Saturday, March 30, 2013

Ad Maiorem Dei Gloriam

Seorang anak berusia 5 tahun mengusap mata yang telah menempuh perjalanan mimpinya semalam, sembari memiringkan tubuhnya ‘tuk berusaha turun dari tempat tidurnya dan memijakkan kaki – kaki mungilnya ke lantai sembari mengumpulkan keseimbangan. Ketika mendung dalam kelopak matanya sedikit memudar, ia lari bagai dinamo kecil yang berteriak sepanjang lorong rumahnya menuju ke sebuah kamar yang tak jauh dari ruangan mimpinya. “papa…mama…banguuuuuunn!! aku ulang tahuuuunnn…bangguuuuuunn..!!” suara 5 tahun nya menggema di sudut – sudut kamar orang tuanya, menggelitik mereka, meloncat di antara kedua orang tuanya  yang menggeliat lembut sembari tersenyum dan mengelus kepala anak mereka.. “aku ulang tahun pa..ma..ayok banguun…” tangan kecilnya menepuk – nepuk pipi kedua orang tuanya.. dan pagi itu mereka awali melalui antusiasme anak mereka yang menyambut ulang tahun ke – 6 nya.
Ulang tahun merupakan event tahunan yang jelas – jelas  tidak hanya membangkitkan antusiasme seorang anak berusia 5 tahun tetapi juga setiap manusia lintas usia untuk sekedar sebagai reminder bahwa mereka telah melalui setahun lagi kehidupan yang diberikan kepada mereka. Tak ayal, kebahagiaan yang dirasakan pun tak akan terasa tanpa kehadiran dan sapaan hangat kepedulian dari orang – orang terdekat. Usaha pem-bully-an yang dilakukan pun menjadi ajang bagi para sahabat untuk mempertontonkan tawa dan kedekatan mereka. Tepung dan telor yang diracik ke atas kepala “korban” telah menjadi lagu nasional bagi para sahabat maupun “korban-korban sebelumnya” yang ingin balas pem-bully-an yang telah dilakukan si korban. Pesta traktir mentraktir seolah menjadi suatu ajang “wajib” bagi “korban”, baik itu secara sukarela maupun karena “paksaan”. Dan hari bahagia tahunan special bagi “korban” itu diakhiri dengan tawa yang terbalut dengan lelah yang tak dirasakan selama perayaan..membawanya ke dalam mimpi indah sebagai pelengkap hari bahagianya..hingga para makhluk yang terlanjur terbuai dengan pesta dan tawa yang dilalui bersama sahabat melupakan hal terpenting dari hari yang seharusnya merupakan reminder bagi mereka.. lupa akan diri mereka..lupa memberikan cinta dan perhatian pada pribadi mereka..dan begitu sibuk dengan kebahagiaan duniawi mereka.. ulang tahun “bahagia”…yang kosong…
Sudahkah kita memperhatikan diri kita dan memberikan cinta terbesar bagi diri kita melalui introspeksi – introspeksi pribadi dan percumbuan batin dengan diri kita? diperlukan waktu hening bagi diri kita..khusus untuk kita..untuk merasakan bahwa kita harus berterima kasih kepada diri kita karena mampu melalui satu tahun dengan berbagai liku..dan sebagian besar kita melaluinya bersama diri kita sendiri..sudahkah kita berterima kasih kepada diri kita dengan cara mengukir resolusi – resolusi yang terpatri dalam hati kita untuk membuat diri kita menjadi lebih baik dan tidak tenggelam dalam kebahagiaan duniawi? Sudahkah? Cintai diri kita dalam kesederhanaannya..buat diri kita damai melalui suasana hening tanpa campur tangan orang lain yang mungkin terasa begitu manis dan berkesan..buatlah kesan yang lebih berkesan bagi diri kita sendiri daripada yang dilakukan orang lain kepada kita..
“Dan dalam ulang tahun..yang terpenting adalah pemberian penghargaan bagi dirimu.. penghargaan dari orang lain hanyalah nilai tambah.. syukuri itu..”