Wednesday, October 31, 2012

Suatu Senja Di Jl. Pejanggik




Bapak setengah baya ini begitu puas dengan pelayanan yang aku berikan, terlebih dengan bonus pijatan lima menit andalanku. Matanya terkatup saat telapak dan jari-jari tanganku mulai merayap di sekitar lehernya.
“Beberapa kali aku ke sini atas rekomendasi mami Clara, sepertinya saya belum tahu nama kamu ya?”
“Lee”
Aku menjawab singkat saja dan kuraih beberapa lembar uang dari bapak yang rambutnya mulai diselengi warna putih di sana-sini. Selembar bonus diselipkan ke saku sambil senyum penuh arti.
“Saya akan kembali ke Jakarta. Mungkin dua tiga bulan lagi akan datang ke pulau eksotik ini lagi, dan tempat ini yang akan saya tuju saat pertama kali mendarat di bandara”
Aku hanya tersenyum kecil saja.
Setelah bapak itu pergi, tiba-tiba mami Clara muncul sambil senyum-senyum menghampiriku. Kok aku ngga tahu kalau mami Clara datang ke sini ya?
“Satu klien lagi ya, Lee. Kamu tak akan bisa menolak yang satu ini. Buruan kamu bersih-bersih, 10 menit harus sudah siap”
Aku hanya tersenyum kecil. Kemana mbak Memey yang jaga di depan sih, aku capek banget nih, belum istirahat.
Tak lama masuk seorang lelaki tinggi besar, kulitnya kecoklatan, wajahnya persegi, rambutnya hitam tebal, dan melihat raut mukanya, mungkin seumuran denganku.
“Kamu Lee ya? Hmmm, boleh juga”
Aku hanya tersenyum kecil saja.
Dari logat bicaranya, mungkin lelaki ini dari Sumatra, sedang liburan barangkali, atau sedang ada tugas lapangan dari kantornya.
“Jaketnya dibuka, bang”
“Oh, ya”
“Biar saya yang menaruh di gantungan”
“Terima kasih, Lee”
“Apa yang harus saya lakukan, bang?”
“2 cm rata ya, kayak pemeran utama di Prison Break itu loh”
Aku hanya tersenyum kecil saja.