Wednesday, July 23, 2014

5 LANGKAH MENGAWAL KEMENANGAN PILPRES 2014

.
.
.
TANGKAL
pasukan tuyul tetep stand on the right site.....
sewa 300 pengacara kondang.....
.
GENGGAM
pegang erat dan jangan dilepaskan
hati hati ada penumpang gelap
.
TAGIHAN
lunasi gaji, bonus dan amplopnya
.
KURSI
one man one chair.....
.
SMILE
tebar selalu walau kaku dan wandu.....
.
MENYAN
jangan lupa sajen dan tumbal
.
APBN
sikaaaaat......
.
ASSETS
juaaaal.....
.
.
.

5 LANGKAH MELALUI KEKALAHAN PILPRES 2014

SANGKAL
sodorkan seribu alasan bahwa ente yang berhak menang....
tambah sejuta alasan....
tambah semilyar alasan....
.
MURKA
banting gelas, piring, petasan, bini orang, hape, LCD tipi, harga etc etc etc
.
SESAL
cape menyangkal dan marah-marah..... nyesel deh.....
.
DEPRESI
.
udah nyesel..... kram otak..... tapi jangan lama-lama.... bisa-bisa dibawa ke cilendek......
.
BANGKIT
.
klo depresi gak berlanjut..... bangkit..... bikin rencana lagi..... live must be go on.....
move oooon......

30 years ago.....

Tolak PKS

hackers makan crackers

KPU sudah mengumumkan hasil pilpres 2014, 9 Juli, dan pasangan Jokowi-JK, menang dengan suara 53 persen, sementara Prabowo kalah dengan suara 46,85 persen. Silisih yang tipis. Namun, sebelum hasil pilpres ini menjadi keputusan Prabowo menyatakan mundur dari pilpres 2014 ini.

Dasar Prabowo mundur dari pilpres ini, karena Timses Prabowo memiliki data dan faka yang kuat, terjadinya kecurangan yang tersetruktur, sistematis, dan masif. Bahkan, menurut Ketua Timses Prabowo Junus Yosfiah, adanya keterlibatan hacker dari Cina dan Korea yang menggelembungkan suara GOLPUT, hingga 4 juta suara.

Di internal Timses Prabowo, mereka memiliki data yang akurat, berdasarkan CI, di mana Pbowo menang dengan suara 52 presen, sedangkan Jokowi memperoleh suara 48 persen. Tapi, kemudian angka dibalik, dan dimenangkan pasangan Jokowi-JK dengan angka, Jokowi-JK mendapatkan suara 53 persen, dan Prabowo mendapatkan suara 47,85 persen.

Sejatinya, kemenangan Jokowi dengan suara hanya 53 persen, dan sekarang menjadi polemik, tentang terjadinya kecurangan dasar legitimasi Jokowi-JK lemah. Bagaimana mau memimpin Indonesia, dan menjadi presiden dengan dasar legitimasi yang lemah? Sebuah pemerintahan yang menghadapi 'distrust' yang luas, tidak mungkin menjadi efektif.

Belum lagi, pemerintahan yang tidak mendapatkan dukungan legislatif, secara mayoritas, pasti tidak bisa berjalan dengan efektif dan optimal. Mayoritas parlemen dikuasai oleh pasangan Prabowo-Hatta Rajasa. Sehingga, pemerintahan Jokowi-JK, pasti akan mendapatkan kesulitan dalam pengelolaan pemerintahan di  masa depan.

Pasangan Jokowi-JK hanya didukung oleh PDIP, PKB, Hanura, Nasdem, dan PKPI saja. Mungkin JK akan melakukan pendekatan dengan jalan menarik Golkar, melalui orang-orang Golkar yang sudah 'membelot' ke dalam kubunya, dan mempercepat Munas Golkar, melengeserkan Aburizal Bakri, dan memilih diantara orang Golkar yang dekat dengan JK, masuk koalisinya guna mendukung pemerintahan. Tapi, tidak semudah membalikan telapak tangan.

Memasukkan orang Golkar di dalam pemerintahan atau kabinet Jokowi, tidak mudah. Karena, para pendukung Jokowi yang mewakili berbagaki kepentingan sudah 'ngantri' ingin masuk kabinet. 'Tidak Ada Makan Siang Gratis Bung'. Pasti mereka semua minta upah. 

Tapi, Jokowi-JK menghadapi 'distrust' yang hebat, dan tidak mudah memimpin negeri ini hanya dengan suara 53 persen. Jokowi-JK dengan legitimas yang lemah, tidak bakal efektif memimpin pemerintahan.

SBY yang mendapatkan dukungan 65 persen suara, dan dukungan 11 partai politik, yang tergabung dalam koalisi, terseok-seok. Apalagi Jokowi-JK yang hanya didukung 53 persen suara, dan adanya 'distrust' yang luas. Kemenangan Jokowi-JK terlalu dipaksakan.

Apalagi, nanti seandainya benar menang dan terpilih sesuai dengan keputusan KPU, kemudian dilantik di Gedung Parlemen, dan hanya dihadiri oleh partai pendukungnya. Sedih. Benar-benar menjadi sejarah, presiden tanpa legitimasi.

SELAMET SELAMET SELAMET

ada brutus di tubuh akbar tanjung

Mahfud MD menyebut Akbar Tanjung adalah orang yang memunculkan ide menolak hasil pilpres dan menarik diri dari proses rekapitulasi di Komisi Pemilihan Umum (KPU) oleh pasangan Prabowo-Hatta.

Mantan Ketua Tim Pemenangan Prabowo-Hatta ini mengatakan, ide tersebut disampaikan oleh Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tanjung pada rapat di Rumah Polonia siang kemarin (Selasa, 22/7). Selanjutnya ide Akbar itu disambut sebagian besar anggota koalisi, karena meyakini ada kecurangan sistematis dalam Pilpres 2104.

"Menurut Akbar Tanjung sikap itu lebih terhormat daripada menerima dengan legowo keputusan KPU," ujar Mahfud seperti dikutip dari JPNN, Rabu (23/7).
   
Mahfud sendiri berpendapat lain. Sejak pukul 13.00 kemarin (22/7), Mahfud secara resmi telah menyerahkan mandat sebagai ketua tim pemenangan kepada Prabowo. Artinya, sejak siang kemarin Mahfud sudah bukan bagian dari tim Prabowo-Hatta. Mahfud diganti mantan menteri penerangan Letjen TNI (purn) Yunus Yosfiah.
   
Kepada tim Prabowo-Hatta, Mahfud menyarankan untuk menerima keputusan KPU dengan lapang dada dan tidak perlu membawa kasus sengketa Pilpres ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sebagai mantan ketua MK, Mahfud meyakini langkah menggugat ke MK adalah sia-sia.

"Selisih suaranya 8 juta lebih. Pengalaman saya di MK, tidak akan bisa menang kalau selisih suaranya sebesar itu," kata guru besar hukum tata negara UII itu.