Tuesday, August 19, 2014

E-TICKET TIPIS..... EEEE TOOOKEEET...... MONTOOOX......

Seminggu Bersama E-ticket Transjakarta

Marlistya Citraningrum

19 Aug 2014 | 12:26

Terhitung mulai tanggal 11 Agustus kemarin, Transjakarta menerapkan sistem tiket elektronik secara masal di seluruh halte Koridor 1 (Blok M - Kota) dan di beberapa halte utama di koridor lain. Sebagai pejuang Transjakarta Koridor 1 dan mantan penduduk Taipei, sudah lama saya menantikan gebrakan Transjakarta yang satu ini.

Sistem tiket elektronik transportasi (dan pembayaran) di Taipei sudah terintegrasi dengan baik sampai-sampai setiap kartu pelajar yang dikeluarkan oleh sekolah dan universitas juga bisa digunakan untuk membayar tiket kereta dan bus. Kartu yang dikenal dengan nama EasyCard (orang lokal menyebutnya YoYoKa) ini tak hanya bisa digunakan sebagai alat pembayaran tiket kereta dan bus, juga bisa digunakan untuk belanja, membayar taksi, dan masuk tempat rekreasi umum seperti kebun binatang dan museum.

Jadi iya, tiba di Jakarta, bayangkan irinya saya dengan pengguna KRL yang sistem tiket elektroniknya sudah lebih berkembang dibanding Transjakarta (jangan dibahas lah soal iri dengan Taipei). Sebelum 11 Agustus, mendapatkan kartu isi ulang untuk tiket elektronik (e-ticket) ini masih sulit, tidak setiap halte menyediakannya, bahkan untuk halte terminal seperti Blok M. Kartu isi ulang hanya tersedia di pagi hari, itu pun dalam jumlah yang terbatas.

Dari sana saya masih melihat Transjakarta belum sepenuhnya siap menuju ke era elektronik.

Berikut beberapa catatan saya mengenai penerapan sistem e-ticketTransjakarta:

1) Kurang sosialisasi (atau kurang tersosialisasikan?)

Bahwasanya pihak Transjakarta sudah memasang spanduk info bahwa sisteme-ticket akan diberlakukan, iya. Spanduk ini sudah terbentang di (katanya) seluruh halte Transjakarta sejak 2 minggu sebelum tanggal 11 Agustus. Spanduk penggunaan e-ticket(secara umum tanpa tenggat waktu) juga sudah banyak dipasang sejak bulan April (kalau tidak salah ingat).

Masalahnya adalah masyarakat kita belum terbiasa dengan penggunaan e-ticket untuk bus (beda cerita untuk KRL). Sosialisasi yang jedanya 2 minggu saja sebelum diterapkan bisa jadi kurang lama untuk 'menyadarkan' masyarakat mengenai sistem ini. Masyarakat juga bisa jadi cuek-cuek saja mengingat sebelumnya meski sudah dihimbau untuk menggunakan e-ticket, masih bisa menggunakan kertas. Pengguna Transjakarta Koridor 1 yang paling terkena imbasnya, karena dipaksa menggunakan e-ticket sebab seluruh halte koridor ini menggunakane-ticket.

Seminggu kemarin saya menemukan masih banyak penumpang yang bingung dengan sistem e-ticket ini, yang menyebabkan antrian mengular di depan loket, dan akhirnya mereka berujung tidak jadi menggunakan Transjakarta.

2) Fasilitas perlu dikembangkan lagi

Namanya sistem baru, masih perlu banyak pengembangan. Pintu otomatis untuk tap-in dan tap-out masih terbilang lemot karena memerlukan waktu sekian detik untuk membaca kartu. Tidak masalah ketika bukan jam sibuk, namun ketika peak hour, tetap saja terjadi antrian panjang di depan pintu. Selain itu, kesalahan membaca kartu juga tidak jarang terjadi, misalnya kartu sudah terbaca dan dikurangi saldonya, namun pintu tidak membuka; kartu sudah terisi namun oleh mesin terbaca saldo kurang. Hal-hal kecil namun menghambat (dan memakan waktu).

Hal penting lain adalah soal top-up.Sudah sewajarnya (dan seharusnya) setiap halte Transjakarta dilengkapi dengan mesin top-up yang up and running. Mengharuskan penumpang menggunakan e-ticket kok, ya kalau isinya habis, harusnya bisa isi ulang di halte, tidak harus di bank. Masalahnya, banyak halte yang masih belum siap dengan ini. Saya yang lupa mengisi kartu lewat ATM (iya, saya mengaku salah) ditolak masuk halte Dukuh Atas 1 (ya iyalah).Lalu dengan muka tak berdosa, pergilah saya ke loket untuk melakukan top-up. "Lagi error, mbak, mesinnya." Akhirnya apa? Saya harus membeli kartu baru berhubung sedang buru-buru. Kalau begini caranya dam tidak cuma saya yang mengalami, masa iya setiap dari kami harus membeli kartu baru?

(naik Kopaja aja, keleus)

3) Belum tersedia layanan tiket tunggal

Ini juga masalah (dari tadi masalah mulu, cin). Layanan tiket tunggal (single trip ticket) memang belum disediakan Transjakarta (tapi akan disediakan kan, Pak?). Jika ada layanan tiket tunggal, permasalahan saya di atas bisa teratasi dengan membeli tiket tunggal saja, tidak harus membeli kartu baru. Lha wong saya sudah punya kartu, ngapainpunya dua, ya kan? Supaya nggak boros kertas, tiket tunggal ini bentuknya bisa saja kartu dengan sistem serupa KRL (ada deposit yang bisa diambil) atau token seperti milik Taipei Metro yang bentuknya koin plastik tanpa deposit.

Tidak adanya tiket tunggal ini juga menyebabkan penumpang batal naik Transjakarta (ini hasil mengobrol dengan beberapa calon penumpang). Kebanyakan dari mereka yang memang tidak menggunakan Transjakarta secara rutin sehingga beranggapan bahwa membeli kartu seharga 20.000 (harga promo) dinilai membuang uang. Memang iya, ngapain mengeluarkan uang 20.000 untuk sekali jalan saja? Ada seorang ibu dari Bogor yang datang ke Jakarta untuk mengunjungi Monas saja yang mengeluh, "Kan niatnya mau ke Monas aja mbak, sambil nyobain naik busway."

Nah, kan. Sistem tiket tunggal harus ada.

4) Is it that important?

Nah, ini seperti buah simalakama. Pentingkah sistem elektronik ini dibanding dengan pengaturan jumlah armada sehingga tidak terjadi penumpukan penumpang di halte dan di dalam bus? Pentingkah sistem elektronik ini dibanding dengan perbaikan dan peremajaan armada yang sudah ada?

Idealnya sih berjalan bersama, ya. Kalau saya yang ditanya, pengaturan jumlah armada sebaiknya nomor 1. Transportasi umum yang nyaman dancepat adalah keunggulan yang harus digarisbawahi untuk membuat para pengguna kendaraan pribadi berpindah ke transportasi umum. Saya membandingkan, naik Kopaja atau kendaraan pribadi dari Setiabudi ke Senayan menerjang kemacetan dengan naik Transjakarta (pada jam yang sama) itu tak jarang waktunya mirip-mirip. Yang Kopaja/kendaraan pribadi terjebak macet, yang Transjakarta nunggunya lama. Mending naik kendaraan pribadi, tak perlu menunggu, tak perlu panas-panasan.

Semua catatan ini karena saya pengguna setia Transjakarta, kok. Masukan adalah bagian dari cinta kan? :)

XOXO,

-Citra

***