Thursday, March 28, 2013

Meguerre Ryan Bakkaru V

Selepas gapura akan tampak beberapa bangunan, diantaranya makam Sisingamangaraja XI yang cukup mencolok dengan warna putih dan hijau. Di makam itu ada tertulis aksara batak. Dan juga tanda-tanda kerajaan yang berupa lambang bendera dan stempel. Awalnya saya tidak tahu yang mana makam Sisingamangaraja X dan mana yang ke XI. Karena di kedua makam itu tidak ada informasi yang jelas tertulis. Syukurnya sang penjaga ada dan memberikan informasi tentang kedua makam tersebut. “Yang di sana itu Makam Raja yang kesebelas, ini yang kesepuluh” sambil menunjuk pusara yang hanya berupa batu.
.
Ketika saya memastikan di mana makam Sisingamangaraja I hingga XI. Maka saya mendapat cerita bahwa kesembilan raja tersebut hilang secara gaib saat berganti kepemimpinan.
.
Menurut beberapa catatan, kedudukan Dinasti Sisingamangaraja mula-mula di sebuah huta yang bernama Lumbanpande, dekat pantai Danau Toba. Akibat serbuan Padri – Bonjol sekitar tahun 1820, tempat itu hancur dan ditinggalkan. Tak lama berselang, kira-kira tiga kilometer ke arah bukit dibangun lagi huta baru yang bernama Lumbanraja dan menjadi tempat baru bagi Dinasti Sisingamangara XI dan XII. Namun tahun 1883, Lumbanraja diserbu oleh Belanda hingga hancur. Hal ini memaksa Sisingamangaraja XII berpindah dan bergerilya ke arah Lintong, perbatasan Dairi.
Jadi, bangunan yang ada di Lumbaraja sekarang ini bukan lagi bangunan lama atau yang aslinya. Namun bangunan baru demi usaha untuk merekontruksi kembali kediaman Sisingamangaraja sebelumnya.
.
Maka dari beberapa bangunan berupa makam dan monumen. Terdapat juga empat rumah bolon (rumah khas batak) yang masih tampak baru di renovasi. Menurut sang juru kunci yang kebetulan kami jumpai. Beberapa rumah bolon itu boleh di tempati bagi yang berminat. Dan biasanya beberapa wisatawan ada yang berkeinginan untuk bermalam beberapa hari di rumah adat batak tersebut demi merasakan suasana di masa lalu.
.
Tak terasa hari sudah kian sore. Ditambah langit yang mendung, keadaanya jadi semakin temaram. Kami lalu berpamitan dengan sang penjaga seiring mulai menderasnya hujan.
.
Agak setengah berlari kami menuruni tangga. Pelan-pelan kendaraan yang di kemudikan Bang Manto mulai menembusi rintikan air. Sekejab saja, kami sudah dipeluk oleh suasana lembah yang sedang diberi berkah ini.