Friday, March 22, 2013

baca INBOX asyik JUGA yah : thank's god it's friday.........

Ira Oemar | 16 March 2013 | 16:01:31
Mas Alek, kalo sekedar bikin kloningan sih selama tak merugikan orang lain, mgkn bisa saja dibilang gpp, meski dari segi etika jelas “apa2″.
Sebab pemilik akun yg bertanggung jawab tak akan bikin kloningan hanya utk memvoted tulisannya sendiri agar nangkring di kolom ter2an dan menguasai seluruh kolom ter2an. Pemilik akun bertanggungjawab juga tak akan pake akun kloningan utk berkomentar, kecuali dia memang niat lempar batu sembunyi tangan.
Nah, khusus si Agus Sutondo ini, akun kloningannya bukan cuma dibuat utk kecurangan2 itu.
Lebih dari itu kloningannya dipakai utk memfitnah.
Mungkin anda tak tahu kejadian setahun lalu, Maret 2012, dimana lewat tulisan kloningan2nya dan komentar2 kloningannya dia menyebar fitnah kepada 15 Kompasianer.
Intinya begini : si Agus Sutondo ini suka mencuri tulisan sesama kompasianers, lalu ketika pemilik tulisan marah dan mempertanyakan kejujurannya, lalu si pemilik tulisan di dukung oleh kompasianer lain yg juga meenyuguhkan bukti2 tindakan plagiat dan pencurian ide oleh Agus Sutondo,eeeh…, berbalik si pemilik tulisan sah ini lah yg difitnah memplagiat dan punya akun kloningan.
Sementara dia yg jelas pelihara bejibun kloningan, lalu berlagak bersih.
So, to the pointnya : maling teriak maling, gitu loh.
Sampai saat ini kasus setahun yg lalu memang ibarat api dalam sekam. Sudah padam, tapi tidak selesai sebenarnya. Sebab AS tak pernah minta maaf pada kami2 yg sdh difitnahnya dan malah dia hapus jejaknya.
.
Elde | 16 March 2013 | 19:05:02
@MBak Ira…saya bisa merasakan kalau anda masih 
ada ganjelan dg Pak Agus karena mmg waktu itu anda yg paling parah dijadikan sasaran tembak olehnya…
dan sepertinya belum ada penyelesaian bentuk kata maaf atau silaturahmi yg baik dari beliau… 
.
Alek Laksana Vp2 | 17 March 2013 | 09:04:32
@Mbak Ira,
saya juga sudah baca komen komen ira dilapak dosmand yang banyak itu.. 
Kalau tentang akun kloningan,bukan dia saja yg memiliki,apapun artinya itu,kalau ingin membahasnya tentu lebih tepat BUKAN khusus hanya membahas satu nama saja..,,jadi lupakan saja tentang ini  

Saya juga tau kok kejadian yang dulu itu,cuma ngak terlalu aktif disana,kalau ngak salah juga pernah komen di artikelnya dia itu,
saya juga sudah baca komen komen ira dilapak dosmand yang banyak itu.. 
Apapun itu ,Tetapi saat ini akun dia kan tidak sampai di blokir, lhooo saya sama darsem saja akunnya pernah diblokir kok,sementara akun dia itu tidak pernah diblokir…coba pikir sendiri.  
karena belum diblokir tentu dia berhak menulis apa saja…termasuk soal PKS.
Sebenarnya yg dilihat dari artikel dosmand,sutomo paguci,saya dan darsem ini,adalah ketidak setujuan kami saat AS dibantai paran kompasianer lain saat dia mempublish artikel2 terkait pks,pembantaian itu sudah menjurus ke kehidupan pribadi dia,[walaupun itu entah benar entah salah]….bukan lagi membahas isi artikelnya,harusnya “gerombolan pks” itu mengunakan pepatah rwanda pada artikel diatas.
Sebenarnya kalau AS ingin ,dia kan bisa saja bikin akun yg baru untuk mempublish artikel2nya sekarang ini,dan anda atau yg lainpun tidak akan bisa menghubungkannya dengan kasus yg dulu, tetapi ini kan tidak, alangkah baiknya bila anda atau yg pernah bersinggungan dengan dia ikut juga memberikan apresiasi dalam hal ini.
Aneh juga melihat komen anda diatas,Kalau anda merasa “”kasus setahun yg lalu itu ibarat api dalam sekam. Sudah padam, tapi tidak selesai sebenarnya. “”
Karena yg kutau api dalam sekam itu kalau padam ya berarti padam sebenarnya,karena memang api dalam sekam itu bisa dipadamkan,..kecuali anda sendiri sebagai pemilik sekam tetap membiarkan api DIDALAM sekam itu tetap hidup.
Kalau anda merasa urusan anda belum selesai, cuma aneh saja melihat anda ‘terlalu bersemangat” komen diartikel dosman dan juga komen disini untuk saya, padahal komen orang yg bersangkutan ada tuh diatas, tetapi sejauh ini belum saya lihat komen anda untuk dia…
.
.
.
Ira Oemar | 17 March 2013 | 09:43:33
Ooh…soalpemilik akun kloningan, sudah saya bilang memang gpp selama gak dipakai utk merugikan org lain, meski dari segi etika gak bisa dibilang gapapa.
Selama jelang Pilgub DKI sampe selesai putaran 1&2 aja diperkirakan ada 10.000 akun kloningan baik dari kelompok Foke maupun Jokowi. Begitu pula tiap ada kisruh PSSI vs KPSI, ratusan bahkan ribuan kloningan muncul.
Lalu kloningan2 itu berperang satu kubu melawan kubu lainnya.
Kan sdh saya bilang di atas, khusus si Agus Sutondo ini, kloningannya dipakai utk kepentingan pribadi dan memfitnah orang lain. Dimana sebenarnya orang lain tsb tidak bersalah scr pribadi padanya. Jika kita bilang : “hei, kamu jangan ambil tulisan orang lain dong! Itu gak etis.” apakah itu berarti kita punya salah pada ybs? Padahal peringatan itu seharusnya justru diartikan sebagai peringatan utk memperbaiki diri.
Sama dg Admin kirim “surat cinta” ketika kita mencantumkan gambar dari sumber lain tanpa menyebut sumbernya, itu kan sebenarnya bentuk tindakan Admin sayang dg kita agar gak bermasalah di kemudian hari.
Soal kenapa saya gak mau nulis lgsg di bawah komen dia, karena saya tau dia “budeg”.
Dulu, ketika kasus dia memfitnah, berapa banyak link di tempelkan ke tulisan dia, lewat message juga, kami2 para korbannya meminta dia datang baik2 ke tulisanklarifikasi kami dan meminta dia menjelaskan sbg bentuk pertanggungjawaban.
Apa dia mendengar? NO!
Nah, apalagi cuma jawab di komen dia pada tulisan milik orang lain, bisa saja dia dg mudah ngeles gak tau, karena gak buka dashboard.
Oya, tau enggak kenapa ada pepatah “api dalam sekam”? Sekam itu TIDAK memadamkan api. Nyalanya mungkin memang tampak padam dari luar, namun sekam yg menutup api itu membuat suhu di sekitarnya tetap panas. Sedikit saja ada angin bertiup, bara api akan mudah membesar lagi. Itu filosofinya api dalam sekam. Kalo gak percaya, silakan beli sekam sekarung, lalu bakar sepotong kayu, ketika kayu jadi arang dan baranya hampir padam, tutup/timbun dg sekam. Asal gak hujan aja, nanti kalo tiba2 ada angin atau kejatuhan puntung rokok saja, akan membsar lagi, hehehehe….
.
Ira Oemar | 17 March 2013 | 09:52:39
Kalo soal tulisan PKS mah, saya sendiri sejak kasus suap kuota daging sapi impor sdh 2x nulis, anda juga ikut komentar di salah satu tulisan, tahu sendiri bagaimana saya juga dibantai habis2an.
Salah satunya oleh akun kloningan yg diduga milik SM di atas (menurut inbox teman2 Kompasianer lain) yg mengeluarkan kata2 kasar dan menjurus pada pelecehan fisik.
Saya sih justru ketawa geli. Kenapa?! Lha wong si pencaci sejak awal sama sekali tak punya argumen utk membantah tulisan saya, tapi dia mencari cacat dari foto profil saya lah, penampilan saya lah (yg nota bene akun itu gak tau persis saya, belum pernah ketemuan), hahahahaa…
Ya biasa aja lah itu! Gak usah cengeng.
Apakah seorang Agus Sutondo bak seorang pahlawan hanya karena dia nulis ttg PKS lalu dibantai?
Saya juga nulis ttg PKS, dibantai juga, tapi gak ada tuh yg sampe bikin tulisan pembelaan utk saya. Dan memang TIDAK PERLU, kekanak2an,emnggelikan.
Saya pernah nyaris menghadapi tuntutan dari fans berat Megawati ketika saya baru 5 minggu menulis di Kompasiana, teman masih sedikit, tapi ya gak perlu tuh ada tulisan pembelaan demi “menyelamatkan” saya.
Saya “dikejar” sampe ke inbox oleh fanatis PKS, bukan hanya sekali, sampe 2x kali malah (maksudnya pernah di tahun 2012 dan di tahun 2013) dimana tiap kali ngejar sampe beberapa inbox.
Ya gak pernha tuh saya jembrengin di Kompasiana.
Itu resiko menulis di kanal politik.
Dicaci maki pendukun Foke juga pernah.
Saya diam saja karena merasa gak perlu di jawab, karena sejujurnya juga caci maki itu lucu banget, sama persis dg karakter pembela PKS : gak membantah tulisan dg argumen, tapi mencaci penulisnya.
Tapi ya biasa aja lah, gak usah kemudian merasa DIDZHOLIMI oleh pendukung Foke, pendukung Mega, pendukung PKS, blablabla. Dan juga gak perlu merasa jadi pahlawan.
Hadapi sendiri, itu resiko menulis di media publik.
Dan secara pribadi, saya menilai kalo seorang koruptor, lucu banget kalo dia teriak2 pada koruptor lain. Apa karena korupsinya kalah gede? hehehehe….