Monday, March 18, 2013

WD vs DG vs PD

Web Designer, Dituntut Mampu Memprogram
.
Oleh: Alfin Andri
.
 | 18 March 2013 | 15:43 WIB
.
Dalam komposisi tim pengembang suatu website from scratch secara utuh, idealnya ada beberapa fungsi yang bertanggung jawab terhadap bidang-bidang secara khusus di dalam komponen pembangun aplikasi web. Secara umum, seperti bidang design interface, database dan program controller (yang menyatukan keduanya). Kalau mau di detailkan lagi, mungkin masih ada analyst planner, front end dan back end programmer (turunan dari programmer), web desinger dan html editor serta quality control dan checker. Komposisi gemuk ini rasa-rasanya diterapkan pada pengembangan aplikasi skala yang lebih besar, semacam portal komunitas atau web software.
Dari susunan komposisi di atas, saya akan coba mengulas mengenai web designer, fungsi yang bertanggung jawab terhadap seni, artistik dan user interface sebuah website. Seorang designer tampilan halaman website, berbeda dengan designer grafis pada umumnya. Selain tentunya dituntut mampu mendesain grafis tampilan website yang menarik pada software pengolah gambar, designer web pun dituntut untuk memahami paling tidak sedikit bahasa pemrograman HTML. Bahasa pemprograman HTML sendiri menurut saya adalah bahasa pemrograman paling dasar di dalam pengembangan web. Bahkan sering disebut juga bahasa ibu di lingkungan protocol HTTP (bahasa komunikasi jaringan web). Ditambah lagi penggunaan teknologi web 2.0 yang sudah hampir menjadi standard pengembangan suatu website, dimana interface suatu web akan dikendalikan oleh aturan yang mengendalikan komponen-komponen yang dipecah-pecah pada desain HTML yang hendak dibangun. Aturan tersebut dinamakan CSS (Cascading Style Sheet). Aturan di dalam CSS tersebut secara tidak langsung bisa dimaknai aturan program. Meski CSS bukan bahasa pemrograman.
Maka jika sebelumnya, web 2.0 belum menjadi standar seperti sekarang, seorang designer web, mungkin paling jauh tugasnya adalah melakukan slicing (pemotongan) komponen di software pengolah gambar untuk diteruskan pada programmer HTML, sekarang nampaknya sulit. Karena orientasi utama dari web 2.0 adalah efisiensi resource halaman web dari server terhadap client. Halaman website yang penuh dengan gambar, meski itu potongan-potongan harus mampu di normalisasi pada struktur CSS. Jadi, sudah barang tentu, jika seorang web desaigner daya nalar kode-kode css terhadap design yang akan dibuatnya. Semisal menempatkan gambar di sudut kiri tulisan, mengatur rata kanan, mengatur padding (lapisan) komponen, mengatur pewarnaan, mempercantik button dan bahkan mengatur warna gradasi komponen, efek border dan lainnya yang semula hanya bisa mampu dilakukan pada software pengolah gambar.
Lebih jauh lagi, menurut saya dalam kaitannya mempercantik dan memperindah tampilan suatu website, seperti animasi sliding gambar, dropdown menu menjadi tanggung jawab pula bagi seorang web designer, yang mana efek-efek tersebut bisa dilakukan dengan AJAX, suatu teknik pemrograman yang menggabungkan bahasa pemrograman javascript dan CSS.
Mungkin, seorang web designer, bisa saja tidak menitikberatkan kanvas kerjanya pada software pengolah gambar, melainkan pada web editor untuk menyusun kode-kode CSS.
Selamat berimajinasi wahai web designer. Kompasian, salam.