Sunday, March 24, 2013

Gantengnya Gentengmu

Kisah Penjual Genteng
Oleh: Selsa
.
 | 24 March 2013 | 10:01 WIB
.
Entah kenapa, aku merindu seorang penjual genteng yang kerap menawarkan dagangannya setiap melintas di depan rumahku. Umurnya sekitar 50 tahunan, lelaki penjual genteng itu masih terlihat gagah dengan sisa-sisa ketampanan yang melekat pada wajahnya yang tirus. Memang di daerahku masih ada penjual genteng keliling dengan pikulan yang membawa dua keranjang lumayan besar dengan masing-masing berisi beberapa genteng.
Penjual genteng itu kerap membuatku terpingkal-pingkal dengan kekocakkannya saat kami berdua terlibat obrolan. Aku kerap memanggil dia dengan sebutan penjual genteng yang gendeng (gila) karena lontaran-lontaran leluconnya. Kebetulan depan rumahku berdiri kokoh pohon randu, dan di bawah rindangnya lelaki penjual genteng itu sering beristirahat melepaskan lelah setelah seharian berkeliling menawarkan dagangannya. Dan saat itu pula kami berdua sering mengobrol bersama.
Lelaki itu pernah bercerita bahwa kehidupannya bahagia walau dia telah bercerai dengan istri dan hidup dengan dua anaknya. Meski sudah menduda lama tapi lelaki penjual genteng itu tak berminat mencari pengganti istrinya yang telah hidup berbahagia dengan lelaki lain. Dia merasa lebih senang menikmati kesendiriannya. Agaknya lelaki itu telah berdamai dengan kesunyian hingga kesendirian baginya adalah damai dalam hidup.
Terus terang aku kagum dengan prinsip hidupnya meski kadang-kadang aku dan dia tak sejalan dalam berpikir saat kami terlibat satu pembicaraan serius.
Kini dua bulan telah berlalu sejak percakapan terakhir kalinya, aku merindukan kehadirannya. Dan selintas menyelinap dalam pikiranku sebuah tanya, mungkinkah kini ia telah menemukan wanita seperti yang pernah dia idam-idamkan untuk menjadi pendampingnya kelak apabila Tuhan memang mentakdirkan dia untuk mengarungi hidup dalam sebuah maghligai perkawinan?.
Ah…entahlah tiba-tiba sesak dalam dadaku, cemburukah? atau hanya kerinduan yang sering menyusup dalam benakku saat wajah penjual genteng itu melintas? Di bawah pohon randu, kembali aku mengeja  kisah antara aku dan si penjual genteng gendeng itu. Adakah sebuah rasa telah merajai hatiku untuknya? lalu rindukah dia padaku seperti sering dia katakan padaku saat kami lama tak jumpa?
Tak kutemukan jawabnya pada ilalang yang kini tengah menatapku iba.