Thursday, July 10, 2014

DEKLARATOR BERWAJAH SURAM KELAM, ORATOR BERMIMIK TERHARU BERURAI AIR MATA, SI PIKUN TERSENYUM KECUT SAJA

Meski cuma tamat SMA dengan rekam jejak prestasi yang kabur, tapi apa kurangnya Megawati dari sisi modal sosial? Ia anak Bung Karno, tokoh proklamator kharismatik. Mega lahir dari trah dan ideologi politik yang jelas. Ia dipuja bahkan air kakinya diteguk loyalis. Kurang apa ketokohannya? Tapi lagi-lagi dua kali bertarung di pilpres Megawati tak digubris rakyat. Ia kalah di atas tumpukan modal sosial itu.

Kalau Jokowi kali ini capres dari PDIP, partai yang dipimpin Mega yang dua kali gagal jadi presiden itu, maka saya percaya pada kata-kata ini"

"Bersama orang-orang yang selalu gagal
membuatmu hanya mengulangi kegagalan baru"

Lalu bagaimana dengan Jokowi? Tak punya rekam jejak Ideologi politik. Daya ketahan_malangannya belum kuat dan teruji seperti Megawati.Ia tokoh yang disulap media salon. Muncul dengan mobil SMK bodong lalu waja dan rekayasa image terpampang di halam koran. Yang dihasilkan; dua tahun mengibuli warga Jakarta dengan rekayasa image yang menelan ongkos besar.

Jokowi didandan, bak antitesa bagi kepemimpinan Indonesia. Ia disulap seolah-olah punya ke-baru-an. Tapi apa itu? Cuma gagasan drone tanpa satelit (karena satelitnya sudah dijual Mega) dan "kartu Jakarta ini dan itu" yang juga mendulang korupsi (Baca laporan BPK tentang APBD DKI Jakarta 2013).

Maka ketika dipenghujung perhelatan demokrasi pilpres 2014...gestur kepanikan dan merasa berdosa tervisual kuat digaris muka Jokowi. Membaca garis wajah Jokowi tak terlalu ribet, mengingat tekstur mukanya standar dan gampang ditafsir. Bahkan deklarasi kemenangan "ala Jokowi-Mega" ditengarai merupakan cara menghibur diri sendiri untuk melepeh kekalahan. Dan kegalauan itu nampak nyata pada efek mimik dan getaran kata yang memvisualkan bentuk muka yang lesuh dan getas pada Jokowi.

Meskipun banyak kalangan menilai, PDIP, Mega dan Jokowi-JK menciptakan jebakan demokrasi untuk keuntungan kelompoknya. Dengan perilaku politik yang (terkesan) sedikit serakah itu, mereka (PDIP, Mega dan Jokowi-JK) seakan menyuburkan niat buruk, di tengah upaya sebahagian orang baik di negeri ini memupuk demokrasi dengan niat baik untuk negara dan bangsa.

Walhasil, kekalahan Nyata PDIP dan Jokowi-JK kali ini, bukanlah cerita baru, tapi perputaran kenestapaan yang selalu diulang-ulang. Ada baiknya kita merenungi pesan-pesan Tuhan berikut :

"Tuhan tidak pernah merubah nasib suatu kaum, hingga merekalah yang merubah nasibnya sendiri". Firman Tuhan ini mungkin bisa menguatkan stabilitas kebatinan Jokowi-JK yang kini dirundung kekalahan.