Sunday, August 17, 2014

30 SEPTEMBER JADI LIBUR NASIONAL MULAI TAHUN DEPAN SEBAGAI HARI PILPRES CURANG NASIONAL

BERITA PEMILU

Kecurangan Pilpres Diibaratkan Menenggak Minuman Keras

Adam Prawira

Minggu,  17 Agustus 2014  −  08:46 WIB

Suasana sidang sengketa hasil pilpres di Mahkamah Konstitusi. (Sindophoto)

JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutus perkara sengketa hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) pada 21 Agustus mendatang. 

Dalam memutus perkara tersebut, majelis hakim diharapkan memandang kecurangan pilpres sebagai pelanggaran atas prinsip pemilu yakni nilai kejujuran dan keadilan.

Pengamat Politik dari Universitas Islam Negeri Sunan (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Iswandi Syahputra menilai kecil atau besar suara hasil kecurangan sudah memenuhi syarat untuk digelarnya pemungutan suara ulang.

"Kecil atau besar, satu suara karena curang menjadi syarat untuk menggelar pemungutan ulang di TPS yang bermasalah, " kata Iswandi kepada Sindonews, Sabtu 16 Agustus 2014. 

Dia mengibaratkan kecurangan dalam pilpres seperti meminum khamar atau minuman keras. "Meminum sedikit atau banyak, sama dosanya," tandasnya. 

Iswandi mengharapkan hakim melihat kecurangan sebagai sesuatu pelanggaran prinsip pemilu yang mengutamakan nilai kejujuran dan keadilan.  "Jadi bukan soal angka-angka," katanya. 

Dia pun yakin latar belakang Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa menggugat hasil pilpres ke MK karena didorong keinginan untuk membuktikan adanya praktik kecurangan. 

"Bukan soal besar kecil suara karena kecurangan, tapi membuktikan ada kecurangan di pilpres. Kecurangan di satu TPS saja sudah cukup untuk membuktikan itu," tuturnya.

Dia menilai apapun putusan MK tentu memiliki konsekuensi. Sulit bagi MK untuk tidak juga mempertimbangkan dimensi politik. 

"Prediksi saya MK memerintahkan pencoblosan ulang di TPS yang bermasalah," tutur Iswandi. 
.
.