Tuesday, October 23, 2012

Tragedi di Tepi Telaga



Minggu pagi yang lumayan cerah. Aku dan Mira sudah nongkrong di tepi Curug Cisoka yang masih sepi pengunjung.
Tikar pandan yang kami bawa sudah terhampar dengan dipenuhi oleh rantang makanan, air mineral, roti sobek isi keju coklat dan tiga buah apel hijau.
“Mira mau ke batu di tengah telaga itu ya, Mas”
Aku hanya mengangguk lalu memperhatikan langkah riang Mira menyeberangi curug dengan air terjun yang membiru warnanya terpantul cahaya redup dari langit. Memang air terjun itulah daya tarik muda-mudi untuk sekadar nongkrong ke sini.
Mira naik ke atas batu di tengah telaga dan sedikit-sedikit terpercik oleh hempasan air terjun yang mendarat ke lantai telaga.
Aku sengaja datang ke sini untuk mengutarakan sesuatu kepada Mira. Demi melihat keriangan Mira di atas batu, agak ragu juga aku ingin mengatakan hal ini. Empat bulan bukan waktu yang singkat, belum pula terlalu lama. Tapi hal ini harus disampaikan sebelum melangkah lebih jauh.
Aku buka roti sobek dan kupilih rasa keju. Tampaknya Mira mulai lelah dan lapar lalu menepi menuju tempatku duduk di tikar pandan.
Baju dan celananya lumayan basah. Aku balut Mira dengan handuk kering berwarna biru muda dan kusodorkan roti di tanganku.
“Makasih, Mas”
Dilumatnya roti itu dengan lahapnya lalu menyambar air mineral.
Glek..... glek..... glek.....
Senang sekali memperhatikan Mira makan dan minum begitu. Tak banyak gadis yang makan dan minum dengan gaya santai seperti itu.
Melihat aku kadang termenung dan bengong dengan tatapan kosong, Mira menyenggol bahuku.
“Mas, tiap aku ngomong kayaknya kamu ngga nyimak deh. Ada apa sih?”
“Ah..... eh...... ah...... ngga..... ngga ada apa-apa kok.....”
Hening sesaat, sementara Mira mencomot roti isi coklat yang aku genggam.
“Tuh kan bengong lagi. Ditanya ini itu, ngga jawab-jawab. Ada apa sih, Mas?”
Aku tatap tajam wajah imut Mira. Gadis yan paling imut yang pernah aku jumpa dan aku kenal. Penuh pengertian, manja, jenaka, pandai dan...... seksi.
“Aku mau ngomong sesuatu sama kamu. Sebelum kita melangkah lebih jauh”
“Kayaknya serius amat. Ngomong aja, Mira ngga apa-apa kok”
Roti coklat yang sudah kusobek kumasukkan ke dalam mulut, menahan omongan ini sementara waktu.
Roti di tanganku pun habis.
“Ayo dong. Katanya mau ngomong”
Mira mulai tak sabar.
“Hmmm, sebaiknya hubungan kita ini diakhiri sampai di sini saja, ya?”
“Hah? Ngga ada hujan, ngga ada gledek kok kamu ngomong begitu. Ada yang lebih cantik dari Mira ya? Mira kurang cantik?”
“Bukan..... bukan masalah itu. Kamu cantik, Mira. Pandai, penah pengertian dan terbuka sekali”
“Lalu apa masalahnya, Nimas?”
“Aku sudah punya suami”
Suara hempasan air terjun yang menerpa lantai Curug Cisoka memang begitu bergemuruh, tapi tampaknya dikalahkan oleh bergolaknya hati Mira. Langit di atas begitu cerahnya, tapi tidak bagi Mira yang mulai dilanda mendung menghitam kelam.
Jlep..... jlep.....
Pisau untuk mengoles mentega pun mendarat ke perut dan jantungku.
Lalu semuanya pun menjadi gelap...... gelap...... dan gelap......