Friday, March 30, 2012

Jantung Bocor, Paru-Paru Kropos



Gejala-gejala yang dirasakan jika mengalami penyakit jantung koroner antara lain rasa sakit atau nyeri di dada di mana kebanyakan orang menyangka itu hanya sebagai gangguan pencernaan. Lalu gejala lain yaitu merasa tertekan di tengah dada selama 30 detik sampai 5 menit. Hal lainnya adalah keringat dingin, berdebar-debar, pusing, dan merasa mau pingsan. Gejala ini tidak selalu dirasakan penderitanya. Tanda peringatan lain adalah napas tersengal-sengal pada saat berolahraga.
Selama beberapa bulan sebelum serangan jantung biasanya penderita penyakit jantung sering merasa sangat lelah. Jangan menganggap gejala ini disebabkan oleh kurang tidur dan stres akibat pekerjaan.
Rasa nyeri atau rasa ditekan di dada, yang disebut angina, memberikan peringatan kepada setengah dari mereka yang menderita serangan jantung. Beberapa orang mengalami napas tersengal-sengal atau kelelahan dan perasaan lunglai sebagai gejalanya, mengindikasikan bahwa jantung tidak mendapatkan cukup oksigen karena penyumbatan koroner.
Biasanya beberapa hari menjelang mengalami serangan jantung hebat, seseorang akan mengalami kontraksi otot secara tiba-tiba di dada yang merupakan serangan kecil atau serangan jantung ringan. Serangan jantung ringan umum terjadi sebelum serangan besar beberapa hari kemudian.
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah istilah medis untuk bronkitis kronis dan emfisema yang menyulitkan pernafasan. Bronkitis kronis adalah peradangan saluran udara paru (bronkus) yang ditandai oleh batuk berdahak selama minimal tiga bulan dalam setahun pada dua tahun berturut-turut. Emfisemaadalah kondisi di mana kantung udara (alveolus) paru-paru kehilangan kemampuannya untuk mengembang dan mengempis. Keduanya adalah kerusakan menahun paru-paru yang biasanya disebabkan oleh merokok. PPOK adalah masalah kesehatan utama yang menjadi penyebab kematian no. 4 di Indonesia pada tahun 2010 menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Gejala
Penderita PPOK biasanya adalah perokok atau memiliki riwayat perokok berat (satu pak atau lebih sehari) selama 20 tahun atau lebih. Selain riwayat merokok, kondisi berikut dapat mengindikasikan PPOK:
§  Sesak nafas (dispnea). Pada awalnya sesak nafas hanya dialami setelah beraktivitas fisik. Namun, ketika paru-paru semakin rusak, sesak nafas terjadi ketika melakukan pekerjaan harian rutin seperti berjalan dan menyiram tanaman atau bahkan saat beristirahat.
§  Mengi dan batuk kronis, seringkali disertai dahak, yang berlangsung lama (berbulan-bulan).
§  Sering mendapat infeksi paru. Jaringan paru-paru yang rusak lebih mudah terinfeksi, sehingga menyebabkan bronkitis akut dan pneumonia, terutama di musim hujan saat influenza merebak. Saluran udara memiliki mekanisme untuk mengusir bakteri dengan mengeluarkan dahak melalui batuk. Paru-paru yang rusak tidak bisa melakukannya sehingga bakteri cenderung berkumpul di dalam alveoli dan saluran udara dan menyebar di seluruh lobus paru-paru. Penderita PPOK membutuhkan waktu lama untuk pulih dari infeksi paru, yang dapat berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan.
§  Gagal jantung. Jantung harus bekerja lebih keras untuk memompa darah ke paru-paru karena begitu banyak jaringan paru-paru yang rusak. Beban ekstra ini membuat jantung melemah dan membesar.
§  Hipoksia (kekurangan oksigen dalam darah). Organ tidak mendapatkan oksigen yang cukup dan menjadi rusak. Kurangnya aliran darah ke otak, misalnya, dapat menyebabkan kebingungan, pelupa dan depresi. Pada kulit, kekurangan oksigen ini ditandai oleh semburat biru lebam (sianosis).
§  Pneumotoraks (pengempisan paru-paru). Terdapat pengumpulan udara di sekitar paru-paru yang bocor dari jaringan paru yang rusak. Penumpukan udara ini menekan paru-paru, sehingga tidak dapat mengembang sebesar biasanya saat mengambil nafas.

Penyebab
Sebagian besar kasus PPOK disebabkan oleh merokok. Paparan polutan seperti asap debu dan bahan kimia dapat memperparah gejalanya. Pada tipe emfisema yang langka, penyebabnya adalah kondisi genetik di mana terdapat kekurangan antitripsin alfa-1. Protein ini biasanya membantu melindungi paru-paru dari enzim berbahaya lain yang dapat menghancurkan jaringan paru-paru. Pada orang dengan defisiensi antitripsin alfa-1, merokok sangat berbahaya karena mempercepat perkembangan emfisema.
Diagnosis
Diagnosis awal dilakukan dokter dengan mempelajari riwayat pasien dan gejala-gejala yang dikeluhkan. Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik, mendengarkan melalui stetoskop untuk mendeteksi suara berderak di paru-paru yang disebabkan oleh alveoli yang rusak. Diagnosis terbaik PPOK dilakukan dengan tes spirometri, menggunakan perangkat spirometer untuk mengukur seberapa dalam pernafasan seseorang dan seberapa cepat udara dapat bergerak masuk dan keluar dari paru-parunya. Penderita PPOK tidak bisa membuang nafas sebanyak dan secepat orang dengan paru-paru normal. Setelah melakukan pengujian, pasien diberi obat bronkodilator hirup. Spirometri diulangi, dan jika ada peningkatan besar dalam hasilnya, hal ini menunjukkan bahwa kondisinya bukan PPOK tetapi asma.
Karena beberapa penyakit paru lain dan penyakit jantung memiliki gejala yang mirip dengan PPOK, pemeriksaan rontgen, EKG, dan sampel darah mungkin juga diperlukan untuk menegakkan diagnosis dan menilai keparahan kondisi.  Foto rontgen paru dapat menunjukkan kelainan-kelainan pada paru-paru. Tes darah dapat menunjukkan tingkat oksigen yang rendah.
Pengobatan
Kerusakan paru-paru dan saluran udara pada PPOK bersifat ireversibel (tidak dapat diperbaiki). Namun, perawatan tertentu dapat membantu pasien bernafas lebih baik, hidup lebih aktif dan lebih lama. Oleh karena itu, penting sekali untuk mengidentifikasi PPOK sedini mungkin agar perawatan dapat dimulai sejak awal. Bila Anda perokok, jangan abaikan keluhan seperti sering batuk dan sesak nafas. Segeralah memeriksakan diri ke dokter. Pengobatan dan perawatan PPOK meliputi:
§  Berhenti merokok. Berhenti merokok adalah keharusan bagi penderita PPOK.
§  Bronkodilator, yaitu obat-obatan inhalasi atau semprot yang membantu membuka saluran udara. Meskipun tidak seefektif pada penderita asma, obat-obatan itu dapat mengurangi gejala dan membuat nafas lebih mudah.
§  Kortikosteroid untuk mengurangi inflamasi dan pembengkakan jaringan paru-paru yang diberikan melalui inhalasi atau tablet untuk jangka pendek.
§  Pengobatan untuk infeksi. Antibiotik mungkin diresepkan untuk mengobati infeksi seperti pneumonia, dan vaksinasi mungkin diberikan untuk mencegah flu.
§  Terapi oksigen. Dalam kasus parah ketika paru-paru tidak dapat menghirup oksigen yang cukup, pasien perlu mendapat pasokan oksigen melalui masker atau selang bercabang dua yang dimasukkan ke lubang hidung
§  Operasi. Pada penderita PPOK, kista besar yang dikenal sebagai bullae dapat berkembang di paru-paru dan menghambat fungsi paru-paru. Dalam keadaan ini, pembedahan mungkin dilakukan untuk mengangkatnya agar sisa jaringan paru-paru dapat berfungsi.
§  Rehabilitasi paru, dilakukan untuk membantu memperbaiki kualitas hidup selepas dari rumah sakit. Program rehabilitasi ditujukan agar pasien PPOK dapat memanfaatkan fungsi paru-paru mereka yang masih tersisa. Pendidikan dan dukungan psikososial juga membantu untuk mengurangi kecemasan dan depresi yang sering menyertai PPOK.
Penderita PPOK berat rentan terhadap apa yang disebut “eksaserbasi akut” yaitu, episode di mana kondisi mereka tiba-tiba memburuk (terengah-engah) sehingga membutuhkan oksigen, bronkodilator dan pengobatan kortikosteroid di rumah sakit. Eksaserbasi ini umumnya diakibatkan oleh infeksi pernafasan sehingga biasanya juga membutuhkan pemberian antibiotik.