Tuesday, August 19, 2014

ARB SANG PECUNDANG SEJATI ABADI HINGGA NANTI-NANTI DAN TIM PRABOWO-HATTA

Kepentingan Besar di Balik Ngototnya Prabowo-Hatta

Herulono Murtopo

19 Aug 2014 | 10:10

Saya katakan ada kepentingan besar, karena ini menyangkut kredibilitas elite-elite partai yang sebagian besar mendukung kubu Prabowo sebagai koalisi merah putih. Kekalahan mereka, praktis berdampak besar pada 'morat-marit'nya dunia kepartaian dan juga barangkali ada cendekiawan-cendekiawan yang kemudian dipertanyakan keintelektualan mereka.

Yang pertama, kita tentu masih ingat, bahwa salah satu kelebihan Prabowo adalah memberikan harapan pada banyak wanita untuk menjadi The First Lady. Selain Julia Peres dan seorang wanita Thailand, jangan lupa sebenarnya ada mantan istri Prabowo yang digadang-gadang akan menjadi pendamping Presiden. Mbak Titik adalah orang besar pada jamannya karena dia adalah anak presiden terlama di Indonesia. Sayangnya, harapan para pendukung Prabowo untuk menyatukan rumah tangga yang retak ini harus kandas gara-gara hasil KPU memenangkan kubu Jokowi JK. Hiks.... sedih sekali kalau sebuah rumah tangga tak bisa dipersatukan kembali karena politik. Padahal mereka sudah menyiapkan perhelatan meriah melihat persatuan Prabowo dengan keluarga cendana ini.

Yang kedua, tentu kita juga masih ingat bagaimana Prabowo menjanjikan jabatan 'menteri utama' pada ARB. Golkar dan Demokrat sampai detik-detik terakhir tak kunjung menentukan sikap dan dukungannya. Janji jabatan menteri utama yang belum ada dalam tata negara Indonesia, sepertinya meluluhkan hati ARB sehingga dukungan diberikan kepadanya, lengkap dengan sanksi pemecatan bagi mereka yang tidak setuju. Tentang ARB ini, kita tentu juga diingatkan dengan kasus LAPINDO yang penyelesaiannya sarat dengan muatan politik. Dengan kekalahan Prabowo Hatta, maka kebijakan politik jelas tak akan berpihak padanya secara pribadi. ARB harus menanggung beban besar berkaitan dengan musibah LAPINDO brantas ini. Padahal, kalau jabatan menteri utama yang konon kemudian ditolak oleh ARB setelah terjadi kontroversi jadi ada, tentu ketatanegaraan kita akan menjadi lebih menarik, lebih gemuk, dan tentu lebih membutuhkan banyak anggaran. Dengan demikian, anggaran mungkin akan lebih efektif dan tidak 'bocor' ke mana-mana. Hanya saja, belum jelas fungsi menteri utama ini apa.

Yang ke tiga, di balik ngototnya kubu Prabowo Hatta, tentu ada orang-orang yang berkepentingan sesuai dengan kompetensinya masing-masing. Mungkin saja, menteri hukumnya nanti Eggy Sudjana, menteri kebudayaannya Ahmad Dhani, Jubir Kepresidenannya Fadli Zon. "Kami telah sepakat bahwa presidennya dari Gerindra, wakil presidennya dari Partai Amanat Nasional, ketua DPR dari Partai Golkar, wakil ketua DPR dari partai-partai koalisi, dan ketua MPR dari Partai Demokrat," kata AdeRosiade dalam Tempo.co.Dengan pengumuman hasil rekapitulasi suara kemarin, akhirnya kandaslah harapan elite-elite parpol tersebut lengkap dengan kesepakatan yang ada di dalamnya. Padahal penguatan suara dengan koalisi permanen telah dibuat. Hebat loh, ada partai-partai politik dengan ideologi yang berbeda-beda bisa membuat sebuah koalisi permanen. Ada partai Islam seperti PKS dan PPP, ada partai nasionalis seperti Gerindra dan Golkar, ada partai Islam nasionalis seperti PAN, mereka disatukan oleh figur Prabowo. Hebat sekali. Gugurlah tesis bahwa tak ada kawan abadi dalam politik. Tekad kebersamaan berbagai partai dengan ideologi yang berbeda itu, menunjukkan bahwa mereka ingin menjadi kawan abadi.Yang keempat, tentu saja kepentingan-kepentingan agar kebijakan politik bisa menjinakkan KPK kepada beberapa tokoh dalam koalisi seperti SDA yang sedang terlilit kasus dana haji. Sejak awal bahkan Prabowo menuduh KPK mempolitisir kasus itu dan dengan demikian tidak independen. Hal serupa juga terjadi pada Edie Baskoro Yudhoyono yang sering diikut-ikutkan dalam kasus Hambalang. Sebagai pendukung kubu Prabowo Hatta, tentu mereka punya harapan besar bahwa tokoh ini akan berpihak secara politis untuk bisa menyelamatkan mereka dari tuduhan-tuduhan itu. Kekalahan itu juga memupuskan harapan mereka dan harus berjuang lebih keras untuk membela diri.Yang kelima kemenangan kubu Prabowo Hatta dibutuhkan untuk stabilitas partai. Yang jelas sudah terjadi ginjang-ganjing dengan munasnya adalah Golkar. Sebagian elite Golkar menginginkan ARB segera turun karena dianggap gagal memperjuangkan kursi kepresidenan. Padahal suara mereka nomor 2 di legislatif. Melebihi perolehan Gerindra. Harga diri Partai dipertaruhkan, persis logika yang dulu dibangun oleh PPP yang mestinya gengsi kalau SDA mendukung Prabowo yang berasal dari partai gurem. Meskipun akhirnya mendukung juga karena perolehan di legislatif mereka disalip oleh Gerindra. PPP gagal menjadi rumah besar partai-partai Islam. Sekarang Golkar, PPP, dan Demokrat terancam konflik dan tidak stabil kalau sampai Jokowi JK memenangkan Pilpres kali ini. Golkar jelas ada yeng mendukung Jokowi JK. PPP tersandera kasus dana hajinya SDA. Dan Demokrat, seperti kata Ruhut terbuka kemungkinan untuk pindah haluan. Lebih dari sekedar kepentingan internal masing-masing partai yang stabilitasnya terganggu, Koalisi Permanen juga terganggu. Kalau sampai mereka berpindah haluan, koalisi permanen harus bubar jalan dong.Yang keenam, kekalahan kubu Prabowo JK juga akan membuat kredibilitas akademisi terganggu. Sebut saja profesor Mahfud MD, Profesor Amin Rais, Dr. Nurcahaya yang menyebut Prabowo sebagai titisan Allah SWT. Bayangkan, kalau sampai kalah, bagaimana wibawa mereka harus dibangun ulang di depan para mahasiswanya. Harus ada argumentasi-argumentasi logis yang bisa menjadi alasan untuk memaklumi kekalahan tersebut. Prof. Amien Rais, sejak jaman reformasi harus puas dengan julukan sebagai king makernya Indonesia. Kalau sampai sekarang, strateginya gagal, ya kandaslah dia sebagai King Maker. Ibarat susu sebelanga, rusaklah nama baik mereka gara-gara nila sebesar kelapa.Yang ketujuh...wkwkwk... sudah capek ya bacanya? sabar sebentar, begini... kalau dilihat sekarang kan TV ONE sedang mempertaruhkan kredibilitasnya sebagai tivi yang memang beda. Ada anggapan sebagian kalangan yang melihat TV ONE sebagai pecundang dan Metro TV sebagai pahlawan. Saya pribadi melihatnya kedua TV itu sama-sama pecundang karena melanggar banyak prinsip etika komunikasi. Tapi perhatikan, dengan sisa-sisa tenaganya, TV ONE seperti sedang memulihkan citra agar tidak dikenal sebagai TV OON. Nah, mereka juga berkepentingan bahwa kemenangan Prabowo Hatta diharapkan bisa mengubah citra negatif masyarakat dan dengan demikian menaikkan nilai saham mereka.Akhirnya, dengan melihat psikologi komunikasi, saya bisa memaklumi bahwa kengototan itu bukan hanya kengototan pribadi seorang Prabowo. Ada banyak harapan di belakangnya yang harus kandas gara-gara KPU memenangkan pihak Jokowi JK. Bahkan, selain PANSUS di DPR, mereka juga siap memPTUNkan KPU kalau sampai MK ternyata tidak memberikan keputusan yang 'adil' versi mereka.
.
.