Sunday, June 5, 2011

PHOTOGRAPER DAN PHOTOSHOPER


PHOTOGRAPER DAN PHOTOSHOPER

by R Eko Tjahjono on Saturday, June 13, 2009 at 2:36pm



Mungkin banyak dari kita pernah melihat 1) foto indah, bermakna dan enak dinikmati, 2) foto indah bermakna tapi kurang enak dinikmati, 3) foto gak indah tapi enak dinikmati, 4) foto gak indah, gak bermakna dan gak enak dinikmati.

Saat memandangi sebuah hasil karya foto lewat media apapun, seringkali muncul pertanyaan dalam diri kita, “itu foto asli atau foto olahan” dengan tendensi yang bermacam-macam :
1. Kagum, senang dan cukup menikmati
2. Sirik, tendensius negatip dan gak rido kalo si empunya bisa memiliki foto itu
3. Biasa-biasa aja tuh.. karena memang gak tertarik dengan dengan karya seni foto (mungkin kesukanya seni beladiri)
4. Ingin tau banyak bagaimana foto itu dihasilkan.

Kesemuanya adalah reaksi yang cukup manusiawi dan sangat normatif. Bahkan dalam forum-forum ilmiah fotografi pun, seringkali pertanyaan tersebut juga muncul, yang pada akhirnya si penanya justru sering menjadi pesakitan karena merasa terbantai dengan pertanyaannya sendiri.

Sebuah kata bijak yang sering dianut oleh para pehobi fotografi adalah “Please Make a Picture Not Just Take A Picture”. Makna itu begitu dalam dan sangat sulit untuk dilakukan. Karena dalam sebuah karya foto terkandung 2 “parameter penilaian” yaitu “kaidah teknis” dan “kaidah selera”.

Bila kita coba memasuki dunia komunitas para pencinta “keindahan ruang sempit ini”, yang terpampang diberbagai komunitas maya, maka yang namanya selera sudah berkembang sedemikian dahsyatnya, bahkan “diluar titik nalar” potograper sekalipun. titik “Luar Nalar” yang dimaksudkan disini adalah bukan sekedar menampilkan sebuah keindahan alam yang tak banyak orang bisa menjamahnya, karena keterbatasan daya jelajah keseantero jagad dunia, namun sudah pada tingkat pemahaman sebuah aplikasi teknologi. sehingga menghasilkan poto-poto yang sudah mirip di majalah-majalah.

Photo pada dasarnya mengandung sekumpulan data olahan digital /angka/nilai yang dikemas dalam sebuah fitur menu yang mampu disajikan dalam sebuah perangkat kamera. Semakin mahal harga sebuah kamera biasanya makin memiliki fitur menu olahan digital yang semakin beragam, menarik dan akurat, terlepas dari bicara karakteristik merek sebuah kamera.

Fitur standard yang terdapat dalam sebuah kamera masa kini (baik analog, DSLR, maupun kamera HP) antara lain adalah mode pemotretan (night, closeup, panoramic, automatic, sport, dll) ; bukankan itu sebuah produk teknologi olahan digital yang telah di lakukan oleh fabrikan. Apabila kita memanfaatkan fitur-fitur tersebut maka pertanyaannya Apakah foto-foto kita menjadi bermakna “tidak asli” ? Coba bayangkan apabila kita akan melakukan foto malam hari, yang kaya akan pemandangan yang sedemikian indah, akan tetapi fasilitas yang dimiliki kamera kita sangat terbatas. Maka apakah yang akan kita lakukan? 

Perkembangan teknologi perkameraan saat ini sangat fantastic, dibeberapa merk terkenal mengklaim mampu mencapi grafik penjualan hingga mencapai 72% dalam kurun beberapa tahun terakhir. Mereka umumnya menawarkan beberapa fitur andalan mulai dari 1) kemampuan resolusi image, 2) touching before taken (white balance, focusing, kompensasi pencahayaan, tingkat kecepatan, temperature dll), 3) touching after taken (HDR, IR, Fish Eye, Hue, Saturation, Contras, Sharpening, softening dll). terbayang bukan, bagaimana teknologi itu dimainkan dalam sebuah body camera yang tak lain adalah “manipulated option for better quality”. Dan terbayang juga mengapa harga sebuah kamera yang mampu mengakomodir keinginan kita menjadi begitu mahal ?

Dahulu, pra masa Digital SLR, proses manipulasi dibantu dengan menggunakan sebuah filter yang terpasang di muka lensa. Berbagai efek gambar dapat kita hasilkan dengan bermodalkan beberapa benda yang bernama filter lensa. Bukankan ini sebuah cara untuk memanipulasi perekaman obyek. Lalu apakah kita bisa menjastifikasi bahwa foto yang dihasilkan adalah tidak asli ? sementara di era DSLR fungsi-fungsi itu sebagian besar sudah terakomodir dalam sebuah system software kamera....hmmm .

Lalu apakah kita yang kurang beruntung untuk bisa memiliki kecanggihan teknologi itu hanya bisa berdiam tanpa karya. Wah jangan bro ... tuhan maha adil kok, tuhan juga menciptakan manusia-manusia pandai yang mampu menghasilkan software-2 cerdas olah digital foto melalui kamputer ( seperti photoshop dll). Silahkan cari di berbagai mall ato pengecer pinggir jalan. Pasti kita akan bisa menemukannya dengan mudah dengan bandrol hanya 5000 perak (versi bajakan….edan).

Lalu kalau begitu apabedanya “potret beneran” dengan “gak beneran” kalo memang kondisinya adalah seperti itu... saya juga sempat lama merenung tentang itu, ternyata terjawab juga secara tidak sengaja pada saat saya mengikuti beberapa kompetisi foto. Urusannya terjawab dengan apa yang diistilahkan sebagai “Metadata” ; dia adalah semacam atribut data digital yang menyertai sebuah karya foto. Tidak akan pernah berubah atau hilang sepanjang foto itu tidak dimanipulasi melalui software computer (seperti photoshop dll ). Namun sebaliknya, manakala proses editing telah dilakukan di dalam computer, maka metadata yang merupakan identitas keaslian dari foto itu akan hilang dengan sendirinya. 

File Exif Metadata dapat dilihat dengan beberapa banyak software, dan software apapun akan menghasilkan informasi yang sama.

Manakala manipulasi sebuah gambar dilakukan dengan memanfaatkan software yang dikemas dalam fitur-fitur yang tersedia dalam sebuah kamera, maka Identitas foto yang terkandung dalam sebuah File Metadata pasti tidak akan hilang dan tetap utuh.

Namun demikian jangan lupa, bahwa sebuah karya indah dan bermakna tetap dihasilkan dari kemampuan kita memahami ilmu dasar memotret yang tidak mungkin bisa dimanipulasi seperti ; bagaimana membuat komposisi gambar, menentukan Point of Interest obyek, menentukan ruang tajam, menentukan pencahayaan dll. Tanpa penguasaan itu maka apapun olahan lanjutannya, hanya akan menghasilkan gambar-gambar yang hambar walaupun memiliki tone yang sangar.

Kembali pada diri kita masing-masing, kita ingin menghasilkan sebuah karya yang sarat akan pemanfaatan teknologi, pemanfaatan software computer atau yang biasa-biasa saja. Semua berpulang pada kita. Ada beberapa saran bijak dari para pakar antara lain adalah :
1. Fotografi adalah sebuah karya seni
2. Kuasai ilmu dasar memotret
3. Ikuti perkembangan teknologi dan perkembangan selera penikmat 
4. Dan yang paling penting adalah Kuasai kecanggihan senjatamu dalam hal ini adalah kamera.

Trimakasih Bro...Tulisan ini dibuat dengan menyadur beberap opini beberapa pakar dan opini pribadi yang masih ingin terus memahami sebuah makna dari keindahan yang disajikan melalui Ruang Sempit yang bernama “View Finder”. Buatlah berbagai atraksi dengan kecanggihan kameramu (kata mereka)...dan selamat menikmati sebuah keagungan.

Note :
Trimakasih sebesar-besarnya untuk kawan-kawan yang selalu member kritik terhadap foto-foto saya yang teraplod di media ini. Alhamdulillah saya akhirnya bisa memperoleh ilmu secara gratis dari kritik itu...heheh maklum sekarang banyak iklan les private motret yang biayanya sangat mahal...sekali lagi trimaaaa kasih.