Monday, August 11, 2014

BUAS DAN KEJAMNYA PARLEMEN JALANAN ALA PKI SINTING, LEBIH RAKUS DAN SADIS KABINET BENTUKAN KANTOR TRANSISI

Saat Jokowi Presiden, Akan Tercipta Dua Versi Parlemen Jalanan

Giri Lumakto

11 Aug 2014 | 14:59

Sumber: (ilustrasi: thewhysoserious91.deviantart.com)

Melihat dan mencoba memahami kekisruhan paska Pilpres 2014, ada sebuah keprihatinan. Keprihatinan terhadap salah satu kubu (mantan) Capres, Prabowo Subianto. Dimana setelah kalah secara de facto dalam hasil Real Count KPU, kini ia mencoba menggoyang pemerintah dengan menggugat. Yang saya lihat, Prabowo tidak sekadar mencoba menggagalkan terpiihnya Jokowi-Jusuf Kalla sebagai kepala negara. Prabowo pun mencoba menggoyang dan mencoreng citra pemerintahan SBY. Betapa praktik politik dalam gugat menggugat hasil Pilpres, sudah masuk ke ranah Tarkam, alias show of power by quantity. (Baca artikel saya: Praktik Politik Tarkam ala Prabowo)

Lebih jauh, ada kecemasan tersendiri atas agenda 'tersembunyi' yang dipraktikkan Prabowo. Apa mungkin setelah ketok palu keputusan MK nanti, ada hal lain yang coba disangkakan? Melihat perjalanan sidang sengketa Pilpres 2014, kubu Prabowo berada di titik nadir. Dimana semua dugaan malah cenderung fitnah. Dan semua kesaksian hanya berupa rumor dan katanya. Belum ada signifikansi makna kecurangan Pilpres 2014 yang sistematis, tersturktur dan masif. Yang masif adalah kumpulan pendemo 'pembela' kubu Prabowo. Yang sistematis adalah pembagian amplop dan nnasi bungkus untuk para pendemo. Dan yang sistematis adalah perekrutan dan pembagian job desk perangkat pendemo. Yang terkuak dan 'tercium' publik, ada perlemen jalanan ala Prabowo setelah Jokowi-JK naik ke kursi RI 1 dan 2.

Parlemen Jalanan ala Prabowo, Hidden Agenda?

Yang terlihat adalah, parlemen jalanan ini 'didalangi' oleh Prabowo. Sebuah parlemen yang merasa kecewa (berat) dengan peraihan gagal total. Sudah hampir 10 tahun Prabowo menyiapkan diri menjadi Presiden RI. Kini malah dijegal secara frontal oleh Joko Widodo. Gelagat kekecewaan ini ini sudah terlihat sejak awal. Lihat saja ketika KPU akan hampir menyelesaikan Real Count, Prabowo malah dengan arogan menarik diri dari Pilpres 2014. Sebuah hal yang sempat menjadi pertanyaan orang banyak. Kenapa demikian? Atau malah memang sudah ada yang menebak Prabowo akan melakukan manuver aneh dan bombastis seperti ini.

Setelah ketok palu MK nanti, ini yang nanti kira-kira terjadi. Kubu Prabowo akan membentuk hidden team dalam parlemen dan jajaran mentri Jokowi-JK. Jajaran parlemen yang tentunya datang dari koalisi gemuk kubu Prabowo-Hatta. Karena, koalisi ini seolah menjadikan Prabowo 'Presiden' mereka. Mau tidak mau mereka harus tunduk dan patuh dengan segala manuver aneh Prabowo. Lihat saja, sempat terselenting wacana Pansus Pilpres di DPR. Kuatnya aroma politik dengan wacana Pansus Pilpres tercium anggota DPR lain. Dengan masa jabatan yang akan habis, menggugat hasil Pilpres di ranah legislatif tentunya hal yang mengada-ada. Akhirnya, wacana ini hilang tidak tercium kembali baunya.

Dari para mentri yang hendak dibentuk Tim Transisi, memang baiknya transparan. Seperti yang dilakukan Jokowi-JK. Namun, apalah daya pejabat ekskutif jika pada ranah legislatif, masih kental pengikut Prabowo. Para anggota legislatif dari kubu koalisi Prabowo akan memiliki hidden agenda tersendiri. Atau malah ada nantinya, forum atau badan yang bisa dijadikan legitimasi Prabowo merongrong pemerinntahan. Forum ini dibentuk oleh anggota DPR dengan maksud mengawasi Presiden. DPR saja sempat ingin membungkam KPK, kenapa tidak dengan Presiden terpilih. Legislasi yang pernah diajukan ke MK menyoal UU 42 tahun 2008 tentang ambang batas pencalonan Presiden. Mungkin ada saja anggota kubu Prabowo yang cukup cerdik melihat celah dan cela dari UU yang ada. Lalu gembar-gembor menjadikannya senjata pemakzulan Presiden. Mungkin saja?

Parlemen jalanan ala Relawan Jokowi, Lebih Berat

Versi parlemen jalanan kedua adalah versi para pendukung Jokowi. Saya yakin adanya, para pendukun Jokowi tidak dengan buta mendukung apapun yang Jokowi pilih dan putuskan. Ada keyakinan, bahwa walau sudah naik jadi Presiden para relawan dan pendukung Jokowi-JK-lah yang menjadi garda terdepan pengkritik pemerintahan Jokowi-JK. Bukan sembarang kritik dan cibiran, namun lebih kepada kritik membangun. Kritik dan masukan yang selalu menjadi arah perubahan yang diinginkan konstitusi dan rakyat itu sendiri. Dan para relawan ini begitu acak dan masif, sehingga kritik mereka berasal dari semua kalangan rakyat. Dan saya yakin, Jokowi-JK akan dan mau mendengar keluh kesah yang terjadi. Dan tentunya mencari solusi.

Dan para pendukung atau Jokowi lover di Kompasiana juga akan bertindak menjadi garda terdepan. Saya atau entah siapapun, tentunya tak ingin terpilihnya Jokowi hanya sekadar menjadi Presiden. Sudah ada traum tersendiri atas janji dan kiprah Presiden terdahulu. Mereka setengah hati mengabdi dan mendengar kepentingan rakyat. Program pemerintah yang baik juga tak lepas kritik. Apalagi yang difikir tidak pas atau sesuai. Lihat saja, beberapa calon Mentri di kabinet Jokowi-JK saja sudah banyak yang mengkritisi. Dan artikel tentang hal demikian, banyak di Kompasiana. Mau jadi calon aja dikritik habis-habisan, apalagi setelah benar-benar didaulat mentri nanti.

Ingat, para relawan Jokowi yang membentuk parlemen jalanan nanti harus bekerja ekstra. Selain mengkritisi jalannya pemerintahan Jokowi-JK. Tugas lainnya membaca dan memaknai hidden agenda dari parlemen jalanan ala Prabowo. Entah nanti ada atau tidak, namun dari gelagat tidak legowo Prabowo sepertinya ada. Dengan tidak bermaksud berburuk sangka. Namun manuver Prabowo selama dan paska Pilpres sudah mengindikasikan hal demikian. Parleman jalanan ala pendukung dan relawan Jokowi-JK tentunya akan mencoba meng-counter sebisa mereka. Karena mereka mungkinn tidak datang dari kalangan legislatif dan esksekutif. Namun suara dan kritik mereka adalah suara rakyat sejatinya. Semoga situs serupaBantuJokowi.org akan sanggup menampung aspirasi dan kritik rakyat. Terutam pula, bisa menyoroti anggota DPR atau mentri yang dianggap memiliki kepentingan politik tersembunyi.
.
.