Tuesday, March 19, 2013

Forum Rektor dan Jubah Antipeluru

Forum Rektor Indonesia (FRI) mulai terendus aroma politiknya. Isu politik memang selalu menarik bagi publik, partai dan media. Di dalam UU RPJP 2007 mendasari Visi Bangsa versi FRI, yang dirumuskan top down oleh pemerintah, dan secara struktural memang mengharuskan rektor tunduk pada pemerintah. Sistim Badan Hukum Milik Negara (BHMN)/ Badan Hukum Pendidikan (BHP) adalah ide gagasan tokoh FRI. Hal tersebut menguatkan pendapat akan adanya Politisasi dan Industrialisasi pendidikan.
Setiap kali perhelatan politik digelar, pendidikan turut dijadikan obyek. Politisasi dunia pendidikan semakin menguat sehingga implementasi murni pengembangan ilmu pengetahuan selalu dikalahkan oleh kepentingan politis. Bahkan pendidikan mengarah pada komoditas perdagangan. Banyak masyarakat pendidikan merasakan ketimpangan dan ketidakadilan. Tentu saja kondisi ini berpengaruh terhadap upaya mewujudkan pendidikan nasional.
Setiap rezim pada dasarnya berkepentingan melestarikan kekuasaannya. Memanfaatkan lembaga pendidikan yang berfungsi sebagai agen perubahan, juga digunakan untuk merubah fungsinya menjadi sarana kekuasaan. Melihat realitas saat ini, berbagai kalangan masyarakat seyogianya merasa prihatin danmampu menempatkan diri untuk memperbaiki kualitas pendidikan, dan menentukan persoalan nasib bangsa ke depan. Sebenarnya hal ini dapat dikontrol apabila lembaga-lembaga yang berwenang berperan optimal, namun fungsi sebagaimana mesti kenyataannya belum dijalankan lembaga-lembaga pengontrol. Karenanya, daya pukul kaum akademisi diharapkan sebagai pemimpin dalam fungsi kontrol.
Anggapan bahwa akademisi merupakan kaum idealis dan independen, masih melekat kuat bagi sebagian kalangan. Sejatinya akademisi itu berfokus pada program-program pendidikan. Jangan asyik sendiri dengan isu politik, bahkan menjadi lembaga yang berpolitik. Seyogianya, FRI harus mampu memperlihatkan independensi dari seputar elit kekuasaan. Masih banyak PR yang harus diselesaikan di rumah sendiri. Rupiah telah banyak dikeluarkan mahasiswa untuk kuliah, dengan harapan mendapat ilmu dan nantinya bekerja mapan setelah selesai kuliah. Namun demikian, mereka tak mendapat selain nilai dan ijazah serta gelar. Karena hasil pendidikan mutunya rendah, harganyapun murah. Apakah ini adalah produk dinasti mafia ? hanya generasi Indonesia mendatang yang mengetahui secara pasti.