Thursday, August 21, 2014

METRO TV DAN TV ONE, MEDIA PELACUR KELAS COMBERAN BUDAK PEMENANG PECUNDANG

Satu kelompok “Presstitute Media”telah menyadari kesalahannya serta merespon dengan baik teguran institusi berwenang, kemudian melakukan pembenahan dalam penyampaian dan penayangan segala informasi dan berita yang disampaikan ke publik. Mulai dari kata-kata yang digunakansampaipadaperilaku para presenter,anchor dan reporter. Walaupun demikian bukan berarti mereka sudah imun terhadap keberpihakkan. Satu hal yang harus kita hargai dan apresiasi, kelompok ini melakukan perubahan sikap atas dasar kesadaran akan perlunya menegakan prinsip-prinsip dan etika jurnalistik, bukan karena tekanan dari “kelompok kriminal” yang akan membakar stasiun penyiaran mereka. Kelompok media seperti ini sebut saja “Semi-Presstitute Media”.

Disisi lain, masih ada satu sekelompok“Presstitute Media” yang menyikapi teguran keras dari institusi berwenang hanya dengan sebelah mata, sebelah mata yang lain tetap menjalankan propaganda dan menggiring publik untuk masuk kedalam gerbong keretanya. Melegitimasi segala perilaku dukungan dan keberpihakkan, dan segala aktivitas calon dukungannya. Kelompok media ini tidak memiliki rasa malu, harga diri, martabat dan kehormatan, semua informasi berbau politik telah dimanipulasi terlebih dahulu dan pertanyaan-pertanyaan yang dibuat dan dinyatakan berbau partisan. MORRONIC, IDIOTIC, PATHETIC,   HYPOCRITE, PIETISTIC, PHONIEST, UNPATRIOTIC, DEMONIC,semua kata-kata ini merupakan cerminan pelilaku “Pelacuran”yang dilakukan oleh kelompok Presstitute Mediaini.

See no Evil, Hear no Evil, Report no Evil

Kelompok Presstitute Media yang satu ini, sangat berbahaya untuk saat sekarang dan dimasa akan datang. Mulai dari pemilik hingga seisi ruang kelompok media ini berperilaku layaknya “Pelacur” yang setiap saat dapat menjual segala hal - termasuk dirinya - untuk kepentingan sesaat. Informasi, berita, dan visualisasi tayangan yang ditampilkan oleh media terafiliasi memaksimalkan seluruh kemampuan, mulai dari gelombang suara, internet, layar kaca dan printing media sampai detik ini masih saja mencoba menjerumuskan opini publik masuk kedalam jaring-jaring propagandanya agar  mendukung agenda yang menyalahi aturan. Disadari atau tidak kelompokPresstitute Media ini terus melakukan polarisasi opini dan kehidupan masyarakat, yang merupakan BAHAYA LATEN, karena akan dapat memecah belah negeri.

Informasi dan berita yang berbau politik saat ini dan kemungkinan dimasa akan datang dalam masa pemerintahan yang baru - apabila calon yang didukungnya ternyata kalah - mereka akan tetap terus merangsek dan menafikkan kebijakan presiden terpilih. Sampai pada detik penulisan artikel ini, kelompok media ini tidak hentinya menayangkan ulasan yang melegitimasi segala aktivitas capresnya, dan mendelegitimasi hasil pemungutan suara. Kolompok ini tentu menyadari bahwa yang mereka diskusikan dalam bentuk tayangan talk show bersama para pundit yang memihak pada calon dukungannya, dapat menimbulkan friksi antar kelompok masyarakat. Mengapa  hal seperti ini dapat terjadi...? Perlu diingatkembali,bahwatingkatkualitasdankredibilitasjurnalisdalamkelompokPresstitute Mediaini sebagian besar masih patut dipertanyakan, Lack of knowledge, Lack of experience, Lack of critical thinking, Lack of attitude and Incapable, semuaitumerupakan titik lemah kelompokmedia ini; Sementara yangtelahmumpuniadalah“The Wanker Journalist”. Dikarenakan kelemahan-kelemahan inilah mereka mudah untuk diarahkan dan dibentuk layaknya tanah liat; Terkadang mereka melakukan “Kebodohan” yang tanpa disadari menyakiti hati rakyat. Karena apa yang disampaikan, ditayangkan, dan dilakukan oleh kelompok Prestitute Media ini dapat mengganggu sendi-sendi kehidupan berdemokrasi, persatuan dan kesatuan bangsa. Mereka berpegang pada dogmaPresstitute, bahwa politisi yang didukungnya adalah tokoh yang paling pantas untuk memimpin bangsa.Politisidukungannya adalah sosok tokoh dengankredibilitasdan integritas yang sangat tinggi, tidak patutuntukdipertanyakanlagi “See no Evil, Hear no Evil, and Report no Evil”. Kebenaran, kebanggan,  kebebasan, keadilan sosial, pelayanan masyarakat, penurunan angka pengangguran, kesejahteraan, UUD’45,  Pancasila dan keutuhan NKRI harga mati, tema-tema propaganda inilah yang akan mereka angkat, disinilah hypocrisies terjadi dengan melakukan tindakan akratic;Akratic action.

Sulit memang untuk mengembalikan perilaku kelompok media massa seperti ini kembali kekhitahnya, apalagi institusi-institusi pengawas yang berfungsi mengawasi tidak memiliki taring untuk memberikan sangsi. Sangsi paling mematikan ada ditangan kementrian terkait - Kominfo -, tapi percayakah anda pada keberanian seorang menteri untuk mencabut izin siar media massa...??? jangan kan mencabut izin, sebelum badan pengawas penyiaran menegur keras beberapa kali dan menyampaikan pelaporannya kepada mentri terkait, buru-buru pejabat pemerintah mengatakan, tidak ada media massa yang akan ditutup. Jadi hanya tinggal satu kekuatan tertinggal, yaitu kekuatan publik, jika tekanan publik secara terus menerus dan membesar maka kementrian informasi ini pasti akan bertindak lebih keras lagi bukan hanya sekedar peringatan.

iSee all Evil, iHear all Evil, iReport all Evil

Bagi orang-orang yang cerdas dan berfikir kritis (Thinking herd), tentu akan mengkritisiinformasi dan berita politik tayangan kelompok Presstitute Mediaini. Ketika sebuah persidangan terbuka tentang gugatan hasil penghitungan suara oleh salah satu calon presiden yang dikalahkan, seluruh rakyat indonesia menyaksikan secara langsung apa yang terjadi dipersidangan. Para saksi disumpah dengan menggunakan Kitab Suci masing-masing, para pembela berceloteh mempertahankan klien dantentu kompensasinya, bukti-bukti kecurangan yang mengandung setengah kebenaran dan kadang terbukti hanya rekayasa, para saksi ahli bersaksi mungkin hanya berdasarkan “wani piro...?”, semua peristiwa dalam tayangan langsung tersebut tidak lebih baik dari sinetron tayangan kelompok media ini, sebuah drama politik persidangan yang ditampilkan para “aktris” dan “aktor” dengan talenta dibawah garis dan rendah dalam penguasaan ilmu pengatahuan, mungkin hanya mengharapkan kompensasi, tidak terkecuali yang melakukan orasi didepan gedung pengadilan.

Bagaimana cara kelompokPrestituteMedia menyiarkan...? Salah satu kelompok dari dua kelompok ini memang sejak awal dimulainya kampanye pemilihan presiden, dengan tidak pernah malu-malu menjalankan fungsinya sebagai “pelacur murahan” hingga saat ini; Sementara kelompok lainnya mulai menurunkan “intonasi dan resonansi”. Didepan publik pemirsa, kelompok ini membuka “pakaian luar dan dalam”nya sehingga publik yang kritis melihat kelompok media ini secara “telanjang bulat” tanpa menutupi kemaluan dan rasa malunya menayangkan, mendiskusikan dan membentuk opini dengan dan melalui tayangan informasi dan berita yang dipabrikasi, diwarnai, melalui proses sensor atau editing  terlebih dahulu demi keberhasilan satu agenda, kepentingan, dan keuntungan para politisi, oligarch, dan media media mogul. .

Pada dasarnya, kedua kelompokPresstitute ini merupakan “Echo Chambers” dari masing-masing calon presiden untuk menyalurkan informasi pada publik tentang segala hal yang menjadi prinsip-prinsip kepemimpinannya, yang akan dijalankan manakala mereka dipilih dan diberi mandat oleh rakyat. Presstitute Media mengetahui dengan persis, sebagai “Echo Chambers”, segala informasi dan berita yang mereka tayangkan suaranya akan berdengung keseluruh pelosok negeri. Mereka sudah mafhum sampai sejauh mana dengung suaranya akan menembus dan mempenetrasi keseluruh tingkatan kehidupan masyarakat pemilih, dan yakin akan menjadi acuan dan referensi bagi masyarakat pada tanggal pemilihan . Faktanya memang benar, bahwa informasi dan berita yang terlebih dahulu dipabrikasi dan diwarnai telah menjadi bahan acuan bagi masyarakat, dan kelompok tertentu(Unthinking herd), tanpa berfikir panjang mereka menelan mentah-mentah informasi dan berita yang ditayangkan atau disampaikan.Makaterbentuklah kelompok pendukungfanatik, buta, tuli, danbisu, tanpa disadari kelompok masyarakat inimasuk kedalam perangkap “See all Evil, Hear all Evil, Report all Evil”. Mereka-mereka inilah yang akan palingmenderitadan menjadi korban.Sekalipuncalondukungannyamemenangkan pemilihan dan menjadipresiden, sang tokoh yang telahterpilihinihanyamengatakan“I just want to say thank you very...very...much and very appreciate for all of your effort, and etc. ...”. Ya!!! hanya ucapan terimakasih dan pujian normatif tidak lebih tidak kurang. Pun setelah calonnya resmi menduduki jabatan president, kelompok“die hard” ini tidak akan mendapatkan apa-apa; Kembali bekerja keras dan berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan mengais sampah serta limbah rumahtangga, kemiskinan tetap menyelimuti tidurnya.Sementara sang presidentterpilihbermandikan,berlimpahkemewahandan keuntungan-keuntungan baik pribadi maupunbersama para oligarchdanmedia mogulpendukungnya.

Kita semua hanya bisa berdoa, semoga saja Presiden yang akan dilantik nanti adalah seorang negarawan sejati, dengan menjalankan roda pemerintahan yang bertumpu pada prinsip-prinsip  kerakyatan, mengentaskan rakyat miskin dari belenggu kemiskinan,  menciptakan lapangan pekerjaan serta mendorong munculnya pengusaha-pengusaha lokal, sehingga dapat mengejar ketertinggalan dari negara lain. Lebih dari itu kelompok yang bertikai kembali melakukan rekonsiliasi. KelompokPresstitute Media pun dapat meninggalkan profesi “pelacur” nya dan kembali menjadi “The Fourth Estate”

***