Tuesday, February 7, 2012

Tisu

“Silahkan tunggu di sana, Om. Pesanannya sedang dalam proses, sekitar 20 menit lagi selesai”
Front officer dengan suara ramah menawarkan aku untuk duduk di ruang tunggu. Tak banyak orang di sana. Aku pilih di sudut saja, biar bisa memperhatikan seluruh aktifitas di tempat ini.
“Komputer di meja tengah bisa dipakai kok, Pak. Mungkin ingin sekadar mengecek flashdisknya atau ingin browsing”
Hmm, office boynya pun ramah pula. Tempat yang menyenangkan, nyaman, sambutan yang ramah dan full AC. Eh, malah bisa pakai komputer dan internetan gratis.
Itulah awal mula aku datang ke tempat ini. Karena menyenangkan aku sering ke sini, apapun jenis job yang sedang aku garap, kesinilah aku singgah.
Antara jam 13.00 sd. 15.00 WIB biasanya tak banyak klien yang datang ke sini, paling dua tiga orang yang dilayani oleh operator. Jam seginilah paling enak datang ke sini. Tak terlalu ramai. Aku lihat operator yang lain biasanya cari kesibukan masing-masing, ada yang buka FB, twitter, g+, BBM-an, googling, nulis, edit foto, atau menghayal.
Aku cukup kenal dengan orang-orang di sini. Dan mereka pun sudah hapal betul dengan kebiasaanku kalau berkunjung ke sini. Datang setelah makan siang, duduk di sudut atau sekadar main komputer.
Kalau aku datang disambut dengan ramah dan langsung dikasih nomor antrian dan aku langsung menyerahkan flashdisk bertali merah. Hanya aku yang punya flashdisk seperti itu. Kecil dan bertali merah, kalau datanya sudah di-copy lalu flashdisknya diserahkan kembali, aku kalungkan. Begitulah, dari jauh seperti memakai kalung, padahal itu flashdisk.
Aku lihat Dani beranjak dari mejanya dan menghampiri Mayla yang lagi asyik bikin desain poster. Mayla baru seminggu diterima kerja.
“Hidung gue meler banget nih, flu berat kayaknya. Minta tisu dong, May?”
Dani mulai melepaskan jurus gombalnya yang kadang garing banget, kayak rayuan ala twitter atau ala OVJ gitu deh. Ngga ada yang sekelas SUC kayaknya.
“Ambil aja di tas aku. Rak nomor 14, tas kulit warna coklat”
Jawab Mayla datar sementara matanya tetap fokus ke layar monitornya. Dia tahu yang negur pasti si Dani, sama seperti kemarin-kemarin saat nawarin makan siang ke warung tenda di seberang jalan.
Dani pun berjalan gontai ke rak penitipan barang khusus karyawan. Hmm..... nomor 14, tas kulit warna coklat..... ini dia, pikir Dani. Isinya barang-barang perkakas khas milik perempuan, sisir, cermin kecil, lipstick, bedak,  botol parfum 10 cc, seikat kunci, etc etc. Nah, ini dia tisu yang dicari-cari..... Dani pun mengambil satu  saja.
Sambil jalan Dani menyeka hidungnya yang pilek berat. Dan semua rekan-rekannya pada senyum tertahan melihat kelakukan dan gaya Dani menyeka hidung..... lebay banget sih, mentang-mentang dikasih sama Mayla.
“Tisu model baru emang keren ya..... !!!”
Ibra nyeletuk sekenanya sambil nyolek Mayla, maklum daripada ngga ada yang diomongin, ngga ada yang dikerjain. Mayla yang dicolek kaget dan langsung melihat ke Dani. Ups..... What is he doing with my stuff?, pikir Mayla.
Buru-buru Mayla ke rak nomor 14. Di dalam tas tisunya masih utuh tak tersentuh. Dan melihat sekali lagi ke Dani benda apa yang dipakai untuk menyeka hidungnya. OMG.....
Aku yang melihat dari sudut ruang hanya cengar-cengir saja, lumayan..... tombo ngantuk. Sebelum pulang, aku ambil pulpen dan mencatat seperlunya apa yang terjadi barusan. Pulpen dan buku kecil selalu menemani ke mana aku pergi. Maklum, pelupa berat, pikun stadium akhir.
***
Senja yang paling menyenangkan ketika mendapat kabar gembira dari seberang sana. Berjuta rasanya, tiada bandingannya.
Di sudut Otista
Senin, 06 Februari 2012