Wednesday, August 24, 2011

Uang Benggol dan Mesin Waktu


Seorang lelaki berjalan tak tentu arah dengan sedikit rasa putus asa. Kondisi ekonomi keluarganya begitu terpuruknya, apalagi lebaran makin mendekat. Saat menyusuri jalanan di bawah bypass, matanya melihat kilauan di bawah kakinya.

Ia membungkuk dan menggerutu kecewa. “Uh, hanya sekeping uang benggol karatan saja”.

Meskipun begitu ia pun membawa uang benggol itu ke bank terdekat. “Sebaiknya benggol ini dibawa ke kolektor uang kuno, Pak Adji”, kata teller itu memberi saran.

Lelaki itu pun membawa benggolnya ke seorang kolektor mata uang di pinggir Jl. Pemuda. Beruntung sekali, uang benggolnya dihargai 30 ribu. Lelaki itu begitu senangnya dan langsung berjalan pulang.

Saat melewati lapak kayu bekas, dilihatnya beberapa potong kayu yang dijual murah. Dia pun membeli kayu seharga 30 ribu untuk membuat rak piring idaman istrinya. Dia memanggul kayu tersebut dan beranjak pulang.

Di tengah perjalanan dia melewati kios pengrajin meja kursi ukir. Mata pemilik kios tertuju pada kayu bermutu yg dipanggul lelaki itu.

Dia menawarkan sebuah lemari seharga 100 ribu utk ditukarkan dengan kayu itu. Setelah setuju, dia meminjam gerobak untuk membawa pulang lemari itu.

Di tengah perjalanan dia melewati komplek perumahan. Seorang wanita melihat lemari yang indah itu dan menawarnya 200 ribu.

Lelaki itu ragu-ragu dan ingin mendapat tawaran lebih. Si wanita menaikkan tawarannya menjadi 300 ribu. Lelaki itu pun setuju dan mengembalikan gerobaknya ke kios pengrajin.

Saat sampai di ujung jalan kampung, dia ingin memastikan uangnya. Ia merogoh sakunya dan melihat tiga lembar uangnya. Tiba-tiba dari arah belakang dua orang begal turun dari motor, mengacungkan belati, merampas uang itu, lalu kabur.

Istrinya kebetulan tak jauh dari situ, melihat dan berlari mendekati suaminya seraya bertanya, “Apa yang terjadi? Engkau baik-baik saja kan? Apa yang diambil oleh perampok tadi?”

Lelaki itu mengangkat bahunya dan berkata, “Oh, bukan apa-apa. Hanya sekeping uang benggol yang kutemukan tadi pagi”.

Apa yang terjadi jika lelaki itu:

(1) tak mengambil uang gobang itu dan langsung pulang ke rumah?
(2) setelah mendapat uang 30 ribu dari kolektor langsung pulang kerumah?
(3) dari lapak kayu bekas langsung pulang ke rumah?
(4) membawa lemari itu langsung ke rumah?
(5) setelah mendapat uang 300 ribu, tak perlu memeriksa lagi uangnya, langsung pulang ke rumah?

Mungkin kejadiannya akan berbeda-beda setelah sampai di rumah. Sekali kita memutuskan apa yang akan kita perbuat maka waktu tak akan lagi bisa surut ke belakang, karena waktu bukan mesin yang bisa seenaknya diputar maju ke masa depan atau mundur ke masa lalu. Tak ada yang namanya mesin waktu, atau adakah???

Silahkan memilih, karena hidup harus memilih, dan tak memilih pun (diam saja, statis) adalah salah satu pilihan juga. Dan sang waktu akan terus berdetak, berputar, tanpa mengenal lelah, tanpa keluh kesah, menggilas apapun yang dilewatinya, baik yang diam ataupun yang selalu aktif berjalan.