata seorang pribumi mungkin ia sedang di balai afdeling, melatih nyanyi dan tari noni-noni cilik.
Jum’at hari ini mendung saja, Hans berangkat lebih pagi dan berkuda seperti biasa melewati rumah tembok bercat putih menyala. Putu sedang membersihkan bangku dan meja kayu di beranda, tertunduk saja hingga wajahnya tenggelam tak kelihatan, dan Hans pun lalu saja.

Sabtu adalah hari libur kerja bagi Hans, tapi pagi ini ia tampak berjalan kaki menyusuri jalan-jalan berdebu. Melewati rumah tembok bercat putih menyala, Hans melihat ke beranda, Putu duduk bersimpuh di hadapan wanita tua yang bertolak pinggang, mendongak Putu sebentar, lalu masuk ke samping rumah langsung menutup pintu. Hans berhenti sejenak di muka pagar besi, selang 10 menit ia melangkah pergi, surat yang dipegangnya erat sejak tadi dihempaskan ke tepi jalan berdebu.


Minggu di pagi buta, Hans duduk-duduk saja di tepi pantai sambil memandangi mercusuar dari kejauhan, pakaiannya basah sudah tersapu ombak. Di tangannya tergenggam seikat bunga mawar yang sudah layu. Dilemparkannya karangan bunga itu ke alunan ombak yang bergulung sangat cepat kembali ke tengah lautan lepas.
Hanyutlah ke tengah samudra, seikat bunga mawar layu yang telah diselipkan sepucuk surat coklat muda, tertulis di dalamnya sebaris kalimat, Terima kasih sudah pernah menyapa jiwaku, walaupun kini hatimu luka, andai aku punya obatnya, tak lagi mau aku pada ribuan sapa.
Beberapa saat pantai menjadi senyap, tak ada kepak camar, tak ada angin berhembus, nyiur pun enggan bergoyang, kaku berdiri diam seperti bangau. Setelah itu hanya gemuruh saja yang terdengar memenuhi angkasa, gemuruh dan gemuruh tiada hentinya. Tiga jam kemudian sunyi kembali melingkupi pagi, hanya menyisakan puing-puing dan tubuh-tubuh bergelimpangan, serta seikat mawar di tengah padang. Hari ke hari, bulan ke bulan, tahun ke tahun, hingga abad pun berganti, tiada lagi terdengar senandung saling sapa, tanpa gadis duduk di beranda, tanpa amtenar berkuda yang menyusuri jalan-jalan bata.


Minggu pagi dua bulan silam, tsunami menyapu seisi desa, yang tinggal hanyalah mercusuar renta termakan usia, berdiri tegar menyongsong senja. Di pinggir mercusuar yang sepi, terlihat seorang lelaki menggendong bocah kecil berdiri diam dalam doa di depan sebuah makam tua yang kotor karena tsunami.

Terpahat sebuah nama HANSEN THEODORE FRITZGERALD BAKKARU IV 1847-1872, penjaga suar yang mati muda membawa cintanya hingga ke dalam kubur.

Setiap Mudik, Rumah Jadi Incaran Maling


Acara mudik memang sudah menjadi agenda rutin bagi kaum urban di ibukota. Tujuan utamanya adalah sungkem dan bersimpuh di hadapan orangtua, bersilaturahmi dengan saudara di kampung, dan pelepas rindu suasana yang berbeda dengan di ibukota.

Walau ada juga terselip keinginan untuk pamer, toh bagi saya itu manusiawi. Soalnya saya juga suka pamer kalo pulang kampung. Tapi jadi kebingungan saat ditanya oleh-oleh dari Jakarta. Biar aman, saya selalu sedia uang pecahan baru yang bisa dibagi-bagi (mudah-mudahan uang barunya pecahan 3000-an, jangan 200.000-an).

Nah, saat meninggalkan rumah untuk mudik inilah yang kadang menjadi problem tersendiri. Di beberapa tempat kadang kalau penghuninya mudik, maka saat itulah para pencuri mulai beraksi.

Saya dulu sering dimintai untuk menjaga dan merawat rumah tetangga yang sedang mudik, karena saya mungkin dianggap dapat dipercaya kali ya?? Tapi kalo buat menghadapi maling??? Saya mengajak teman agar tak sepi dan berani saat malam tiba.

Kalo tak ada yang menjaga rumah saat mudik??? Sebaiknya rumah dikunci dengan rapat dan dipasangin jebakan tradisional (pasangin panci, penggorengan, piring kaleng, atau apa aja di pintu dan jendela. Kalau ada yg berani usil akan menimbulkan bunyi yang ramai).

Bisa juga titip tengok ke tetangga yg tidak mudik. Minta tolong sedikit menengok ke rumah kalau ada apa-apa yang aneh mungkin bisa dilaporin. Kalau ada satpam atau keamanan juga bisa minta tolong ke mereka.

Selamat mudik lebaran, semoga selamat dan sehat selalu saat tiba di kampung halaman tercinta.

Catatan : Mohon tidak membawa terlalu banyak saudara saat kembali ke ibukota, satu atau dua sih ngga apa-apa.

Toilet Khusus Mertua Pikun


Megu tampak kelelahan sepulang dari stasiun Jatinegara, menjemput para saudara dan mertuanya yang sudah pikun. Rencananya mereka ingin berlebaran di Jakarta tahun ini, mau ikutan open house ke Cikeas. Belum sempat Megu duduk di ruang tamu, si mertua pikun bilang mau pipis. Megu menunjuk ke arah dapur. Pergilah si mertua pikun ke arah dapur untuk buang air kecil.

“Wiiih, hebat menantu saya ini, punya toilet yang super canggih, pas pintunya dibuka eh lampunya menyala, pas ditutup eh lampunya mati”, kata mertua pikun setelah selesai buang hajatnya.

Megu terbelalak kaget, langsung berlari ke dapur, lalu berteriak, “Bibiiiii, tolong ke mari cepat, bersihin kulkas ini, lalu jual ke tukang loak”.

Uang Benggol dan Mesin Waktu


Seorang lelaki berjalan tak tentu arah dengan sedikit rasa putus asa. Kondisi ekonomi keluarganya begitu terpuruknya, apalagi lebaran makin mendekat. Saat menyusuri jalanan di bawah bypass, matanya melihat kilauan di bawah kakinya.

Ia membungkuk dan menggerutu kecewa. “Uh, hanya sekeping uang benggol karatan saja”.

Meskipun begitu ia pun membawa uang benggol itu ke bank terdekat. “Sebaiknya benggol ini dibawa ke kolektor uang kuno, Pak Adji”, kata teller itu memberi saran.

Lelaki itu pun membawa benggolnya ke seorang kolektor mata uang di pinggir Jl. Pemuda. Beruntung sekali, uang benggolnya dihargai 30 ribu. Lelaki itu begitu senangnya dan langsung berjalan pulang.

Saat melewati lapak kayu bekas, dilihatnya beberapa potong kayu yang dijual murah. Dia pun membeli kayu seharga 30 ribu untuk membuat rak piring idaman istrinya. Dia memanggul kayu tersebut dan beranjak pulang.

Di tengah perjalanan dia melewati kios pengrajin meja kursi ukir. Mata pemilik kios tertuju pada kayu bermutu yg dipanggul lelaki itu.

Dia menawarkan sebuah lemari seharga 100 ribu utk ditukarkan dengan kayu itu. Setelah setuju, dia meminjam gerobak untuk membawa pulang lemari itu.

Di tengah perjalanan dia melewati komplek perumahan. Seorang wanita melihat lemari yang indah itu dan menawarnya 200 ribu.

Lelaki itu ragu-ragu dan ingin mendapat tawaran lebih. Si wanita menaikkan tawarannya menjadi 300 ribu. Lelaki itu pun setuju dan mengembalikan gerobaknya ke kios pengrajin.

Saat sampai di ujung jalan kampung, dia ingin memastikan uangnya. Ia merogoh sakunya dan melihat tiga lembar uangnya. Tiba-tiba dari arah belakang dua orang begal turun dari motor, mengacungkan belati, merampas uang itu, lalu kabur.

Istrinya kebetulan tak jauh dari situ, melihat dan berlari mendekati suaminya seraya bertanya, “Apa yang terjadi? Engkau baik-baik saja kan? Apa yang diambil oleh perampok tadi?”

Lelaki itu mengangkat bahunya dan berkata, “Oh, bukan apa-apa. Hanya sekeping uang benggol yang kutemukan tadi pagi”.

Apa yang terjadi jika lelaki itu:

(1) tak mengambil uang gobang itu dan langsung pulang ke rumah?
(2) setelah mendapat uang 30 ribu dari kolektor langsung pulang kerumah?
(3) dari lapak kayu bekas langsung pulang ke rumah?
(4) membawa lemari itu langsung ke rumah?
(5) setelah mendapat uang 300 ribu, tak perlu memeriksa lagi uangnya, langsung pulang ke rumah?

Mungkin kejadiannya akan berbeda-beda setelah sampai di rumah. Sekali kita memutuskan apa yang akan kita perbuat maka waktu tak akan lagi bisa surut ke belakang, karena waktu bukan mesin yang bisa seenaknya diputar maju ke masa depan atau mundur ke masa lalu. Tak ada yang namanya mesin waktu, atau adakah???

Silahkan memilih, karena hidup harus memilih, dan tak memilih pun (diam saja, statis) adalah salah satu pilihan juga. Dan sang waktu akan terus berdetak, berputar, tanpa mengenal lelah, tanpa keluh kesah, menggilas apapun yang dilewatinya, baik yang diam ataupun yang selalu aktif berjalan.

Lelaki atau Perempuan yang Lebih Mudah Keriput ???


Anda semua, baik lelaki atau perempuan tentu ingin mempunyai wajah yang tidak mudah keriput terlebih yang sudah melewati usia 30 tahun. Selain posisi tidur yang salah beberapa hal bisa jadi pemicu munculnya keriput sejak dini.

Agar wajah Anda tidak cepat keriput sebaiknya hindari 6 hal berikut ini.

Cuci muka terlalu sering. Mencuci muka memang bagian dari perawatan wajah tapi jangan dilakukan terlalu sering dan bersemangat menggosok kulit wajah Anda. Sebab telalu sering cuci muka bisa menghilangkan kelembaban kulit. Lakukanlah cuci muka seperlunya saja, walaupun terasa kering wajah ini karena cuaca ekstrim saat ini.

Merokok. Seorang perokok baik perokok ringan atau pun berat, lebih cepat muncul kerutan yang bermula di ujung mata lalu akan menyebar ke dahi dan di sekitar pipi. Jadi tidak perlu terburu-buru memutuskan berhenti merokok, yang wajar saja. Walaupun dihimpit beban berat setiap harinya dengan urusan yang tak kunjung surut, merokok bagi sebagian orang bisa melonggarkan saraf-saraf yang lagi stress, tapi kalo tak mau beresiko keriput di usia muda, sebaiknya kurangi sedikit merokok saat stress.

Bobot badan. Jika tidak ingin cepat keriput sebaiknya Anda mulai menjaga bobot badan. Sebab orang gemuk cenderung kulitnya berlipat-lipat dan mudah keriput. Kalau yang sudah terlanjur berbadan besar, tak ada salahnya mulai mengikuti diet ketat. Batasi asupan makanan siap saji, tahan hasrat Anda saat jalan-jalan ke mall dan mampir di food corner.

Banyak cemberut. Jika Anda termasuk orang yang serius cobalah untuk sering tersenyum. Menurut penelitian, pengerutan muka akan cepat terjadi pada orang yang suka cemberut. Terapi yang paling mudah agar tak sering cemberut adalah berkunjung ke kompasiana, klik kategori humor, di sana akan tersaji ratusan tulisan yang akan cukup membuat Anda tersenyum. Apalagi senyum itu ibadah.

Kurang Asupan Gizi. Keriput memang tidak ada obatnya, kalau dipaksakan dengan operasi hasilnya akan membawa dampak yang kurang baik untuk kulit wajah Anda dan biayanya pun mahal. Tetapi hal ini bisa Anda cegah dengan mengkonsumsi makanan bergizi.

Paparan Sinar Matahari. Menghindari sinar matahari secara langsung ke wajah bisa mengurangi dampak keriput akibat faktor eksternal, bisa dengan kacamata hitam tetapi Anda jangan asal pilih kaca mata. Jika Anda memilih kacamata yang bisa menyerap panas, justru mempercepat munculnya keriput.

Jadi Anda bisa memulai untuk memperbaiki penampilan Anda dengan menghindari kebiasaan buruk seperti di atas, dan masalah lelaki atau perempuan yang mudah keriput bergantung 6 hal di atas. Kalau ada riset lain tentang keriput, tentu bisa melengkapi ulasan ini.

Daya Ingat Sang Pelupa


Sudah tiga minggu ini, dari pagi ampe petang kami ngga makan, ngga minum, ngga ngopi, ngga ngerokok, ngga ngebakso, ngga ngomongin orang, ngga ngusilin orang, ternyata enak juga rasanya. Muba kelihatan lebih bercahaya wajahnya, lebih ringan badannya dan lebih longgar celananya.
Tapi kok sepertinya Muba sedang kehilangan sesuatu, mondar-mandir di teras musholla.
Megu : Kamu sedang cari apaan Muba???
Muba : Saya sedang mengingat-ingat sesuatu, kok susah banget ya. Apa sih yang saya lupain???
Megu : Coba deh kamu duduk bersila, ambil napas dalam-dalam, pasti deh inget.
Muba pun mengikuti saran Megu, duduk bersila dan mengambil napas dalam-dalam.
Muba : Waaah, saya inget sekarang.
Megu : Nah, betul kan, kamu sekarang sudah inget.
Muba : Saya inget sekarang. Ternyata saya itu orang yang paling pelupa rupanya.
Megu : ????? (garuk-garuk kepala botaknya yang tak gatal)
Megu pun langsung meninggalkan Muba yang sudah inget kalo dirinya seorang pelupa. Dasar pikun generik, parah banget, ternyata pelupa itu penyakit menular di negeri ini. Lupa, lupa, lupa. Pidato, pidato, pidato. Lupa, lupa, lupa.
Saat hendak membuka pintu pagar musholla, Muba berteriak, “Titip surat buat Pesinden, yaaaaa”. Dasar Muba, presiden pun dikira pesinden.

Monday, August 22, 2011

Singgah di Negeri Para Pelacur


Genap sudah satu putaran galaksi lamanya planet bumi ini dihuni dan ditinggali, saatnya dikirimkan utusan dari langit untuk berkelana dari satu negeri ke negeri lainnya. Dipilihlah setitik nur abadi dan dibentuk menjadi seorang pengembara berperawakan tinggi tegap, tetapi tak bisa melihat, tak bisa mendengar dan tak bisa bicara, sehingga diberinya tunggangan kuda sembrani putih bercahaya yang serba bisa. Untuk menemani selama perjalanannya, diajaklah sembilan orang terpilih yang nantinya akan diturunkan di tiap-tiap negeri yang disinggahi.

Pada saatnya tiba, melesatlah mereka turun ke bumi persada dengan diiringi dentuman besar yang memenuhi seantero jagat raya. Terang benderang sudah atap langit, menebarkan debu dingin dan kehampaan. Jejak lintasannya bagai pelangi di tepi danau.

Sang Pengelana dan Sembilan Penunggang Kuda Hitam mendarat di suatu negeri antah berantah. Keadaan negeri ini begitu indahnya, hijau royo-royo, kaya makmur, gemah ripah loh jinawi, rakyatnya sejahtera, pemimpinnya adil, tak ada polusi, tak ada kejahatan, mereka hidup damai turun temurun. Hanya satu hal tak ada di negeri ini, sandaran vertikal pada Sang Kuasa, mereka lebih nyaman dengan kehidupan harmonis dengan sesama makhluk dan alam raya. Sang Pengelana menunjuk satu orang untuk menetap di sini, seorang berbadan pendek, berwajah rusak, tubuh penuh luka, penyakit dan perangai yang buruk, tapi berjiwa luhur penuh kearifan budi. Setelah itu Sang Pengelana dan pengiringnya melanjutkan perjalanan.

Sampailah mereka di negeri yang gersang, tandus, panas menyengat, tak banyak pohon tumbuh, rakyatnya tinggal di rumah-rumah batu, pemimpinnya keras, gemar berperang. Dua orang diminta menetap di sini oleh Sang Pengelana, satu orang yang pandai berbahasa dan berbadan rupawan, satu orang lainnya penguasa segala ilmu alam, tanaman dan hewan. Setelah memberi salam pada sang pemimpin, pengelana pun melanjutkan perjalanan.

Di tengah perjalanan Sang Pengelana berhenti di suatu rimba maha luas dan membuat tenda untuk istirahat. Tak lama mereka istirahat, ramai orang singgah juga sehingga meruah orang membuat tempat istirahat dari yang sederhana hingga yang bak istana. Merasa cukup istirahat, Sang Pengelana melanjutkan perjalanan, dua orang pengiringnya yang pandai membuat senjata dan gemar menyanyi menari, meminta tetap tinggal di situ, sisanya ikut Sang Pengelana.

Persinggahan berikutnya adalah sebuah negeri yang miskin, pemimpinnya pemalas, pejabatnya pandir dan lugu, rakyatnya hidup menderita, alam pun tak bersahabat, tanahnya tak bisa ditanami. Hanya satu andalan negeri ini, seorang peramal renta yang selalu mendongengkan masa depan yang gilang gemilang penuh harapan. Sang Pengelana hanya melewati negeri ini, dan ditunjuk tiga orang pengiringnya untuk tetap tinggal di negeri ini. Pengiring yang satu pandai melukis alam, yang lainnya pandai sihir, dan yang ketiga bengis dan sadis perangainya.

Selama perjalanan menuju negeri terakhir, Sang Pengelana ditemani seorang pengiring yang selalu saja bercerita tentang semua negeri yang disinggahinya. Tak ada lelahnya ia berceloteh, pun saat tertidur di atas kudanya. Kadang sambil berjalan ia sempatkan menuliskan semua negeri yang dilalui dalam lembar-lembar ilalang yang tumbuh lebat di tengah padang.

Negeri terakhir yang disinggahi cukup bersahabat sepertinya. Penduduknya ramah, para pejabatnya hidup berkecukupan dan bermewah ria, pemimpinnya berwibawa, banyak gedung pencakar langit dibangun di tengah kota, kendaraan super canggih berseliweran, rumah-rumah ibadah didirikan di tiap sudut kota. Sepertinya tempat yang bagus untuk menetap bagi Sang Pengelana.

Tapi apa nyana apa mau dikata, baru sehari tinggal di sana, sudah terlihat tabiat asli penduduk negeri ini, tiap saat ada saja rakyatnya yang saling caci maki, saling tuduh, saling curiga, semua pejabatnya begitu korup dan gila harta, aturan begitu banyak dibuat, di tempel di setiap dinding-dinding gedung tinggi, entah untuk siapa, entah apakah dibaca atau dicerna.

Di negeri ini tak ada tempat bagi kebenaran, siapa berani jujur maka silahkan masuk dalam kubur, tak ada ruang untuk orang beriman dan tak ada jabatan bagi orang berhati lurus, agama hanyalah sebagai hiasan dan pakaian pemanis rupa, pemimpinnya asyik masyuk saja di istana megah dipenuhi para punggawa bermuka seribu. Mereka semua melacurkan diri pada nafsu, harta dan jabatan. Sungguh negeri para pelacur dan bersiaplah untuk hancur, kata sang pengiring sesuai nubuat Sang Pengelana.

Dipanggilnya semua pengiring Sang Pengelana ke negeri ini, rasanya tak cukup satu orang memperbaiki keadaan negeri para pelacur. Tiap satu pengiring memperbanyak diri menjadi sembilan orang, dan tiap satu orang yang terbentuk, memperbanyak lagi menjadi sembilan pengiring baru, begitu seterusnya, seterusnya dan seterusnya, hingga penuhlah negeri ini oleh pengiring utusan dari langit. Tapi apa lacur, negeri ini tak ada keinginan untuk menjadi negeri yang jujur dan penuh syukur, mereka lebih suka menjadi negeri para pelacur.

Akhirnya Sang Pengelana dan seluruh pengiringnya memutuskan untuk meninggalkan negeri ini, melesat kembali menuju Kerajaan Angkasa Raya, biarlah Sang Raja Langit yang menuliskan nasib negeri para pelacur dalam kitab besar yang diletakkan dalam pangkuan tahta langit. Baik dan buruknya negeri para pelacur diserahkan kepada perilaku rakyat dan pemimpinnya, mau berubah atau tidak, mereka boleh memutuskan.

Sang Pengelana kembali ke asalnya, sirna dalam cahaya ketiadaan. Dia hanya hadir dalam relung-relung hati bocah kecil yang lincah berlarian di tengah hamparan bunga aneka warna, bocah kecil yang selalu bersenandung tentang keabadian.

Thursday, August 18, 2011

Perempuan Tanpa Lubang Hitam


Setiap pencari keagungan sejati akan selalu berputus asa dalam balutan peluh meluruh tubuh, dan ketika ditanyakan mengapa, jawabnya singkat saja, “Demi lubang hitam”. Akhirnya pertanyaan lebih dalam lagi dilemparkan kepada musafir yang melintas, seorang pencerah pun hanya mampu bercerita singkat juga, “Aku bolak-balik tubuh besar seorang perempuan pemetik bintang, dia dingin angkuh berdiam saja sambil komat kamit mulutnya, payah, tidak ada lubang hitam.”

Lubang Hitam?

Yang mereka tahu lubang hitam adalah rumah mengerikan karya imajinasi maestro Steven Hawking. Yang kami tahu lubang hitam adalah rumah terakhir bagi bintang-bintang di jagat semesta tak bertepi yang selalu mengitarinya dan akan segera masuk terhisap ke dalamnya. Rumah terakhir bagi bintang-bintang yang mulai sekarat dan mati dalam pengembaraannya. Pada kepercayaan orang-orang masa silam, lubang hitam adalah tangan-tangan Sang Surya sembahan mereka yang hidup hingga kini di dalam kuil-kuil Matahari. Ribuan tahun lalu, bangsa-bangsa Mesir Kuno sudah melaksanakan ritual puasa untuk menghormati dewa mereka, para pendeta dan pembantu-pembantunya menghadapkan sujud mereka pada Matahari Maha Besar, Tuhan Agung Segala Dewa. Hanya satu bintang tersisa nantinya, Matahari Perkasa, selebihnya terhisap oleh lubang hitam.

Sang Pencerah pun terpaksa ikut menghardik perempuan besar itu untuk mencari lubang hitam miliknya. “Serahkan lubang hitammu!” Dengan sombong perempuan itu memamerkan sejumput gelap yang dijaga Sembilan Ksatria Penunggang Kuda Hitam. “Jadi benar, kau tak punya lubang hitam di jantungmu, tempat tautan hati laki-laki yang akan mengitari jantungmu untuk menyerahkan bintang terangnya kepadamu? Atau mungkin tak pernah ada Dentuman Besar di jiwamu?”

Perempuan tanpa lubang hitam itu menangis. Dia pikir selama ini lubang hitam yang dicari laki-laki adalah sejumput gelap yang dijaga Sembilan Ksatria Penunggang Kuda Hitam di tubuhnya, ternyata bukan. Sekali-kali bukan. Lubang hitam itu adalah sebentuk ketiadaan yang terlahir dari seberkas nur ketiadaan.

Lubang Hitam (The Black Hole) itu ternyata secara spirit adalah inner beauty bagaimana seseorang yang tak putus memaknai kehidupan di jagat raya, tentang semesta hati yang maha luas karena ucapan syukur yang mengalir deras tiada henti, yang ringan raga karena ikhlas atas segala daya upaya pada Sang Pencipta, tidak ada secuil pengharapan yang sifatnya nafsiah saja, hati yang merdeka dari bertebarannya aneka thoghut buatan pikiran manusia, dan kepasrahan total yang terikat kuat pada Illahi Robbi.

1313676499995054100
The Rouge Black Hole (google.com)
Lubang hitam diperuntukan bagi jiwa dan raga yang merasa merdeka pada ikatan masa lalu, ataukah masih merasa belum merdeka hingga akhir masa nanti??? Lalu ke mana dan di manakah lubang hitam itu kini berada??? Atau tak ada lubang hitam ternyata, dia hanya bersemayam di dalam kepala para pengembara kesepian saja???

Tuesday, August 16, 2011

DVD Bajakan Film Transformers Dark of The Moon


Saat mampir di rumah seorang teman, saya lihat ada setumpuk DVD film-film barat. Dan saat saya tanya beli di mana, katanya di PGC banyak tuh dan murah meriah lagi cuma 7000 perak.

Penasaran saya pinjam satu. Film Transformers.


Pas menit pertama diputar kok ada yang aneh sama gambarnya, seperti ada gambar bayangan orang melintas, mirip sedang nonton di bioskop, dan tittle sequent-nya pake huruf Cyrillic, aneh. Makin aneh lagi saat ada dialog dalam bahasa Russ, dan teks terjemahannya pake bahasa Melayu.

Wah ini rupanya yang namanya DVD bajakan. Ngga enak banget nontonnya. Saya langsung matiin dan kembalikan lagi ke yang empunya.

Terima kasih atas pinjaman DVD bajakannya. Ngga lagi-lagi dah nonton film dari DVD bajakan.

Monday, August 15, 2011

Malam Pertama, Darah Pun Tercecer di Mana-mana


Setelah sebelas tahun berpacaran, Omar dan Melinda pun memutuskan untuk melangkah ke jenjang berikutnya yang lebih serius : PERNIKAHAN. Persiapan pun dibuat untuk perhelatan akbar itu, undangan dibuat semewah mungkin, catering dari tempat ternama, ditangani EO ngetop, MC-nya Ferdi Hasan dan Tina Talisa, sewa gedung di Sudirman Plennary Hall, gaun pengantin buatan Itang Yunaz, sewa GS Fotografer, hiburan nanggap OVJ, pokoknya sudah sedia 7M buat suksesnya acara ini.

Dan pesta pun berjalan meriah dan sukses. Walaupun harus berdiri dua jam lebih, tapi Omar dan Melinda tampak bahagia. Apalagi Omar, yang sepertinya udah kebelet nahan selama ini.

Setelah selesai acara mereka pun naik ke mobil Limousin putih yang berhias pita putih, bunga mawar warna putih dan pink. Meluncur menuju Villa Mertua Indah ditemani kawan dekat dan orang tua, jaga-jaga siapa tahu pas lagi malam pertama ngga tahu caranya.

Tiba di villa, Omar dan Melinda langsung menyerbu kamar pengantin yang begitu indah menawannya, sementara teman-teman dan orangtua mereka berkumpul di ruang tengah menyimak berita Buka Shaum Bersama Nazaruddin di Mako Brimob.

Baru tiga menit mereka di dalam kamar, tiba-tiba terdengar teriakan Melinda, “ Aaauwww”, sambil berlari keluar kamar, “Mama, … Omar minta dihisaaap, tolong dooong!!!”.

Anggie, shohib karib Melinda dan orang tua mereka pun berhamburan ke kamar pengantin dan melihat Omar sedang terlentang di tempat tidur. Anggie pun terpekik terkejut, “Haduuuh, panjaaang dan besaaar!!!!”, dan dengan sigap Anggie langsung menghampiri Omar lalu menghisapnya, sruput, sruput, dan segera disemprotkan keluar, cuiih.

Syukurlah, untung racunnya belum sempat menyebar di kaki Omar. Di lantai kamar, seekor ular telah mati dengan kepala hancur dipukul oleh Omar, darahnya tercecer di mana-mana.

Sunday, August 14, 2011

Penjaraku, Kuburku


Dia akhirnya memilih tinggal di penjara kubur demi sebuah mimpi berpoligami
Dia lelah menggapai layang-layang poligami impiannya yang putus diterjang badai
Dia memang memiliki cinta yang berlimpah yang selalu bergolak tumpah
seperti sumur artesis, tapi entah mengapa di dunia orang hidup, dia kalah
Di dunia orang hidup,
Tak bisa berpoligami tanpa memiliki banyak rumah
Tak bisa berpoligami tanpa iman dan immamah
Tak bisa berpoligami tanpa sabar dan tabah
Tak bisa berpoligami tanpa bodoh, dan
Tak bisa berpoligami tanpa sumpah serapah.
Demi sebuah cita-cita berpoligami akhirnya dia menepi di penjara kubur
Ahh, apa bedanya berpoligami dengan bidadari, peri, diva, devi atau orang mati!
..
Dia puas beristri mantan bintang-bintang cantik pujaan hati
di sini di penjara kubur orang mati

Habis Lebaran, Nazaruddin Dihadapkan ke Regu Tembak


Setelah selesai rapat marathon yang digelar dari isya hingga sebelum imsak, maka dewan kabinet bayangan Indonesia Tak Bersatu Jilid 3 mengambil satu keputusan. Dibacakanlah hasil keputusan yang sudah bulat mufakat tersebut oleh begawan Durno berambut putih semua :

“Setelah memperhatikan, menimbang dan mendengarkan usulan-usulan dari para pejabat yang mulai ketar ketir hidupnya, maka sekretariat kabinet bayangan memutuskan : AKAN MENGHADAPKAN NAZARUDDIN KE DEPAN REGU TEMBAK, sehari setelah Lebaran”.

Anggota regu tembaknya adalah : Nunun Nurbaiti, Miranda Gultom, Melinda Dee, Mindo Rosalina, Anggie, mbak Sri, dan semua pria & wanita yang sangat jatuh cinta dan tergila-gila sama Nazaruddin, seperti saat kedatangannya tadi malam di gedung KPK.

1001 Tulisan Untuk Admin Kompasiana dan Nazaruddin


Saya iseng-iseng menelusuri tulisan tentang admin kompasiana dan Nazaruddin, diperoleh jumlah yang sungguh fantastis, masing-masing ada 1001 postingan lebih. Kalau dihitung ternyata posting tentang Nazaruddin yang lebih besar frekuensinya dibanding tentang Admin Kompasiana.

Untuk Admin Kompasiana

Tak kurang dari 60 postingan berasal dari admin. Lebih dari 100 postingan bersifat informasi, keterangan dan ulasan biasa saja. 600-an postingan mempertanyakan kebijakan admin, dari yang sangat halus sampai yang sangat kasar sekalipun, hingga memerah telinga hanya membaca judulnya saja.

Selebihnya postingan yang cukup membuat dada admin menjadi naik, karena berisi pujian, sanjungan, pembelaan dan ungkapan terima kasih. Yang paling menarik adalah postingan tentang pengunduran diri seorang admin (kang Pepih Nugraha). Diluncurkan tanggal 30 Juli 2011 dan koment berakhir di tanggal 6 Agustus 2011. Saya ikut urun rembug berkoment di sana, karena memang sudah seharusnya saya lakukan.

Jadi dari 1001 postingan tersebut, memang kebanyakan berupa keluhan dari para kompasianer, beraneka ragam laporannya. Umpama kata admin itu membuat gado-gado, maka ada yang bilang terlalu manis, terlalu pedas, kurang garam, kok ngga pake kerupuk, kok lontongnya lembek, kok kacang yang saya kasih lalu dibuang, kok saya ngga diundang makan gado-gado lagi, dll dll dll.

Dan tulisan tentang admin kompasiana sepertinya akan terus bertambah, bertambah dan bertambah lagi, dengan beraneka ragam ulasannya.

Untuk Nazaruddin

Saya tak melakukan pemetaan, hanya ketik ‘Nazaruddin’ lalu search, dan melihat berapa banyak postingannya. Berarti orang ini boleh terpilih sebagai The New Indonesian Idol.

Untuk Saya

Saya senang sekali dengan istilah ‘rumah sehat kita’ kompasiana dalam postingan tersebut. Diutarakan bahwa rumah sehat ini harus dipelihara kesehatannya, jangan sampai ada virus, bakteri, hama dan penyakit yang akan membuat kompasiana menjadi sakit dan meradang. Umpama kita memakai sepatu, ada kerikil di dalamnya, tentu tak nyaman saat dibawa berjalan, tentu kerikilnya harus disisihkan dari dalam sepatu, ditaruh di tempat yang semestinya.

Mudah-mudahan saya tak membuat rumah sehat ini tercemar, walau hanya nila setitik pun. Semoga.

Salam kompasiana.

Saturday, August 13, 2011

Berbuka Dengan Yang Manis, Lalu Terkam dan Jangan Dilepaskan


“Saya lebih suka berbuka puasa dengan yang manis dan melihat yang manis-manis, seperti kamu, Bintang my darling”, kata Muba merayu sang Bintang kesayangan yang lagi pakai sepatu.

“Kamu juga manis kok, bang Muba, tapi agak kecut-kecut gimanaaaa gitu”, balas Bintang sambil membetulkan tali kutt ….. eh tali sepatunya.

Muba pun membalas serangan itu, “Iya, biarpun sama-sama manis, saya lebih senang melihat kamu daripada melihat gula jawa atau batang tebu”.

Si Bintang menoleh sambil melotot dan ………..

Muba cepat-cepat kaabuuuuuuuurrr, sebelum diterkam si Bintang. Soalnya mau ke masjid dulu nih. Daaaaaaach.

Free Wi-Fi Argo Anggrek Vs Argo Lawu


Di stasiun Gambir suasananya belum begitu ramai oleh orang yang akan pergi mudik Lebaran. Tetapi saat Megu dan Muba ingin pesan tiket ke loket resmi buatan pemerintah, ternyata sudah habis semua dipesan orang hingga H+5 Lebaran. Mau pesan yang free Wi-Fi apalagi, biar bisa ngeblog sepanjang jalan, ngga mungkin banget. Muaahaaal bro.

Lalu mereka naik ke atas dan melihat ada kereta Argo Anggrek dan Argo Lawu sedang ada di jalur 3 dan 4. Megu bertanya kepada masinis, “Pak ini kereta apa mau kemana berangkat jam berapa??”.

Masinis menjawab bahwa kereta di jalur 3 adalah Argo Anggrek jurusan Surabaya berangkat jam 21.00 WIB.
“Kalau yang itu Pak??”, tanya Muba. Masinis menjelaskan bahwa kereta di jalur 4 adalah Argo Lawu jurusan Solo berangkat jam 22.00 WIB.

Pak Masinis memperhatikan mereka berdua lalu bertanya,”Mas-mas yang kumel dan jelek ini mau kemana ya???”.

Muba dan Megu menjawab serempak, “Mau nyebrang ke jalur 1 aja kok Pak”.

Selamat Datang Kepada Sengkuni, Setelah Puas Melanglang Buana


Yudhistira sang ksatria gagah perkasa sangatlah teguh pendiriannya, tak akan bisa digoyahkan oleh siapapun juga. Datanglah Sengkuni dengan senyum manisnya yang mampu melelehkan gunung setinggi apapun jua. Dibujuk rayulah sang ksatria Yudhistira untuk sekadar bermain dadu hanya untuk mengisi waktu dan iseng-iseng saja.

Dan sang lawan yang diusung oleh Sengkuni tak tanggung-tanggung, Duryudana. Tentu naiklah gengsi sang ksatria, karena lawan yang akan dihadapinya cukup menantang dan tak bisa dianggap remeh, Duryudana.

Dimulailah permainan dadu tingkat tinggi antara Yudhistira dan Duryudana. Cukup seru ternyata, bergemuruh Hastinapura, kadang Yudhistira menang berturut-turut dan Duryudana tak berdaya, di kesempatan berikutnya, sekali dadu dilempar, Yudhistira langsung kalah telak, banyak sudah dipertaruhkan, mulai harta benda, pusaka, warisan leluhur, istana, para prajurit setia, dan bahkan para punggawa, Nakula, Sadewa, Arjuna, Bima dan dirinya pun jadi pertaruhan, dan yang paling parah Drupadi pun dibuat barang taruhan.

Akibat kekalahan yang sangat telak ini, akhirnya Yudhistira harus menerima hidup di dalam pembuangan selama 12 tahun, lalu setahun berikutnya hanya bisa menyamar saja untuk menutupi rasa malu yang teramat sangat. Pada tahun ke 14, dengan rasa masgul dan cukup memberanikan diri, kembalilah Yudhistira ke istana.

Bila saja Pandawa tak menerima ajakan Duryudana atas bujukan Sengkuni, mungkin akan lain jalan ceritanya dan tak ada permainan dadu yang mengorbanan segalanya. Bila saja Duryudana tak menuruti bujuk rayu Sengkuni untuk mengalahkan dan mempermalukan Yudhistira, segala konsekuensi logis yang harus ditanggung oleh Destrarata pasti tak terjadi, bagaimana ia melihat kelakuan anak-anaknya dan keponakannya yang memilukan jiwa. Destrarata mungkin tak mengambil keputusan yang gegabah. Tapi apa lacur, semua sudah ada yang mengatur, begitulah jalan ceritanya. Malah banyak pelajaran yang bisa diambil.

Pelajaran yang bisa diambil adalah tentang bagaimana Sengkuni-Sengkuni ini begitu intens memporakporandakan tatanan kehidupan yang sudah baik menjadi amburadul dan kacau balau. Walaupun pada akhirnya tetap kebenaran yang akan selalu tampil di depan.

Dan Sengkuni-Sengkuni masa kini belakangan ini melanglang buana pergi setelah meninggalkan segala bencana dan hinggap melepaskan selaksa duka.

Pada akhirnya, Sengkuni masa kini bosan juga keliling dunia dan segera pulang menunggang garuda. Maka sambutlah kedatangan para Sengkuni di tanah air, sambutlah bak pahlawan yang memenangkan sebuah perang maha dahsyat, atau malah saat menjejakkan kakinya di tanah leluhur ia akan mati sebagai martir dipanah Srikandi-Srikandi muda belia?

Friday, August 12, 2011

Hari Di Mana Semua Awal Menjadi Akhir, Berhenti Tak Lagi Bergerak, Diam Seribu Bahasa


Diya akan menghentikan langkahnya yang diawali dengan gempita, jika dan hanya jika :
  1. Telah berkunjung melongok barang sekejap Er-an dan meninggalkan jejak berupa sepenggal kata atau sebaris dua baris kalimat.
  2. Telah tersematkan satu dari empat pilihan bintang.
  3. Keduanya dari yang di atas.
Selama belum ada tanda-tanda tiga hal di atas, selamat menikmati gumam Diya, kadang dengkur, kadang ngawur.


Pasien yang Paling Diutamakan di RS PMI Bogor


Likon bertanya kepada Megu, pasien-pasien mana saja yang paling diutamakan pelayanannya di IGD RS PMI Bogor.

Megu menjawab, bahwa pasien-pasien yang paling diutamakan pelayanannya di IGD RS PMI Bogor adalah anak TK, aktifis mahasiswa, LSM, wartawan, para demonstran dan sebagian besar kompasianer.

Kok bisa?, sergah Likon.

Soalnya mereka orang-orang yang kritis, lanjut Megu.

Lihat saja tulisan di pintu IGD rumah sakit ini : “Dahulukan Pasien Yang Kritis”.

92 Jam di RS PMI Bogor


Ada yang berbeda dari sahur terakhir yang Likon jalani di Rumah Sakit yang selama 92 jam menemani hari-harinya.

Beraneka macam tikar disusun berdekatan satu sama lain, ada 27 orang duduk melingkar di atas tikar itu, 5 di antaranya masih di bawah umur sambil merapikan tas sekolah yang tadi malam dijadikan bantal oleh mereka. satu sama lain bergerak secara otomatis tanpa di komando.

Pak Asep (53 tahun) bangkit dan mencopot penanak nasi otomatis yang sudah ia nyalakan sejak satu jam lalu. Ibu Uha (41 tahun) mengeluarkan sebuah bungkusan yang ia bawa dari rumah, di dalam plastik hitam itu ada rantang berisi beberapa potong daging ikan mas hasil kolam depan rumahnya. Di sebelah ibu Uha, ada Ibu Sa’i yang juga membawa tempe bacem dan sambel yang menggoda selera. Ada juga yang membawa lalapan, daging ayam, telur dadar, tahu semur, kerupuk, bahkan cuma membawa termos, sendok, piring, gelas.

Setelah semua makanan yang dibawa dikumpulkan di tengah lingkaran itu,  dua orang lelaki membuat teh tanpa gula dalam sebuah ketel besar, dan mengisi gelas-gelas yang dari tadi juga dibawa. dua orang ibu bergerak mengambil nasi seadil mungkin hingga cukup dibagi sesama mereka.

Seorang diantaranya mengedarkan nasi tersebut ke masing-masing orang sambil bertanya, “Rek nganggo naon weh tah laukna?” (mau pake apa lauknya). Dijawab oleh masing-masing orang dengan beragam pula. ”Eta wae lah, tempe jeung sambel, laukna saeutik wae nya, masih seubeuh” (Itu aja, tempe sama sambel, kasih daging ikannya sedikit saja).

Bapak yang tadi menyiapkan teh tawar mulai membagikan gelas berisi teh tawar. Bila suka, maka diperbolehkan untuk memakaikan sendiri gula sesuai selera masing-masing. Gula itu juga sudah ada di tengah lingkaran.

Tanpa sadar Likon memperhatikan, Pak Asep menawarkan menu istimewa itu kepadanya. “Mangga jang, Sahur bareng didiey, saayana, kieu dah nu aya ge, maklum atuh urang lembur, teu tiasa daharan kota” (Mari dik, sahur bareng, seadanya saja, yang ada ya seperti ini, maklum orang kampung, gak biasa makanan kota).

Likon menggeleng perlahan, sambil menunjuk ke arah luar, lalu meneruskan langkahnya untuk menikmati sahur di sekitaran pelataran Rumah Sakit, yang dia tahu ada rumah makan yang buka 24 jam.

Selagi menyantap hidangan di salah satu rumah makan itu, tampak Pak Asep keluar dari rumah sakit ke arahnya, langsung menuju kasir dan membeli sebungkus rokok dengan merk yang tak pernah didengar sebelumnya. Kali ini giliran Likon menawarkan makanan kepadanya. ”Pak, hayu atuh, sahur bareng” (Pak, mari sahur bareng). Kepalanya masih tersimpan sejuta pertanyaan.

Seakan tahu jalan pikirannya, Pak Asep memilih untuk duduk di sebelah Likon sambil membuka bungkusan rokok yang baru dibelinya… “Ah, abdi teh numpang ngarokok hungkul, tadi geus sahur dileubeut. Teu tiasa ngarokok di leubeut geuning” (Ah, saya numpang ngerokok saja, tadi sih sudah sahur di dalam. Tapi khan gak boleh ngerokok di dalam rumah sakit), seraya menawarkan bungkusan rokok yang bukan cuma namanya yang terasa aneh di telinga Likon, tapi bungkusnya pun asing di matanya.

Aya pak” (ada saya kok pak), dan memang masih ada rokok yang sudah 3 hari di kantongnya. Selama Ramadhan, hampir bisa dipastikan konsumsi tembakau berkurang.

Pertanyaan Likon yang tak terucap langsung dijawab oleh pak Asep.

Kami mengantar tetangga kami, kebetulan suaminya kerja di kota lain. si Istri menderita Usus Buntu kata mantri puskesmas, dari puskesmas di kampung kami disuruh ke rumah sakit ini. Saya selaku Rukun Kampung mengumpulkan dana dari tiap warga untuk membantu perobatan Ibu Jumi. Kami tahu, kalo biaya perobatan di rumah sakit tidak mungkin terjangkau oleh kami orang kampung. Sakitnya sih dari hari Senin, tapi baru terkumpul dananya tadi pagi.

Kami juga harus menunggu pulang dari ladang, Sementara Ibu-ibu menyiapkan lauk ala kadarnya hasil dari kebun kami.

Sejenak teringat sebuah peristiwa 6 Jam lalu, ketika pelataran IGD penuh sesak oleh dua kendaraan yang datang. Satu buah angkot, di belakang tergelar kasur, 5 orang bapak tergopoh mengangkut Ibu yang sakit. sementara di belakangnya menguntit mobil bak tebuka berisi penuh sesak orang segala usia yang menutupi diri mereka dengan tikar dan selimut, turun satu persatu. Lamunannya terhenti, ketika pak Asep mengeluarkan amplop lecek berisi uang hasil urunan (sumbangan sukarela) masing-masing warga, dan mulai menghitungnya di depan dua bapak lain yang bergabung di meja. Hampir dua juta, ada pecahan seribu, sampai dua puluh ribuan di dalamnya.

Jang, kinteun-kinteun teh, cukup teu nya, biaya barobatna. ngan ngumpul sakieu” (Dik, kira-kira cukup gak ya biayanya, cuma terkumpul 2 juta) Ujarnya tiba-tiba kepada Likon sambil menunjukkan gulungan uang itu. “Cukup pak”, jawabnya sambil tersenyum, tangan Likon tak sengaja menggaruk kepala, walau tidak ada yang gatal. Dalam pikiran Likon masih teringat sederet angka yang harus dibayarkan seorang ibu untuk mengobati amandel anak kesayangannya. Angka 2 dan 7 diikuti enam digit angka setelahnya (27 juta lebih).

Mudah-mudahan Allah membukakan jalan untuk sebuah kebersamaan yang mereka lakukan dengan tulus dan ikhlas.

(Terima kasih buat adikku yang telah setia menemani seorang kawan yang dioperasi hingga selesai)