Monday, March 18, 2013

Di Tepi Senja

Dari balik kaca jendela gedung perkantoran di kawasan Menteng Jakarta Pusat, Pria berusia 58 tahun itu memandang langit kemerahan menandakan datangnya senja. Bias sinar yang selalu mengingatkannya untuk bersegera pulang memeluk cinta sejatinya.
Kesuksesan duniawi telah ia raih, posisi sebagai direktur pada sebuah perusahaan asset management pasar modal dan investasi, membuatnya mampu membesarkan keempat anak-anaknya menjadi anak-anak yang berhasil dan mandiri. Mudah saja bagi dirinya untuk mendapatkan apapun materi dan kepuasan duniawi yang ia inginkan. Jika saja ia menghendakinya….
Telah 25 tahun sudah ia melakukan tugas rutin. Setiap pagi ia memandikan, membersihkan kotoran, menyuapi dan menggendong istrinya ke atas tempat tidurnya lagi. Lalu sebelum berangkat bekerja ia menggendong istrinya untuk duduk di depan TV, agar istrinya tidak kesepian sepanjang hari.
Siang harinya ia menyempatkan pulang ke rumah, untuk menyuapi istrinya dan menemani makan siangnya. Lalu saat telah senja, sepulangnya ia dari kantor, laki-laki itu memandikan, menyuapi dan menemani istrinya nonton TV, dan bercerita apa yg dialaminya dalam 1 hari.
Pagi tadi, anak-anaknya berkumpul dan mengatakan sesuatu yang di luar dugaannya. Keempat anak-anaknya menyarankan agar laki-laki itu menikah lagi. Mereka telah bersepakat untuk menjaga, merawat ibunya secara bergantian dan mengijinkan dirinya untuk menikah lagi untuk menikmati hari tuanya.
Kini usia perkawinannya telah 32 tahun. Dan sejak kejadian buruk terhadap istrinya saat melahirkan anak ke-empat mereka, tak setitik noktah pun ia berniat untuk menggantikan posisi istrinya dengan perempuan lain.
Entah apa kehendak Tuhan atas dirinya dan keluarganya, saat melahirkan anak ke 4, tiba-tiba kaki istrinya lumpuh. Tahun demi tahun tubuh istrinya semakin melemah. Lidahnya pun tidak bisa digerakkan. Berbagai dokter dan rumah sakit baik di dalam dan di luar negeri telah ia kunjungi namun tak mampu membuat kondisi istrinya menjadi pulih kembali seperti sedia kala.
Istrinya kini memang bukanlah perempuan yang puluhan tahun lalu terlihat sempurna di matanya…
Ia mungkin tidaklah secantik Ratu Bilqis…
atau ia mungkin tidaklah secerdas Aisyah…
atau mungkin ia tak sesabar Fathimah…

namun ialah perempuan yang dipilihnya dahulu untuk mendampingi dalam keadaan suka dan duka
Ialah yang membuat istana kecilnya nyaman dan tenteram di dalamnya…
Karena istrinya itulah sesungguhnya sumber kekuatannya…

Ia mungkin hanya wanita biasa
yang kerap membutuhkan belaian dan pelukan…
layaknya tetesan embun untuk memadamkan segala resah…

Karena ialah yang telah menjadi ibu dari ke-empat malaikat-malaikat kecilnya
yang akan mengantarkannya untuk mencari Jannah-Nya

Ialah yang menjadi pengingat untuk membangunkannya di sepertiga malam
untuk bermunajat dan menyadarkannya
bahwa kesuksesan duniawi tak berarti apa-apa
tanpa Dia yang memelihara dan menjaga semesta ini
***
“Jikalau pernikahan dan hidup di dunia ini hanya untuk nafsu, mungkin bapak akan menikah lagi… Tapi adanya ibumu di sampingku itu sudah cukup. Kalian yang kurindukan hadir di dunia ini dengan penuh cinta yang tidak satupun dapat dihargai dengan apapun.
Dan apakah ibumu menginginkan hal seperti ini ? Apakah bapak bisa bahagia meninggalkan ibumu?
Kalian ingin bapak yang masih diberi kesehatan dirawat oleh orang lain tapi bagaimana dengan ibumu yang sakit?”