Saturday, May 18, 2019

SATE BUNTEL BU BEJO vs SATE PUSUT

.
.
.
.

.
.
.
.
.
.
Warung Sate Bu Bejo terletak di daerah Lodjiwetan, Solo, Jawa Tengah ini dulu menjadi langganan Presiden Soeharto.
.
Berdiri hampir 45 tahun yang lalu, warung ini menyajikan sate kambing buntel sebagai andalan.
.
Daging kambing cincang dibungkus dengan lemak kambing yang dibumbui dan dibakar, kemudian disantap dengan bumbu kecap, potongan tomat dan irisan bawang merah. Hmmm…
.
Rahasia kelezatan sate Bu Bejo ini berasal dari bumbu rendamannya yang terdiri dari bawang merah, merica, jinten, asem, gula Jawa, ketumbar, dan kecap.
.
Tak hanya itu, tekstur daging yang juicy pun menjadi senjatanya menarik pelanggan.
.
Tak heran warung sederhana ini menjadi favorit pemimpin negara dan para menteri.
.
Dengan Rp 37.000,-, Anda sudah bisa menikmati seporsi sate buntel.
.
Warung ini pun bisa Anda masukkan ke daftar kuliner ketika pelesiran ke Solo.
.
Warung buka dari pukul 09.00 – 17.30 WIB.
.
Bagaimana, sudah siap mencoba sajian lezat dari restoran-restoran langganannya pemimpin negara ini?
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
atau SATE PUSUT ?
.
.
.
.

CALEG MILENIAL JOMBLO vs CALEG BANGKOTAN








Anak muda alias milenial masuk parlemen di Pemilihan Umum 2019 tentu memberi warna politik yang berbeda. Tapi siapa sangka, kesuksesan mereka masuk ke gelanggang politik menjadi calon anggota legislatif awalnya hanya untuk memenuhi kuota caleg suatu partai politik. Juga untuk memenuhi kuota keterwakilan gender caleg di parpol. Hal itu juga yang dialami Ismail Bachtiar, caleg milenial Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Selatan dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Laki-laki kelahiran Bone, 3 Juli 1993, itu, mencalonkan diri sebagai caleg untuk Daerah Pemilihan (Dapil) Sulawesi Selatan 7, yang mencakup seluruh Kabupaten Bone. Dalam Pileg yang berlangsung pada 17 April yang lalu, Ismail berhasil menyabet kurang lebih 16.000 suara di dapilnya. Padahal, di daerah itu ada sejumlah politikus senior yang menjadi petahana. Mereka pun berasal dari parpol-parpol besar seperti Golkar, Demokrat, PAN, dan Gerindra. “Awalnya bagaimana saya terlibat politik itu, saya sebenarnya hanya untuk memenuhi kuota saja. Terus akhirnya keseriusan dijalani. Termasuk baru tahun kemarin (2018) itu pas mau pendaftaran. Awalnya nggak tertarik sebenarnya,” ungkap Ismail yang dihubungi detikX, Jumat, 10 Mei 2019. Karena sebetulnya ketika saya menjadi caleg pun yakin banyak suara, karena basic keluarga saya yang sudah punya nama berkat rumah makan milik keluarga.”  Ismail terjun ke dunia politik karena sering mengikuti pengajian bersama teman-temannya. Saat itu, sekitar bulan Agustus 2018, ustadz dan sejumlah temannya tiba-tiba mengajak Ismail untuk mendaftarkan diri sebagai caleg PKS. “Mau ikut nyaleg nggak? Saya masukin namamu, ya? Oh iya, masukin saja ustadz!” kata Ismail sambil menirukan kembali ajakan sang ustadz.  Saat itu, di Dapil Kabupaten Bone baru ada tujuh caleg PKS. Karena itu, Ismail diminta untuk mengajak teman-temannya untuk menjadi calon legislator. Proses itu memakan waktu satu minggu lebih. Dan, tiba-tiba namanya sudah muncul di daftar calon tetap di Komisi Pemilihan Umum.  “Makanya awal mulanya saya nggak serius-serius banget. Karena saya nggak kepikiran bakal kepilih,” ujar pria berusia 26 tahun jebolan Fakultas Kesehatan Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, ini.  Orangtua Ismail pun tak tahu dirinya nyaleg. Mereka baru tahu ketika Sandiaga Uno datang berkunjung ke Bone pada 27 Desember 2018. Dalam kunjungannya itu, Sandi menyambangi keluarga Ismail. Keluarga besar Ismail pun terkejut dengan kedatangan calon wakil presiden itu. “Kita senang nih ada anak muda ikutan nyaleg. Salah satunya, Ismail, caleg muda dari PKS,” kata Sandiaga.  Sontak orangtua Ismail terkejut, karena selama ini anaknya tak pernah bilang ingin nyaleg. Warga pun tak pernah tahu lantaran tak pernah ada baliho atau spanduk Ismail. Setelah acara, Ismail baru memberi penjelasan kepada orangtua dan mereka mendukung penuh. “Setelah itu, ibu ikutan jalan berkampanye juga,” ucap Ismail sambil tertawa.

PARABELLUM 22 MEI 2019


LEBARAN DI KARET, DI KARET.....

LEBARAN DI KARET, DI KARET.....
.
Di rumah besar itulah Is dan istrinya bertahan dengan ulet dan liat mempertahankan kemakmuran dan sedikit kemewahan gaya hidup mereka sebagai diplomat.
.
MENJELANG hari-hari Lebaran yang semakin dekat, Is merasa rumahnya semakin kelihatan besar dan kosong lagi. Betapa tidak. Empat ruang tidur di tengah rumah itu hanya dia tempati sendiri sejak istrinya meninggal setahun yang lalu. Ruang-ruang tidur selebihnya selalu kosong sejak anak-anaknya pindah ke luar negeri dan ruang tamu itu lebih lama lagi tidak disinggahi orang. 
.
Di bagian belakang rumah, dipisahkan oleh lorong belakang rumah, adalah kamar tempat tinggal sepasang suami-istri Sumo yang sudah ikut keluarga Is selama bertahun- tahun. Mereka akan muncul ke dalam rumah kalau Is memanggil mereka untuk keperluan ini dan itu. Selebihnya tidak ada komunikasi antara mereka.
.
RUMAH yang sekarang terasa besar itu dibeli Is dan istrinya waktu mereka pulang dari New York sesudah mereka bertugas dinas selama bertahun-tahun di markas besar PBB. Dengan tabungan uang yang mereka kumpulkan mereka membeli dua buah Impala dan berbagai perabotan rumah mewah yang lengkap. 
.
Dengan hasil penjualan mobil Impala dan perabotan itulah, sepulang di Jakarta, mereka berhasil membuat rumah besar yang mereka huni sekarang ini. Rumah itu besar dan mewah, yang oleh teman-temannya pegawai negeri diejek sebagai rumah menteri besar. 
.
Is dan istrinya hanya tersenyum mendengar ejekan itu. Di rumah besar itulah Is dan istrinya bertahan dengan ulet dan liat mempertahankan kemakmuran dan sedikit kemewahan gaya hidup mereka sebagai diplomat dalam negeri di Deparlu, sambil dari sedikit menjuali barang-barangnya sembari membesarkan anak-anak mereka yang masih harus menyelesaikan pelajaran mereka di New York. 
.
Dan waktu dalam beberapa tahun terakhir mereka menyelesaikan studi mereka dan menyebar mencari nafkah di Geneva, Amsterdam, dan New York, Is dan istrinya menyadari pula bahwa anak-anak mereka sudah waktunya membangun sarang-sarang di luar pohon besar mereka.
.
DALAM hari-hari mendekati Lebaran, Is berharap surat anak-anaknya akan mulai berdatangan, seperti layaknya kebiasaan pada hari-hari seperti itu. Dan memang betul saja, surat mereka memang pada berdatangan. Tetapi surat-surat itu mengecewakan Is karena pendeknya. 
.
Dengan bersungut-sungut surat-surat tersebut dalam beberapa detik telah selesai dibacanya. Huh, wong surat Lebaran buat orangtua kok dikirim dalam kartu pos bergambar... Itu pun dalam beberapa baris... 
.
Nana yang menulis dari Geneva minta maaf liburan winter tahun ini tidak jadi pulang ke Indonesia karena sudah janji sama si Jon (kakak si temanten baru nih ye), buat mengajari main ski di Alpen. Opo ora hebat, Dad. Maaf banget, nggih Dad? Makam Mommy apa sudah ditutup nisan? Love kita semua. 
.
Kemudian Jon hanya titip salam "Hi, Dad". Ke- mudian surat dari Suryo, anaknya yang sulung, yang masih menetap di New York yang masih kerja magang di IBM yang juga minta maaf tidak bisa pulang ke bapaknya karena sudah telanjur janji untuk libur dengan pacarnya anak Puerto Rico. 


Sambil terus bersungut kartu pos bergambar dari anak-anaknya itu dilemparkannya ke meja. Huh, anak- anak! Yang tanya ibunya juga cuma satu! Itu pun soal sudah dinisan apa belum...
.
SAKIT yang pada akhirnya merenggut nyawa istrinya, buat kanker yang tumbuh di sebelah payudaranya sesungguhnya tidak terduga kecepatan pertumbuhannya. Bahkan mulai dengan bisul yang kecil dahulu. Is juga tidak menganggap terlalu serius. Waktu bisul kecil yang kemudian mulai sedikit membesar, istrinya, Rani, secara iseng menanyakan itu kepada dokternya temannya. Sesudah diperiksa agak teliti teman dokternya mengatakan bahwa bisul itu mengandung gejala tumor. 
.
Rani dianjurkan agar lebih teliti dan intensif memeriksakan bisulnya itu ke rumah sakit temannya itu. Is ingat istrinya itu masih dengan tersenyum ceria melapor kepada suaminya.
"Hey, coba bayangkan, Is. Sesudah kesekian tahun di New York baru sekarang di negeri kita yang primitif ini aku mungkin ketahuan kena kanker..."
.
Is ingat peristiwa itu. Dan Is tidak dapat tersenyum. Dia takut. Dia khawatir akan kehilangan Rani.
.
Dan hari-hari serta minggu dan bulan-bulan Is dan Rani semakin menyadari bahwa ajal Rani akan segera tiba. Mereka memutuskan dua hal. 
.
Satu, anak-anak harus diberitahu secepatnya, dan tentulah juga selugas mungkin. Mereka sudah dewasa dan dibesarkan di tengah kehidupan yang modern dan zakelijk. 
.
Kedua, bahwa anak-anaknya harus sadar bahwa pada suatu waktu kita akan meninggalkan dunia yang fana, dan semua yang pernah kita cintai dan sayangi karena itulah hukum alam yang tidak dapat kita elakkan. 
.
Ketiga, karena anak-anak masih berada di luar negeri, untuk menjauhi kesulitan baik yang emosional atau yang bukan, anak-anak tidak diharuskan hadir pada hari pemakamannya.
.
Sesudah suami-istri itu mendiskusikan semua yang berhubungan dengan hari pemakaman Rani yang akan datang, Is dan Rani berbicara tentang pemilihan tempat pemakaman yang baik.
.
Makam, meskipun hanya tempat jasad kita, mestilah kita usahakan yang baik, tidak rusak dan kotor lagi pula orang yang mau menziarahi makam tersebut tidak akan kesulitan menemuinya. 
.
Maka sesudah mereka berunding mereka memilih pekuburan Karet. Rani terutama yang mantap menjatuhkan pilihannya itu. 
.
Karet adalah pemakaman khas Jakarta. 
.
Semua orang-orang terkenal Jakarta dimakamkan di situ katanya. Umar Ismail, Djayakusuma dan Chairil Anwar, si binatang jalang itu, Is. Masih ingat kau, Is, salah satu sajaknya... 
.
Di Karet, di Karet tempat kita yang akan datang...
.
IS masih juga duduk di beranda depan yang luas menghadap halaman depan. Dilihatnya halaman depan itu sudah sejak pagi disapu bersih oleh Pak Sumo. Orang lalu-lalang mulai tampak di jalan depan rumahnya. Tanda hari sudah semakin pagi.
.
Kartu pos bergambar dari anak-anaknya, yang sebelumnya dilempar di meja dibacanya lagi. Mulutnya menyungging senyum membayangkan wajah anak-anaknya, Those rascals... 
.
Wajah Nana dan Jon yang paling mereka sayangi muncul di depannya. Mungkin karena kedua anaknya yang perempuan dan bungsu itu yang biasanya selalu minta dimanja oleh orang-tua mereka. Tapi toh mereka, pada pemakaman ibu mereka, menerima penjelasan Radi yang gagah itu. Anak-anak sialan, gerutu Is lagi tentang anak-anaknya.
.
Dan sekarang mereka kan sedang kedinginan di Alpen. Di Alpen (!), gerutu Is lagi. Berapa ongkosnya ke tempat yang semahal itu. Dan gaji- gaji mereka yang masih pada jatah junior itu! Dibayar dengan kartu kredit? Huh, anak zaman sekarang di mana uang plastik mengatur jalan hidup mereka! 
.
Dan kemudian pada gambar pemandangan lanskap Puerto Rico dari Suryo anaknya sulung. Dan anaknya ini rupanya juga akan siap dilarikan pacarnya yang hitam legam dari Puerto Rico. Is menarik napasnya panjang-panjang. Rasanya baru kemarin anak-anak itu menjadi milik mereka bersama Rani. Di mana mereka masih begitu membutuhkan pertolongan penyelesaian studi dan pencarian kerja dan nafkah mereka. 
.
Sekarang mereka sudah menjadi pemilik pohon mandiri mereka. Is menarik napasnya panjang-panjang. Rasanya baru kemarin anak-anak itu menjadi milik mereka bersama Rani. Dimana mereka masih begitu membutuhkan pertolongan penyelesaian studi dan pencarian kerja dan nafkah mereka. 
.
Ia menggrendeng bercampur sungut: kalau begini naga-naganya, apa aku masih akan ketemu dengan keluarga dan anak-anak mereka. Satu kali waktu nanti. Ah...
.
PADA hari Lebaran, pagi-pagi sesudah sholat Ied, Pak Sumo dan Bu Sumo pergi ke Depok menengok keluarga jauhnya yang juga sudah tua. 
.
Sebelum mereka pergi, meja makan di ruang makan sudah ditutup rapi lengkap dengan berbagai piring, pinggan, penuh berbagai macam hidangan lauk pauk khas Lebaran. Ada ketupat, rendang daging dan paru yang merah kecoklatan, tapi membayang merah kepedasannya, sambal goreng hati dan jantung ayam diantara lautan santan kental dan taburan petai dan cabai, opor ayam yang berwarna kekuningan yang bergelimang santan pula.
.
Is sambil menyedot bau harum masakan pembantunya tidak urung mengumpat orang tua yang baik hati itu. Makanan sebanyak itu siapa yang akan menghabiskannya nanti...
.
Sesudah mandi dan berganti pakaian bersih dilahapnya sarapan pagi hidangan pembantunya yang baik hati itu. Kemudian Is berjalan bergegas ke garasi. Hari sudah mulai siangan sedikit. Jalan sudah mulai ramai dilewati kendaraan bermotor. Is mulai menyadari bahwa orang mulai bergerak dalam arus Lebaran. 
.
Pelan-pelan Is membuka garasinya, kemudian dengan pelan pula mendorong mobil dinas Toyota tua dari kantornya dengan terengah-engah. Sambil terengah-engah karena kehabisan napas dia masih mencoba tersenyum menyadari ketuaannya dan keteringatannya pula waktu dia dan Rani masih menaiki Impala pribadi mereka...
.
Waktu akhirnya dia duduk di belakang stir, siap untuk menghidupkan starter tiba-tiba dia harus berpikir keras. Mau ke mana? Ke makam Jeruk Purut atau ke Karet? Dia berhenti berpikir. 
.
Tiba-tiba Is terkenang akan diskusi di kamar tidur mereka. Rani ingin dimakamkan di Karet. Pemakaman yang paling terkenal di Jakarta itu. Juga semua orang dimakamkan di Jakarta. Iya, kan? Di Jakarta, di Jakarta...
.
Dengan tegas Is menghidupkan starternya jrek-ejrek-ejeerk sreek- sreek-jreeeng dan hidup mesin itu. 
.
Dengan ketegasan sopir pribadi New York, mobil dinas Toyota Deparlu itu mengebut keluar jalan raya. Dengan tegas berhenti sebentar kemudian membanting stirnya ke arah jurusan kiri. 
.
Ke Karet, ke Karet - tidak ke Jeruk Purut ke tempat Rani, melainkan ke Karet, ke Karet... 
.
Rani pasti setuju dan senang.
.
.
.
.
Sumber: Arsip KOMPAS Minggu, 24 Dec 2000 Halaman: 18 (KOMPAS cetak)

free download JOHN WICK : Chapter 3 - PARABELLUM (2019)

.
.
.
.
oke bosku..... dah dihapus..... PUAS ?!
.
.
.

tak ada yang SAMA, banyak yang jauh BERBEDA

Bukan aku tak mencintaimu 
bila mengaduh pada tumpukan resah. 
Kalaupun kau tak suka, 
kan kusarungkan kembali belati kecewaku 
yang telanjur terhunus. 
Kusimpan ia, 
pada lipatan-lipatan kenangan 
yang tak tuntas. 
Memendamnya, 
sambil berharap waktu berkenang 
menghapusnya dengan maaf.
.
.
Sekedar untuk kau mengerti, 
ketegaranku adalah 
kumpulan-kumpulan kerapuhan 
yang tidak berdaya memisahkan, 
antara perasaan mencintai 
dengan ketidaktahuan membenci. 
.
.
Lalu, mengapa harus sangsi 
pada ketulusan?
Haruskah kecemburuan 
menjadi jawaban? 
ataukah kepura-puraan 
menjadi petunjuk atas ketidakmampuan kita 
menafkahi rasa?
ataukah kita berdua 
mesti kembali 
saling membuka catatan, 
untuk menyamakan paham 
pada ejaan yang bersebrangan?
.
.
Kalaupun kau masih tak beranjak 
dari pijakan ego, 
dan aku yang terlanjur terjebak 
pada pilihan diam. 
Biarlah kita saling melangkah 
dalam perbedaan, 
bercumbu pada 
ketidakpastian perasaan. 
Sampai akhirnya, 
kita berdua saling menemukan 
hadirnya kalimat peneduh, 
yang ejaannya 
mungkin bisa 
sama-sama kita mengerti.

pesan Go-Food 2 paket AYAM KEJU, satu untukku, satu untuk sang DRIVER


puasa di cina BERAAAT !!! berat di ONGKOOOS !!!

Menghabiskan hari-hari puasa Ramadan di Kota Zhuhai, Provinsi Guangdong, Cina yang toleran dan harmonis. Ternyata agamis atau tidak suatu bangsa, memang tidak ada hubungannya dengan ideologi suatu negara.

Alhamdulillah pada bulan Ramadan tahun ini tidak ada berita yang nongol di media Indonesia dan bilang Pemerintah Cina melarang warganya yang muslim melaksanakan ibadah puasa seperti tahun-tahun kemarin. Sehingga amunisi buat ngamuk kepada negara aseng-komunis-kafir dan tukang ekspor peniti, jarum pentul, sekrup, sempak, hape, sampai barang modal (capital goods) 10 juta buruh kasar ilegal untuk pembangunan infrastruktur darat, laut, udara yang jorjoran dilakukan Pakde Jokowi, bisa sedikit berkurang karenanya.

Begini, perlu diketahui bersama, kondisi keagamaan di negara komunis macam Cina begini tak seseram seperti yang sering diberitakan media anti-aseng yang belum lama ini menyebut mahasiswa Indonesia di Cina—yang lebih dari 14 ribu jumlahnya—dicekoki pelajaran komunisme. Tentu saja di kesempatan ini pula saya harus berterima kasih kepada Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) di Cina yang tanggap dan tegas membantah hoaks tersebut.

Faktanya, agama apa pun di Cina bisa menjalankan kegiatan ibadahnya dengan leluasa. Tentu, dengan syarat tak melanggar hukum dan peraturan yang ada. Saya yakin, di negara mana pun, termasuk Indonesia, pasti tak bisa menoleransi ritual keagamaan yang kerjaannya mengompori pengikutnya untuk mengebom, misalnya. Kendati, baik Indonesia maupun Cina, sama-sama menjamin kebebasan beragama melalui konstitusinya.

Baydeway, meskipun Indonesia lebih religius dari Cina, akan tetapi kalau dilihat dari segi kebijakan kebebasan beragama, negara kita sebetulnya kalah toleran lho ketimbang Cina. Betapa tidak? Lewat pasal 36 di konstitusinya, Cina tidak hanya membebaskan warganya untuk menganut agama (zongjiao) atau kepercayaan (xinyang) apa saja yang akan diimani, tapi juga mempersilakan rakyatnya jika ingin tidak memercayai agama atau kepercayaan apa pun, alias ateis atau—gampangnya—kafir secara kaffah.

Mau bandingkan dengan di Indonesia? Boro-boro jadi ateis, mencatatkan kepercayaan lokal di KTP saja lho rumitnya bagai menjelaskan teroris itu ada dan nyata kepada mereka yang lebih memilih percaya kalau jutaan anggota PKI di Indonesia sudah bangkit kembali dan sembunyi entah di mana. Ya gimana, di Indonesia pemahaman sila pertama masih terlalu tekstual dan bungkus-able. Bukan nilai substansi Ketuhanan Yang Maha Esa yang penting, tapi gimana menunjukkannya ke orang lain yang utama.

Baca juga:  Dendam Nyi Blorong Kaum Gemini
Lebih jauh lagi dari itu, di Cina juga tidak ada persoalan warganya yang sebelumnya beragama kemudian tiba-tiba murtad, atau sebaliknya, dari yang awalnya tak beragama lantas mendadak menghitamkan jidat dan pakai minyak firdaus biar jenggotnya lebat. Cina tak urus rakyatnya mau menganut agama aliran apa saja yang disukai. Suku minoritas Tajik yang kebanyakan adalah kaum Syiah, contohnya, aman-aman belaka di Cina yang muslimnya mayoritas Sunni. Tak ada pengusiran dan pembakaran rumah orang-orang Syiah seperti terjadi di Sampang, Madura.

Oh iya, asal Anda tahu, Cina punya 10 dari puluhan suku asli yang menganut agama Islam. Jika dikalkulasi populasi muslim di Cina sekarang ada sekitar 30 juta jiwa. Itu sama saja sepuluh kali lipat penduduk Surabaya. Dan dengan jumlah sebanyak itu, tidak mungkin juga semua Islam-nya satu aliran saja dong.

Ada yang ikut Gedimu (transkripsi dari bahasa Arab al-qadīm), sekte berhaluan tradisionalis mirip orang-orang NU kalau di Indonesia. Ada yang ikut Yihewani (al-ikhwān), sekte puritan yang banyak dipengaruhi paham Wahabi. Ada yang ikut sekte Sufei (ṣūfī) yang rajin mengamalkan tarekat (menhuan) Nakeshibandiye (Naqsyabandiyah), Kuburenye (Kubrawiyah), atau Gadelinye (Qadiriyyah) dengan aliran yang juga bermacam-macam bergantung pada daerah dan kepentingan mursyidnya. Kompleks memang. Tapi meski mereka semua berbeda pandangan, setahu saya mereka akur tanpa pernah saling mengkopar-kapirkan.

Di negeri kafir ini, toleransi tidak hanya terjadi di lingkungan beda aliran atau yang beda agama, tetapi juga terhadap yang ateis—ya, terhadap mereka yang kata Yang Mulia Zakir Naik “Jahannam is waiting for you, Brother” itu.

Nah, saat bulan puasa Ramadan, keharmonisan demikian makin terlihat nyata. Yang berpuasa, ya berpuasa; yang tidak, ya tetap makan babi seperti biasanya. Tak ada itu yang manja minta dihormati ketika memasuki bulan Ramadan. Sebab, mereka telah merasa dihargai dengan keleluasaan yang diberikan untuk berbuat sesuai keyakinan masing-masing.

Baca juga:  Lupakan Jokowi, Inilah Lima Capres Masa Depan Indonesia
Oleh karenanya, tak bakal ada warung makan yang dipaksa tutup siang-siang oleh kaum pentungan. Bahkan, warung makan halal pun tetap buka dengan senang hati buat melayani konsumen nonmuslim dan/atau muslim yang tidak berpuasa walau pemiliknya dan pelayannya tengah lapar menjalankan Rukun Islam ketiga. Luwar biyasa sekali bukan?

Bagaimana dengan tausiah ustaz-ustaz di masjid? Oh, tak perlu khawatir. Alih-alih menjadikan masjid sebagai wahana politik seperti yang diserukan Pak Amin Rais, para ustaz (biasa disebut “ahong”) di negeri komunis ini malah mengimbau muslim—terutama yang mampu—sebanyak mungkin bederma untuk menyediakan takjil gratis.

Hal yang perlu Anda juga tahu, muslim cina itu kalau beramal tak tanggung-tanggung nominalnya. Selama sebulan penuh masjid-masjid di Cina jamak menyediakan santapan berbuka cuma-cuma dengan menu wah yang bikin kemecer.

Mi Lamian (bukan mi instan, Bosque!), Roti Naan, daging sapi, daging kambing, semangka, melon, kismis, kurma, atau minuman segar dihidangkan setiap hari dengan melimpah. Barangkali begitulah wujud kecil komunis yang berpadu seimbang dengan Islam. Saling berbagi, saling mengisi. Enggak saling usik sana-sini.

Enaknya berpuasa di negeri Cina yang komunis ini enggak berhenti di situ. Tuhan tampaknya sengaja menetapkan Ramadan senantiasa tepat pada musim panas ketika noni-noni Cina yang bening-bening itu berpakaian yang mini-mini untuk menghindari gerah. Tak usahlah kau bayangkan kalau lagi puasa!

Tak pelak, pemandangan tubuh manusia, wabil khusus amoi-amoi muda, yang sungguh diciptakan Tuhan dalam bentuk yang seindah-indahnya itu (“Laqad khalaqnā al-insāna fī aḥsani taqwīm”), adalah larutan penyegar dalam kemasan lain ketika tenggorokan haus namun azan magrib belum juga tiba.

Kalau sudah begini, “Fabiayyi ālā-i rabbikumā tukażżibān?”

Maka nikmat Tuhan mana lagi yang kau dustakan, Ya Akhi?

FADLI ZON SANG JAWARA di JAWA BARAT

FADLI ZON SANG JAWARA di JAWA BARAT
.
Sejumlah artis dan politisi mendapatkan suara tinggi dalam pemilihan legislatif 2019 di Jawa Barat yang hasil rekapitulasinya sudah ditetapkan KPU pada Kamis (16/5/2019) di Kantor KPU, Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta. Provinsi Jawa Barat terdiri dari 11 daerah pemilihan dengan total kursi DPR yang diperebutkan sebanyak 91 kursi. Alokasi kursi untuk masing-masing dapil di Jabar beragam, yakni minimum 6 kursi dan maksimal 10 kursi.
.
Berdasarkan hasil rekapitulasi tersebut,
.
Politisi Gerindra yang sekarang menjabat Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon meraih suara tertinggi di Jawa Barat.

Fadli ZON mendapat suara sebanyak 230.524 suara. 

Padahal sebelumnya, Fadli yang maju sebagai petahana dari Dapil V Jabar sempat diterpa hoax bahwa dirinya tidak berhasil lolos ke Senayan.

Posisi kedua ditempati oleh Mantan Bupati Purwakarta
Dedy Mulyadi dengan perolehan 206.621 suara.
Politisi Golkar ini maju di dapil VII Jawa Barat.
.
Di urutan ketiga, terdapat Politisi Gerindra
Muhammad Husein Fadlulloh (dapil XI) dengan perolehan 181.435 suara.
.
Kemudian disusul oleh Politisi PDIP
Rieke Diah Pitaloka (dapil VII) dengan perolehan suara 169.729 suara,
.
Politisi Demokrat
Dede Yusuf (dapil II) 165.182 suara,
.
Politisi PKS
Mahfudz Abdurrahman (dapil VI) 161.509 suara,
.
Politisi PKS
Ahmad Syaikhu (dapil VII) 147.573 suara,
.
Politisi Gerindra
Rachel Maryam (dapil II) 145.636 suara
.
dan Politisi PDIP
Sukur Nababan (dapil VI) 143.895 suara.
.
.
Berikut ini raihan suara para caleg publik figur dan politisi di 11 dapil di Jabar :
.
.
Dapil I
.
-Gerindra: Sodik Mudjahid (78.787 suara)
-PDIP: Nico Siahaan (69.237 suara)
-Golkar: Nurul Arifin (35.713 suara)
-NasDem: Muhammad Farhan (52.033 suara)
-PKS: Ledia Hanifa (117.555 suara), Teddy Setiadi (27.862 suara)
-Demokrat: Agung Budi Santoso (36.325 suara)
.
.
Dapil II
.
-PKB: Cucun Ahmad Syamsurijal (108.452 suara)
- Gerindra: Rachel Maryam (145.636 suara), Iis Edhy Prabowo (72.125 suara)
-PDIP: Yadi Srimulyadi (74.922 suara)
-Golkar: Anang Sutanto (122.664 suara), Tb. Ace Hasan Syadzily (77.334 suara),
-Nasdem: Rian Firmansyah (35.260 suara)
-PKS: Adang Sudrajat (93.014 suara)
-PAN: Ahmad Najib (38.570 suara)
-Demokrat: Dede Yusuf (165.182 suara).
.
.
Dapil Jabar III
.
-PKB: Neng Eem Marhamah (36.114 suara)
-Gerindra: Ahmad Riza Patria (54.528 suara), Endang Setyawati (28.618 suara)
-PDIP: Diah Pitaloka (47.263 suara)
-Golkar: Budhy Setiawan (47.967 suara)
-Nasdem: Tjetjep Muchtar Saleh (21.596 suara)
-PKS: Ecky Awal Mucharam (106.044 suara)
-PAN: Eddy Soeparno (45.081 suara)
-Demokrat: Sjafrudin Hasan (35.270 suara).
.
.
Dapil Jabar IV
.
-Gerindra: Heri Gunawan (113.480 suara)
- PDIP: Ribka Tjiptaning (38.432 suara)
- Golkar: Dewi Asmara (77.264 suara)
-PKS: drh. H. Slamet (51.403 suara )
-PAN: Desy Ratnasari (86.450 suara)
-Demokrat: Muhammad Muraz (42.130 suara)
.
.
Dapil Jabar V
.
-PKB: Tommy Kurniawan (33.988 suara)
-Gerindra: Fadly Zon (230.524 suara), Mulyadi (70.569 suara)
- PDIP: Adian Napitupulu (80.228 suara)
- Golkar: Ichsan Firdaus (64.240 suara)
- PKS: Fahmy Alaydroes (67.677 suara)
- PPP: Elly Rachmat Yasin (71.884 suara)
- PAN: Primus Yustisio (86.983 suara)
- Demokrat: Anton Sukartono (55.634 suara).
.
.
.
Dapil Jabar VI
.
-Gerindra: Nuroji (96.444 suara)
- PDIP: Sukur Nababan (143.895 suara)
- Golkar: Wenny Haryanto (60.783 suara)
-PKS: Mahfudz Abdurrahman (161.509 suara), 
Nur Azizah Tamhid (63.963 suara)
- PAN: Intan Fauzi (45.425 suara).
.
.
.
Dapil Jabar VII
.
-PKB: Syaiful Huda (72.945 suara)
- Gerindra: Obon Tabroni (134.880 suara), Putih Sari (98.847 suara)
- PDIP: Rieke Diah Pitaloka (169.729 suara)
- Golkar: Dedi Mulyadi (206.621 suara), Puteri Komarudin (70.164 suara)
- PKS: Ahmad Syaikhu (147.573 suara)
- Demokrat: Vera Febyanthy (67.556 suara)
-PAN: Daeng Muhammad (63.177 suara)
- Nasdem: Saan Mustopa (45.423 suara).
.
.
Dapil Jabar VIII
.
-PKB: Dedi Wahidi (113.653 suara)
- Gerindra: Kardaya Warnika (37.866 suara)
- PDIP: Ono Surono (102.985 suara), Selly Andriany Gantina (40.026 suara)
- Golkar: Daniel Mutaqien Syafuddin (133.282 suara), Dave Akbarshah Fikarno (119.000 suara)
-Nasdem: Nurul Qomar (27.621 suara)
- PKS: Netty Prasetiyani (57.047 suara)
- Demokrat: E. Herman Khaeron (43.112 suara).
.
.
Dapil Jabar IX
.
- PKB: Maman Imanulhaq (50.581 suara)
- Gerindra: Jefry Romdonny (46.542 suara), Oo Sutisna (46.075 suara)
- PDIP: Hasanuddin (104.332 suara)
- Golkar: Hj. Itje Siti Dewi Kuraesih (59.577 suara)
- Demokrat: Linda Megawati (36.647 suara)
- PAN: Farah Puteri Nahlia (113.263 suara)
- PKS: Nurhasan Zaidi (45.791 suara ).
.
.
Dapil Jabar X
.
-PKB: Yanuar Prihatin (28.012 suara)
-Gerindra: Ardhya Pratiwi (69.932 suara)
-Golkar: Agun Gunanjar Sudarsa (59.045 suara)
-PDIP: Muhammad Nurdin (67.755 suara)
-PKS: Surachman Hidayat (113.376 suara)
-PPP: Asep A. Maoshul Affandy (42.246 suara)
-Demokrat: Didi Irawadi Syamsuddin (35.797 suara)
.
.
Dapil Jabar XI
.
-PKB: Acep Adang Ruhiat (92.115), Imas Aan Ubudiah (70.237 suara)
-Gerindra: Muhammad Husein Fadlulloh (181.435 suara), Subarna (106.600 suara), Ervin Luthfi (33.938 suara)
-PDIP: Dony Maryadi Oekon (55.178 suara)
-PKS: KH. Toriq Hidayat (69.056 suara)
-PPP: Hj. Nurhayati (61.603 suara)
-PAN: Haerudin (51.530 suara)
-Demokrat: Siti Mufattahah (53.132 suara).
.
.
.
.
.
.
.
.
.