Thursday, March 21, 2013

Jokowi, PDIP, Mega dan Ganjil-Genap

Jokowi dan Intervensi PDIP di Ganjil-Genap?
.
OPINI
.
 | Kamis, 21 Maret 2013 | 08:36 WIB 
.
Dibaca: *206 *   Komentar: *0*   0 bermanfaat
.
Masalah kemacetan di Jakarta memang akut, sudah berganti Gubernur tapi tetap saja masalah itu tidak terselesaikan, dan Jakarta kini dengan Gubernurnya yang baru; jokowi, mencoba menggunakan system genap dan ganjil, tapi sayang saat ini rencana itu masih saja tarik ulur.

Berbagai pro dan kontra berseliweran di tengah-tengah masyarakat Jakarta, saat ini rakyat Jakarta sedang menanti, apakah system yang akan digunakan oleh Jokowi akan menjadi solusi atas masalah kemacetan di Jakarta.

Bagi saya, jika Jokowi mampu menyelesaikan kemacetan itu, maka citranya untuk digadang sebagai R1 akan semakin kuat, bahkan rakyat akan menghianati persepsi mereka dan melupakan bahwa Jokowi berjanji akan tetap menjadi Gubernur hingga akhir jabatan.

Rakyat akan meminta Jokowi untuk maju, dan menyimpangkan persepsi mereka bahwa pejabat harus memenuhi janjinya, bagi mereka Jokowi adalah pengecualian, tidak masalah Jokowi melanggar janjinya sendiri, demi harapan bangsa di masa mendatang.

Tapi jika rencana itu semakin tarik-ulur dan ketika diimplementasikan ternyata tidak mampu menyelesaikan masalah Jakarta, maka ini adalah awal ketidakpercayaan rakyat terhadap Jokowi, pamor Jokowi akan turun.

Tapi yang jadi pertanyaan saya adalah, kenapa terjadi tarik-ulur yang lama, dalam pikiran saya ketika Jokowi mampu menyelesaikan masalah Jakarta, maka secara otomatis suara rakyat kepada PDIP akan naik, tapi jika sebaliknya itu akan turun.

Itu setidaknya tafsiran pemilukada di Jawa Barat, dimana Rieke-Teten menurut hasil survey, hanya diurutan ke tiga, tapi ketiga pengghitungan di hari H, suaranya menjadi kedua, setidaknya itu ada peran Jokowi di sana.

Pertanyaan saya, apakah tarik-ulur itu ada intervensi dari PDIP agar system itu tidak dilakukan secara cepat, sebab mungkin ada kekhawatiran, ketika itu tidak mampu menyelesaikan masalah Jakarta, itu akan berakibat buruk bagi suara PDIP di pemilu mendatang, ini adalah taruhan bagi mereka.

PDIP ingin pamor Jokowi di tengah-tengah masyarakat semakin kuat, sebab itu menguntungkan PDIP. Sebaliknya ketika Jokowi gagal memperbaiki kemacetan di Jakarta, itu akan berdampak negative pada PDIP, sebab ketika pamor Jokowi turun, pula demikian akan berpengaruh kuat kepada suara PDIP.

Tapi semoga saja tarik ulur itu tidak berlanjut hingga tahun depan, demi keuntungan PDIP di pemilu, sebab kini Jokowi milik rakyat Jakarta dan merupakan harapan bangsa, bukan lagi milik dan budak kepentingan PDIP.