Sunday, October 30, 2016

PEREK PEREK PILKADA DK1

Lelaki tua itu membuka sampul surat dan memakai kacamata dengan segera. Surat itu baru saja diterimanya dan tertera nama pengirimnya, seseorang yang seminggu lalu tiba-tiba datang. Ya, seseorang, yang memperkenalkan diri sebagai... “Dua puluh enam tahun sudah kami, aku dan ibu, terpisah dengan ayah. Selama itu ibu tak pernah menceritakan hal apa pun tentang ayah, selain bahwa kami dirampok dan ayah disandera perampoknya. Sementara kami, aku dan ibu, diusir perampok yang menyandera ayah, dari rumah ayah. Untuk seorang anak kecil berumur dua tahun sepertiku ketika peristiwa itu terjadi, jelas tak ada yang bisa diingat, kecuali seiring pertumbuhanku, aku mulai sadar bahwa tak ada ayah dalam kehidupan aku dan ibu, sebagaimana seharusnya. Sejak itulah selalu kudengar jawaban yang sama dari ibu tentang ayah. Kami dirampok, ayah disandera perampoknya dan kami diusir dari rumah ayah oleh perampoknya. “Kenapa ibu tak laporkan ke polisi?” aku pernah bertanya. “Polisi tak bisa menangkapnya, perampok itu kuat sekali, bahkan terlalu kuat,” kata ibu. “Polisi kan punya pistol, bu?” “Pistol polisi tak bisa mengalahkannya.” Aku penasaran sekali, seperti apa kekuatan perampok itu sampai polisi yang punya pistol pun tak bisa mengalahkannya. “Suatu hari nanti, aku harus membebaskan ayah, bu,” begitu tekadku. “Kau harus menjadi orang yang kuat lebih dulu,” kata ibu lembut. “Lebih kuat dari polisi?” “Ya...” Aku harus menjadi orang kuat dan membebaskan ayah. Itu adalah tekad yang setiap saat dan setiap waktu terus kuperkokoh. Ayah harus diselamatkan karena kata ibu, ayah adalah orang baik. Ayahku yang baik. Dua puluh enam tahun sesudah peristiwa itu, aku diijinkan ibu untuk datang pada ayah. Aku masih tetap dengan tekadku untuk membebaskan ayah. Sayang, keadaan ayah yang sebenarnya terasa mentertawakan semua mimpiku. Ayah tidak seperti yang kupikirkan, hidup merana karena disandera perampok, tapi hidup dalam keceriaan di rumah besar dan keluarga besarnya, di mana aku tak pernah melihat sedikit pun di wajahnya, pernah ada aku dan ibu dalam hidupnya. Kami tak pernah dirampok dan ayah disandera sebagaimana cerita ibu. Ayah tergoda seorang perempuan dan memilih mengusir kami untuk menikah dan hidup bersamanya. Perampok adalah kata yang dipilih ibu untuk perempuan yang merenggut suaminya dan membuat suaminya tega mengusirnya. Aku mentertawakan semangatku untuk membebaskan ayah yang kini terasa konyol. Satu hal yang ingin kukatakan bahwa, melihat ayah setelah dua puluh enam tahun peristiwa diusirnya kami adalah hal yang pernah sangat kunanti-nanti, tapi kini menjadi hal paling kusesali. Tapi aku bangga dengan ibu, ia tak berkata lebih tentang ayah, kecuali membiarkan aku menyusun kekuatan untuk melihat sendiri bagaimana ayahnya. Salam kami untuk perampok dan penyandera ayah.” Lelaki tua itu merasa udara menekan dirinya kuat-kuat. Perampok. Kata itu terasa menyadarkan dirinya. Sementara, sayup-sayup terdengar desah perempuan yang tengah mendesah menyesapi nikmat, perempuan yang tengah berasyik masyuk dengan lelaki lain tanpa mempedulikan suaminya. Itulah perempuan yang disebut perampok dalam surat itu. Perempuan yang pernah membuatnya tergila-gila, tapi kini menjadi ulat yang memakan lembaran-lembaran hatinya. Lelaki tua itu teringat lagi dengan pengirim surat ini, yang bertahun-tahun bermimpi bisa membebaskan ayahnya. Tapi itu tak akan bisa diharapkan lagi.

Thursday, October 27, 2016

VIDEO CALL from WHATSAPP 2.16.324


most wanted : INILAH DALANG KEMATIAN MUNIR..... SING

.
ceritanya gue itu tinggal di RT 07 RW 02. konon kampung gue itu yang paling minus di segala hal. gak ada lulusan S3. gak ada aktifis partai. gak ada yang jadi tentara. gak ada yang ngantor di Polsek. gak ada tukang urut. gak ada yang jadi guru apalagi wakepseks. terus yang ada apaan dong? rata-rata kontraktor dan pengacara. paling gagah jadi tukang ojek. mpok-mpok ame abang-abangnye jualan everythings is okey yang penting halal. ada yang jual gado-gado, ketoprak, bakwan malang, mie ayam, bakso, es dawet ayu, tukang kredit, hansip, wasit dan....... tau dah..... banyak banget profesinya. pusing gue nyatetnye.
.
eh, bentaran dulu dah. kayaknya tadi kesebut kontraktor yah? ama pengacara? ..... iye bang, kontraktor itu sebutan buat warga yang nyewa bulanan rumah atawa petakan di RT gue. makanya disebut Kawasan Kontraktor Terpadu. kalo pengacara? itu sebutan buat abang-abang ame mpok-mpok yang hobinya ngerumpi mulu tiap hari. kerja sehari tapi liburnye 6 hari.
.
satu hal yang paling sadis dan parah tingkat akut binti kronis bin stadium lanjut adalah gak ada pengajian. lah siapa yang mau ngaji kalo warganya sibuk kendiri-kendiri. istilah kate orang kota bilang individualistis. keren kan sebutannya. musholla yang ada bersih banget mas bro. bersih dari jamaat yang mau ibadah di dalamnya. apalagi subuh. just one man show ungkul.
.
makanya pas gue naik ke kelas 3 SD, babe gue kasih 3 opsi tempat ngaji. yang paling deket di RT 8 tapi lokasi pengajiannya di pinggir tembok pagar kuburan. jauhan dikit di RW 3 deket kantor Lurah Bungko Lor. dan yang sangat paling jauh sekali pake banget adalah pengajian khusus cowok di RW 22. musti bawa bontot kayaknya kalo mau ngaji di sono. banyak yang milih ngaji di RW 22. bahkan dari Bungko Kidul ada juga santrinya yang ngaji di RW 22. 
.
napa bisa begitu yah? hasil penelusuran IP address akun fb anak-anak pengajian, gue dapet bocoran dari penjaga warnet. musabab banyak yang ngaji di situ soale guru ngajinya jebolan Tebuireng apa Gontor gitu. tambahan lagi tampangnya mirip Syahrul pemain sinetron atawa mirip Kaka kiper Real Madrid (?)
.
akhirnya gue pilih ngaji di Gontor, sebutan pengajian di RW 22. berangkat jam 5, pulangnya abis 'Isya. begitu seterusnya gue lakonin ampe kelas 3 SMP. udah banyak banget gue khatam nih. kitab kuning 17 kali diulang. dan jalur pergi pulang ke pengajian-rumah gak pernah tetep. kadang lewat kelurahan. kadang lewat pematang. kadang lewat kuburan. kadang lewat pasar. kadang lewat komplek perumahan elit. kadang lewat Kali Mati. kadang lewat lapangan bola. kadang lewat stasiun. kadang kelewatan ampe Brebes.
.
"berangkat ngajinya lewat komplek, yuk", ajak Ngabdul suatu sore.
"sampeyan demen banget lewat sono yah? ono opo neng kono, cak?", gue penasaran banget nih sama Ngabdul yang suka maksa lewat komplek.
"di komplek itu ada rumah gedong, penghuninya baik bener. suka kasih kue, jus, ayam goreng, malah aku dikasih henpon. nih......"
wow..... dikasih henpon? paling kagak harganya hampir dua jeti tuh. baik betul orang itu ya? makin penasaran gue.
.
"om Mecaru namanya. tinggal cuma sama pembantunya doang, atau emaknya barangkali..... udah agak tua sih ibu itu"
penjelasan Ngabdul makin ngalor ngidul. pusing gue dengernya. tapi bikin rungsing juga nih. soale makin hari makin aneh kelakuan si Ngabdul ini. kalo ngomong agak ngondek dan jari-jarinya keriting gitu. dan kalo jalan rada melambai kayak orang bisulan bin wasiran.
.
hasil penyelidikan, survey, sensus dan quick count gue menghasilkan satu kesimpulan : om Mecaru gay dan Ngabdul udah ketularan virusnya nih. dan yang bikin mangkel adalah guru ngaji gue dilecehin, dibully, di-black campaigne, di-hinadina mariana-kan, dan hampir disantap oleh mereka. jelas aja gue panas. hingga di suatu Minggu yang panas kagak, hujan kagak, tapi hawanya haredang banget, gue diajak Ngabdul ke gedongnya om Mecaru. kesempatan emas nih.
.
di sana gue ternyata dikeroyok. ada 4 orang lain yang ngendon duluan di kamar depan. untung gue punya ilmu kedut. mereka gak mampu menikmati tubuh gue. tapi om Mecaru punya ilmu juga. gue kelabakan nih.
.
"debu-debu intan!!!!..... huaarrggghhh...."
jurus andalan om Mecaru keluar nih. gue tangkis pake ilmu yang diajarin guru ngaji gue. dan akibatnya sangat fatal.
.
"pantulan matahari!!!!........ wuzzzz....."
pukulan om Mecaru berbalik 360 derajat. jantungnya pecah, badannya misah-misah. yang lainnya ada yang buta. ada yang budeg. ada yang gagu. ada yang lumpuh. dan Ngabdul korslet otaknya.
.
gue ditangkap dan dipenjara dengan tuduhan  mutilator, tukang motong badan orang. dan hari ini genap 9 tahun gue mendekam di Nusa Kambangan. gak apa-apa sih. gak nyesel-nyesel amat. dan yang aneh selama gue di LP, pas gue tidur, selalu ngimpi dibisikin guru ngaji gue.
"bertobatlah dengan sebenar-benar tobat. ibadah yang banyak", begitu katanya di mimpi gue.
.
pas abis 'Isya tadi, guru ngaji gue nongol di depan sel isolasi tempat gue seminggu terakhir ini. aneh, kok bisa dia ke sini. gue dikasih kain sarung warna putih yang udah kumel.
"itu kan sarung gue waktu ngaji dulu?", batin gue. abis itu guru ngaji gue ilang. gak tau kemana. gak tau lewat mana.
.
"sudah waktunya, Sing", sipir penjara mengagetkan gue.
"iya, pak?"
"apa itu? sarung? dari mana?"
"ada yang kasih barusan"
"ngga ada yang keluar masuk sejak sore tadi, Sing"
sipir penjara geleng-geleng dan gue cuma diam aje. terserah mau dibilang apa. nyatanya sarung ini ada di sini.
.
gue pun berjalan keluar sel dikawal tiga sipir menuju ke pintu gerbang penjara. gue mencium aroma yang berbeda di sini. aroma kebebasan.
hap..... hap.... dua langkah terakhir meninggalkan bangunan penjara. gue bebas.
satu orang sipir mendekat dan mengikat kepala gue pake kain hitam. terus gue dibawa ke suatu tempat. baunya seperti lapangan dengan semburat wangi rumput yang baru dipangkas. gue suka banget aroma yang keluar dari rumput yang tertebas parang.
.
tepat pukul 00.00, gue dieksekusi di depan regu tembak.... I am free now.

HAPPY 9TH BLOGGER DAY


MASIH NGEBLOG, BLOGGER?


Sunday, October 23, 2016

PENJAGA KAKUS

“HARTO, jane aku iki arep kok apa’ke?" Ungkap Soekarno pada Soeharto di suatu waktu dalam bahasa Jawa. Kurang lebih artinya, ‘Harto, sebenarnya aku ini akan kamu apakan? Aku ini pemimpinmu’. Sedikitnya itu pengungkapan Soekarno pada Soeharto yang termaktub di autobiografi Soeharto, pasca-penjelasannya soal peristiwa G30S (Gerakan 30 September) 1965 di mana sejumlah perwira tinggi TNI AD gugur ditolak parlemen, sekaligus pasca-keluarnya Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) 1966. Masa-masa akhir Soekarno setelah dua peristiwa itu begitu miris. Sang proklamator, sang penyambung lidah rakyat, Putra Sang Fajar yang mulai meredup, di mana Soekarno sejak Mei 1967 tak lagi diizinkan memakai gelar Kepala Negara atau status Presiden. Di kala itu, Soekarno juga tengah intensif jadi obyek interogasi petugas Teperpu dan sudah “terasing” di Wisma Yaso (kini Museum Satria Mandala, Jakarta). Mendengar Bung Karno bertanya dengan miris seperti itu, segera Soeharto menurunkan perintah untuk tak lagi menginterogasi Soekarno. Di masa pengasingannya itu pun, Soekarno tak diperbolehkan dijenguk siapapun. Hanya ada salah satu putrinya, Rahmawati dan dokter Kepresidenan Prof. Dr. Mahar Mardjono di Wisma Yaso yang juga mulai suram, mulai berantakan halamannya lantaran tukang kebun pun dilarang lagi untuk datang. Sebelum di Wisma Yaso, Soekarno sudah mulai terasing di Istana Bogor sejak menandatangani Supersemar 1966. Dalam kenangan salah satu wartawan istana dari Harian Pelopor Baru, Toeti Kakialatu dalam buku ’34 Wartawan Istana Bicara Tentang Pak Harto’, dijelaskan saat itu wartawan sudah tak boleh lagi bertemu Soekarno. “Pintu Istana Merdeka dan Istana Bogor tertutup bagi semua wartawan. Sementara itu demonstrasi gencar terjadi menuntut Tritura (Tri Tuntutan Rakyat: Bubarkan PKI, Bubarkan Kabinet Dwikora dan Turunkan harga-harga makanan),” tulis Toeti. “Beliau juga tak diperbolehkan berdiam di Istana Bogor, melainkan di kediaman pribadi di Jalan Batu Tulis, Bogor yang diberi nama ‘Hing Puri Bima Sakti’. Beliau nampak kesepian. Hanya beberapa petugas Teperpu yang selalu ingin mengorek keterlibatan Bung Karno atas peristiwa kudeta 1965,” tambahnya. Lantaran terus-menerus diinterogasi dan tanpa teman berarti di sisinya, kesehatan Bung Karno pun menurun. Rahmawati kemudian menulis surat untuk Soeharto agar Bung Karno dipindah lagi ke Jakarta. Itulah akhirnya Bung Karno mendiami Wisma Yaso hingga akhir hayatnya. Padahal sebelum munculnya Supersemar yang mengharuskan Soekarno menyerahkan mandat pada Soeharto, setidaknya Soekarno masih bisa menikmati hari-hari luang. Pasca-Soeharto jadi Pejabat Presiden, Toeti mengaku bersama beberapa rekan wartawan lainnya masih sempat ‘ngemong’ Bung Karno. “Kami keliling kota dengan bus mini ke beberapa toko anti, ke Stadion Senayan, melihat dari jauh pembagunan Gedung MPR/DPR. Saat itu juga Bung Karno sangat ingin makan sate di Priok. Tapi tak diizinkan bagian keamanan,” imbuh Toeti. “Acara lain adalah nonton film di studio kecil yang waktu itu letaknya di bagian belakang Istana Negara. Biasanya kami nonton film Jepang. Bung Karno senang sekali nonton ‘Zato Ichi’, cerita tentang samurai pemberani bermata satu,” lanjutnya mengenang Bung Karno. Dalam kenangannya, Soekarno memang dikenal sosok yang teguh memegang prinsip yang dipercayainya, kendati rakyat sudah tak lagi menghendaki. Seperti konsep Nasakom (Nasionalisme, Agama dan Komunisme) contohnya. Peristiwa G30S tak ayal membuahkan gejolak besar dalam politik Indonesia. Soeharto sedianya sudah lebih dari 10 kali membujuk Soekarno untuk memenuhi Tritura yang di antaraya, membubarkan PKI. Tapi itu artinya menghapus pula konsep Nasakom yang dipegangnya selama rezim demokrasi terpimpin. “Dudu sanak, dudu kadang. Nek mati melu kelangan,” begitu jawab Soekarno yang menyiratkan keengganan membubarkan PKI, di mana kira-kira artinya, bukan saudara bukan kawan, tapi kalau mati turut kehilangan. Sayang, pilihannya yang tak menghendaki pemenuhan Tritura membuatnya harus jatuh dari segala tongkat komando yang pernah dikuasainya. Soekarno seolah harus menghadapi masa senjanya dengan kesendirian dan kondisi yang suram di Wisma Yaso. Kondisi kesehatannya yang kian memburuk mengharuskan Soekarno dirawat di Rumah Sakit Gatot Subroto. Dunia internasional tak alpa pula mengikuti kondisi sosok yang pernah sangat diperhitungkan blok barat dan timur itu. “Berita tentang parahnya penyakit Bung Karno menjadi gosip santer. Juga beredarlah foto dari ‘Associated Press’ di media-media barat, Bung Karno tengah berbaring tak berdaya dengan wajah sembab, sedang dijaga putrinya, Rahmawati,” sambung Toeti lagi. Tapi tak lama kemudian di Paviliun Darmawan RS Gatot Subroto, Soekarno yang lahir di Surabaya pada 6 Juni 1910 dan sejak kecil selalu ingin jadi penakluk, akhirnya ditaklukkan takdir. Maut menjemputnya pada 21 Juli 1970. Sempat beredar soal isu keinginan Bung Karno sendiri yang ingin dimakamkan di Batu Tulis, Bogor. Tapi dikatakan pihak keluarga juga saling berbeda pendapat soal di mana Soekarno akan dikebumikan. Tapi Soeharto turut memutuskan bahwa Soekarno hendaknya dimakamkan dekat makam ibunya, Ida Ayu Nyoman Rai di Blitar, Jawa Timur. (fmi)

RISE OF BADMAN