Wednesday, July 13, 2011

CAD 55

Musim Keseribu Pun Akan Tiba


Fenomena menarik dari negeri ribuan pulau di sabuk khatulistiwa. Kalau orang di negara-negara bagian utara bumi ini begitu bangga dengan four season yang mereka miliki, Indonesia juga tidak mau kalah dengan 1000 musimnya.

Dua musim utama kemarau dan penghujan, di samping itu masih ada musim lain yang mengikutinya, musim kemarau selalu diikuti dengan musim mancing, musim layangan, musim touring, musim mendaki dll. Begitu juga musim penghujan juga diikuti oleh musim tanam, berbunga, berbuah, musim kawin, musim masuk angin, musim ngojek payung dan masih banyak lagi, itu baru yang terkait dengan musim utamanya, belum lagi musim-musim yang mengiringi setiap proses suatu agama tertentu.

Bagi umat Muslim, tentu udah nggak aneh kalo dalam setiap perhitungan bulannya pasti muncul satu bulan penuh rahmah dan ampunan, dikenal dengan nama bulan Ramadhan, ada di antara Sya’ban dan Syawal. Ramadhan dipercaya sebagai bulan penuh berkah juga, maka dari itu banyak umat Muslim yang berlomba-lomba untuk berbuat kebaikan di bulan yang istimewa ini.

Selain itu, selama bulan puasa, masih banyak juga cara yang agak unik dalam menjalankannya, coba aja lihat ke diri sendiri, bagaimana kita menghabiskan waktu kita nunggu acara keramat bertajuk bedug maghrib, ada yang ngabuburit, ada yang molor seharian, ada yang berdiam diri di masjid, syukur-syukur sambil melantunkan seayat dua ayat Kitab Suci (biasanya mah kelilingan di mall), sekarang mungkin banyak yang memanfaatkannya dengan menikmati fasilitas-fasilitas aplikasi dan on-line yang ada di media sosial ternama semisal facebookan, twitteran, ngeblog atau ngompasiana.

Cara tradisional juga banyak, baca komik, novel, cerber, cerpen, isi TTS, main games, nongkrong di taman, pokoke anything buat nipu perut yang kosong.

Untuk sebagian yang lain, bulan Ramadhan akan dimanfaatkan dengan memperbanyak amal ibadah, karena, katanya konon pahalanya akan berlipat-lipat ganda.

Nah, sebagai seorang usahawan tercanggih yang selalu berprinsip: “modal sekecil-kecilnya, untung sebanyak-banyaknya” pasti akan berpikir, bulan Ramadhan harus bisa “dijadikan ladang usaha”. Musim ke seribu pun tiba.

Masih gak mudheng?

Ini berkaitan sama musim yang satu ini, coba lihat saja sekeliling kita nanti, pasti kita bisa melihatnya di mana-mana, dan di bulan lain belum tentu ada, munculnya pengusaha pahala.

lihat lebih cermat lagi. pengusaha ini hanya menjalankan usahanya di tempat-tempat tertentu saja. pikir lebih keras lagi. usaha apa yang gak ada di bulan lain.

Oke, sekarang kita lihat dan pikirkan bareng-bareng sambil kita renungkan sekali lagi.

Perjalanan antara rumah-kios-rumah (plus kalo sempat mampir-mampir dulu ke factory outlet, bioskop Nomat, fitness, toko buku, rental video, dll abis pulang gawe) sudah menjadi santapan kita sehari-hari. Nah secara otomatis dalam otak kita terbayang setiap jengkal jalan yang kita lalui, berapa belokan untuk mencapai tujuan, berapa tanjakan, turunan, polisi tidur, lubang-lubang di jalanan, preman berkedok pengatur lalu lintas dan berapa lampu merah yang kita lalui.

Nah, untuk spot yang terakhir, coba perhatikan lagi, kita pasti sudah bisa mengenali, ada berapa tukang koran, tukang rokon dan tissue di sana, termasuk pengusaha bermodal kecil yang satu ini, julukan umumnya yang kita kenal pengemis atau tukang minta-minta.

Gue tetep nyebutnya pengusaha, karena liat aja, modalnya cuma baju yang sebenernya udah jadi lap, terus dipake lagi, gak perlu dasi, dll. acting secukupnya (akibat terlalu banyak nonton sinetron) jadi stok muka susah, iba dan sedihnya pasti banyak banget.

Dan sekarang sih malah banyak juga yang hilir mudik ngga perlu pake baju compang camping. Fakta yang saya lihat sejak buka kios, orangnya itu-itu aja tiap hari, malah kadang sampai saat tutup kios pun ada ship malamnya, luar biasa.

Ini berkaitan juga sama pengalaman gue beberapa tahun lalu. secara gak sengaja dan penuh niat tulus, gue coba memberikan sedikit kelebihan rejeki gue ke salah satu dari mereka, dan hanya salah satu dari mereka. Terus gue pernah menyempatkan membagi rasa juga dengan bertegur sapa, sekedar basa basi, biar lebih kenal gituh. Eh gue nemuin, jam 2 siang, dimana semua umat Muslim lagi nahan lapar hausnya, dengan tenang, sebut aja namanya “si mbok”. selesai menghitung penghasilannya, bergegas beranjak menuju salah satu warung makan yang memang setiap bulan Ramadhan, ditutupin sama kain (menghormati yang puasa katanya), dengan tenang si mbok masuk dan makan di sana. Kalo dilihat lauk pauknya, widih, lebih mewah dari apa yang bisa gue beli.

Dalam hati gue cuma bisa bilang, wajar lah si mbok khan seharian terbakar sinar matahari, jadi, mungkin Tuhan Yang Maha Pengampun, akan memaklumi perjuangan yang mbok lalui.

Sebulan berlalu, jumlah “pengusaha” lalu lintas ini berangsur-angsur surut. Di bulan Syawal itu, gue punya niat, udah berapa lama gue hidup di ibukota, hampir gak pernah tau apa yang namanya kampung halaman. bayangin aja, dari lahir udah dikenalin sama udara bersih dan segarnya kota Jakarta (menurut Gubernur sih, yang gajinya kecil, tetapi pendapatannya bejibun, berkarung-karung, dan paling males kalo diundang sama Presiden).

Walhasil akhirnya gw cuma numpang nama aja mewakili salah satu ras di Indonesia, tapi kalo ngomong, dikit2 aja bisanya (bisa pusing yang dengernya).

Di dalam kereta yang penuh sesak itu, mata gue menagkap sosok si mbok, dengan penampilan yang jauh dari gue lihat setiap harinya selama beliau “usaha”. (Kaget bin heran lah gue, tapi khan ada fenomena, di mana ada kemungkinan orang dilahirkan kembar, bukti paling nyatanya ada sanggar Nakula Sadewa, tapi untuk kasus si mbok ini gue yakin, yang gue liat bukan kembarannya). Bajunya baru loh, maklum Lebaran.
Di satu kota, si mbok turun, gue penasaran, ga apa-apa lah ikutan turun, toh gak ada juga yang gue kejar. Journey yang gue rencanain gak ada kaitannya sama ngejar waktu dan terburu-buru, bergaya bak detektif partikelir, gue bisa juga ngikutin si mbok sampe rumahnya.

Stok kaget gue makin bertambah begitu gue tau, kalo si mbok itu punya rumah yang bisa dibilang cukup besar kalo dibanding rumah petakan yang selama ini gue tempatin di Jakarta. Pura-pura orang linglung, gue ngetest…. nanya alamat di rumah si mbok, kayaknya si mbok gak ngenalin gue nih, mungkin karena penampilan gue yang justru lebih lecek dari biasanya, mungkin akibat kegencet-gencet dengan sukses di kereta.

Jadi, gue gak bakal terheran-heran lebih dahsyat lagi kalo tahu-tahu si mbok ngasih comment di posting yang gue bikin ini.

Wow ….. gue kagum sama si mbok ….. benar-benar pengusaha ulet yang sukses.

Lalu, apakah dengan tahu kalo ada yang menjadi pengusaha pahala ini akan juga menyurutkan niat tulus kita untuk selalu beramal? Bagi saya tidak.

Yah, tinggal pilah pilih aja, bulatkan tekad kita untuk terus beramal, pastikan bahwa amal ikhlas yang kita keluarkan sesuai dengan arti amal itu sendiri.

Selamat memasuki bulan penuh berkah. Marhaban ya Ramadhan. (dari catatan kecil El Nino)