Wednesday, June 22, 2011

Katanya BB itu mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat

Katanya sekitar 3 – 5 tahun yang lalu Blackberry hanya digunakan di perusahaan elit saja, layanan yang umumnya digunakan adalah Blackberry for Corporate. Namun 2 tahun belakangan ini tiba-tiba alat komunikasi itu menjadi semakin happening dan mengalami pergeseran fungsi. Blackberry yang tadinya digunakan hanya untuk kalangan corporate sebagai penunjang pekerjaan, kini beralih fungsi menjadi aksesoris  penunjang pergaulan yang menambah gengsi si pemakainya. 

Katanya  belum gaul kalau belum punya BB (Blackberry). Mulai dari para eksekutif, karyawan, pelajar bahkan sampai ke level anak SD pun menggunakannya. Wah hebat si anak SD ini, entah Blackberry itu digunakan untuk apa. 

Salut buat rakyat Indonesia, yang katanya miskin  tapi sangat konsumtif sehingga menjadi pasar yang strategis untuk berjualan produk apapun dan berapa pun harganya.

Nah, di antara para pengguna Blackberry itu, banyak teman, saudara ataupun rekan bisnis saya yang termasuk di dalamnya. Sering juga mereka tanya, “Eh, minta pin BB kamu dong!” atau “Bang, pin BB-mu berapa?” atau “Lee, ada pin BB ga?”. Biasanya sih pertanyaan itu terlontar ketika lagi kongkow sama teman lawas, chatting atau wall-wall an di facebook

Kalau saya jawab tidak punya BB, lalu mereka bilang “Yah, lumayan kan bisa gratis BBM-an  (Blackberry Messenger). Ya udah deh nomor HP lo aja!”. Kenapa tidak langsung tanya nomor handphone saja? Ada apa sih dengan pin BB? 

Katanya telepon HP atau sms tergantikan oleh Blackberry Messenger yang gratis itu. Jadi, hanya dengan saling meng-add pin BB, kita bisa BBM-an gratis tanpa memotong pulsa seharian, sepanjang malam. No time for BBM.

Katanya demam Blackberry yang semakin hari semakin booming ternyata menimbulkan slogan baru, Blackberry mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat. Apa benar begitu? Ada beberapa teman saya yang mengeluhkan hal ini. 

Katanya mereka jadi bete karena teman di sebelahnya sibuk BBM-an padahal dia lagi diajak ngobrol temannya. Tapi yang diajak ngobrol jadi tidak nyambung, lha wong lagi sibuk BBM-an.

Kenapa ya mereka lebih fokus sama teman yang tidak terlihat  nun  jauh di seberang sana (bukan setan lho) daripada sama teman di sampingnya yang nyata-nyata real ada? Kadang-kadang, hanya karena masalah ini bisa jadi bete-betean. 


Faktanya tidak semua pengguna BB seperti itu sih, malahan hampir semua teman seprofesi saya malah sering membacakan humor  atau quotation dari BBM-nya. Jadi bisa ketawa bareng sama saya (lumayan bisa nebeng senyum, biarpun ngga punya BB).

Kembali ke masalah pin BB, sebenarnya saya tidak pernah mengalami kejadian yang bikin bete seperti yang dialami teman saya. Tapi kadang saya suka malas menjawab kalau ditanya berapa nomor pin BB saya. Saya capek jawabnya. 

Katanya  saya tidak tertarik untuk menggunakan Blackberry, katanya saya itu pecinta iphone



Nah, daripada bosan menjawab pertanyaan itu, mungkin saya perlu buat tulisan di dahi saya, “Saya tidak punya Blackberry. Jadi jangan tanya pin BB saya!”.
 ...