Wednesday, February 27, 2013

Anas, Snipers dan Gerombolan si Berat

"5 Milyar Harga Kepala Anas Urbaningrum"
.
Rasyid tercenung membaca selebaran yang banyak di tempel di sudut-sudut kampung kumuh, di pintu-pintu bilik lokalisasi, di WC Umum, di masjid megah yang hanya sesak saat Jum'atan, di gereja yang beralaskan trotoar beratapkan langit belaka dan di rumah Tuhan lainnya.
dibukanya beberapa web. tahulah Rasyid kini apa keladinya.  Rasyid tersenyum tipis. seperti ada job nih. ngga rugi belajar ilmu kanuraga di gunung Pengkor. bisa dijajal nih ilmunya.
dan Rasyid tak sendiri rupanya. jagoan-jagoan lainpun begitu tergiur dengan hadiah itu. 5 milyar!!! beberapa orang lainnya membentuk kelompok, para gang bawah tanah mulai nongol, preman-preman pasar membaca peluang. yang paling antusias adalah para pengangguran dan barisan sakit hati.
kubu AU sadar akan situasi ini dan pengawalan Anas pun kini semakin diperketat melebihi seorang Kaisar sekalipun. tak ada lagi rutinitas yang dilalui Anas, semua kegiatan dibuat acak dan tak terduga. empat orang yang berwajah sangat mirip dengan Anas disiapkan dan selalu menyertai kemana pun Anas pergi.
tapi Rasyid tetaplah Rasyid. dia punya mata dan telinga yang tajam, menembus jarak dan waktu. dia tahu Anas ada di mana saat ini, Rasyid tahu rencana Anas hendak pergi ke mana, pun yang tersimpan di dalam hati Anas. Rasyid tersenyum. 5 milyar terbayang sudah.
"kita ke Duren Sawit", Muhammad Rizky dan Rasyid pun meluncur dengan Livino. Kurang dari satu jam mereka tiba di sana. sudah banyak orang di sana yang ingin meliput juga. Rasyid pun menyiapkan kamera gendongnya dan senjata rahasianya. selembar benang baja di ujung kamera yang jika dilesatkan langsung menyayat leher hingga putus.
tak lama Anas keluar rumah dan para pemburu berita langsung menyerbu. Rasyid tenang saja. pengawalan yang super ketat bukanlah halangan yang berarti.
"inilah halaman ketiga", ujar Anas sambil mengacungkan sebuah micro SD. orang-orang pun gaduh.
"apa itu??", tanya mereka.
swing....
belum sempat menjawab, sehelai benang baja melilit leher Anas dengan keras. dan gaduh pun merebak. TV pun ramai. berita online kelebihan bandwith. negara pun siaga satu.
"Rasyid!!! Bangun!!! Kuliah ngga??", mami membangunkan Rasyid yang sejak dua hari ini hanya malas-malasan. cape katanya, sidang bikin bete. dinyalakan smartTV di pojokan.
"itu Anas kan, mi??", sebuah wawancara live antara Anas dan Fessy Alwi.
"iya..... kenapa??"
Rasyid pun menarik lagi selimutnya. tidur lagi aaah....