Monday, July 18, 2011

New 01

Sang Jurnalis Bharatayudha : Arya Sanjaya Yamawidura


Ketika membaca ringkasan Bhagavadgita, sangatlah layak jika ucapan terima kasih diberikan kepada tokoh Sanjaya anak dari Yamawidura.  Berkat ketekunan dan kemampuannya, dialog antara Krisna dan Arjuna yang penuh hikmah, bisa dia beritakan kepada banyak orang.

Di suatu waktu teman saya dalam pengembaraannya berangkat ke Balai Agung di sebelah utara Keraton Surokarto Hadiningrat untuk memesan tokoh wayang Sanjaya.  Pak Sihhanto terperanjat dengan pesanan wayang teman saya, “Sudah 25 tahun saya menjalankan bisnis wayang kulit baru kali ini saya mendapat pesanan Wayang Sanjaya”.

Pak Sihhanto adalah abdi dalem Keraton Surokarto yang bertugas mengurusi pusaka keraton yaitu wayang kulit.  Setiap malam Selasa Kliwon atau Jumat Kliwon, Pak Sihhanto bertugas merawat koleksi wayang kulit keraton.  Pak Sihhanto meminta waktu agak lama untuk memenuhi pesanan teman saya.  Ada beberapa ritual yang harus dia lakukan.  Berbekal kertas kalkir, Pak Sihhanto mengambil gambar tokoh wayang Sanjaya.
Inilah salah satu wayang kesukaan teman saya selain Arjuna dan Krisna.  Ketiganya adalah tokoh penting dalam kitab Bhagavadgita.  Khrisna dan Arjuna adalah tokoh utama sedangkan Sanjaya adalah pembawa berita, seorang jurnalis yang handal yang mampu menangkap pesan-pesan untuk dikabarkan kepada khalayak.

Pada saat berlangsungnya perang Baratayuda, Sanjaya disaktikan oleh kakeknya Bagawan Abiyasa agar dapat melihat seluruh jalannya pertempuran yang berlangsung di Tegal Kurusetra dari dalam keraton Astina dan menjadi mata dan telinga bagi Prabu Drestarasta, kakak ayahnya yang memiliki cacat buta kedua matanya sejak lahir.  Sanjaya melaporkan perang tersebut tanpa menambahi ataupun mengurangi. Hanya dengan memejamkan matanya Sanjaya senantiasa menuturkan dan memaparkan seluruh kejadian di medan perang Baratayuda dengan jelas seperti peristiwa aslinya kepada Prabu Drestarasta yang mendengarkannya dengan tekun dan sesekali menangis sedih bila ada putranya yang gugur.

Awalnya Sanjaya memang tidak berpihak, namun bagaimanapun akhirnya Sanjaya memutuskan untuk memihak kebenaran dan ia pun tewas, tubuhnya mukso menjelma menjadi sebuah telaga.  Di telaga itulah para Pandawa membersihkan diri dan menyegarkan diri. Seorang jurnalis seperti Sanjaya akhirnya bisa menjadi sarana refreshing bagi para pejuang.

Seorang jurnalis akhirnya memihak kepada moral dan kebenaran.  Sanjaya boleh makan pemberian dari Kurawa, tetapi pada akhirnya dia memihak kepada kebenaran. Banyak yang bisa diteladani dari karakter Sanjaya Yamawidura :
  1. dia diberkahi
  2. selalu mengasah kemampuan untuk melihat sebuah peristiwa secara cermat
  3. mendengar percakapan dari jarak jauh dengan akurat
  4. mengabarkan secara jujur berdasarkan pandangan mata dan pendengarannya, tanpa tendensi dan motivasi terselubung
  5. membela moral, kebenaran dan tentu saja menjadi telaga yang menyejukkan bagi para Salik, para Pejuang Kebenaran.

Saya sangat yakin, hingga saat ini telah lahir Sanjaya-Sanjaya lainnya di bumi pertiwi ini, yang akan memberitakan kebenaran tanpa diembel-embeli hidden agenda pesanan dari siapapun juga. Dan hingar bingar pemberitaan dari media massa, baik elektronik maupun cetak, biarlah menjadi warna bagi perang Bharatayudha masa kini.

Sumber : wayangprabu.com