Friday, July 22, 2011

Bambang Kumbayana

Jadi penjilat yang paling tepat
Karirmu cepat uang tentu dapat
Jadilah Dorna jangan jadi Bima
Sebab seorang Dorna punya lidah sejuta
O . . . . o . . . . o . . . . . o . . . .

Sepenggal lirik “Nak” yang dinyanyikan salah satu legenda musik Indonesia, Iwan Fals, memang tak asing lagi di telinga walaupun lagu ini sudah terbilang lawas. Cerita tentang kenyataan dan strategi bertahan hidup yang ditularkan dari ayah kepada anaknya, sungguh membuat kita mampu melihat apa sebenarnya yang terjadi di sekitar kita.

Siapakah Dorna?

Dorna adalah salah satu tokoh sentral dalam mega cerita Mahabharata. Resi Dorna digambarkan sebagai orang yang bermata kriyipan, hidung mungkal gerang, seperti batu asahan yang telah aus. Mulut gusen (bergusi).  Dagu mengerut, menandakan bahwa itulah dagu seorang tua renta, berjanggut pula.  Rambut bersanggul,  berkain bentuk rapekan seorang pendeta. Tangan hanya dapat digerakkan yang belakang, tangan yang lain memegang tasbih, bercelana cindai dan berselop lancip mengkilap.

Dorna berwatak tinggi hati, sombong, congkak, bengis, banyak bicaranya, tetapi kecakapan, kecerdikan, kepandaian dan kesaktiannnya luar biasa serta sangat mahir dalam seni berperang. Sebab musabab kesaktian dan kemahirannya dalam olah keprajuritan adalah bahwa Dorna dilahirkan dalam lingkungan keluarga Brahmana (kaum pendeta Hindu). Ia merupakan putera dari pendeta Bharadwaja, lahir di kota yang sekarang disebut Dehradun (modifikasi dari kata dehra-dron, guci tanah liat), yang berarti bahwa ia (Dorna) berkembang bukan di dalam rahim, namun di luar tubuh manusia, yakni dalam Dron (tong atau guci).

Semasa mudanya Dorna dikenal sebagai Bambang Kumbayana, memiliki roman raut muka yang cakap dan sakti, berasal dari Atas Angin. Kumbayana mempunyai seorang saudara angkat bernama Bambang Sucitra, yang telah meninggalkan negerinya pergi ke tanah Jawa. Kumbayana pergi menyusul. Tetapi setelah sampai di tepi samudera, Kumbayana berhenti dengan sangat berduka cita karena luasnya sang samudra, Kumbayana berkata, bahwa siapapun juga yang dapat menyeberangkan dia dari pantai itu hingga sampai di pantai tanah Jawa, jika ia laki-laki akan diaku jadi saudara, jika ia perempuan akan diambil jadi isteri.

Setelah berkata itu datanglah seekor kuda betina bersayap (kuda sembrani) mendekatinya. Kumbayana merasa bahwa kuda itulah yang akan menolongnya menyeberangkan. Maka Kumbayana mengendarai kuda itu dan terbanglah ia secepat kilat, hingga sampailah di daratan tanah Jawa. Setelah Kumbayana turun, kuda itu melahirkan seorang anak laki-laki, kemudian ia berubah menjadi seorang bidadari bernama Dewi Wilotama dan terus terbang ke angkasa. Anak itu diberi nama Bambang Aswatama.

Dorna bukanlah jajaran Pandawa, juga bukan bagian dari Kurawa. Sebenarnya ia bisa dikatakan sebagai seorang pendeta bijaksana, guru bagi Pandawa dan Kurawa. Wrekudara-lah seorang anak muridnya yang sejati. Adapun pada mulanya memang Wrekudara diperdayanya, diperintahkan terjun ke dalam laut supaya mati. Tapi segala petunjuk Dorna yang demikian itu malahan menjadikan kesempurnaan ilmunya atas petunjuk Dewa Ruci, dewanya Wrekudara yang sebenarnya.

Dorna ahli mengembangkan seni pertempuran, termasuk Dewāstra. Arjuna adalah murid yang disukainya. Kasih sayang Dorna terhadap Arjuna adalah yang kedua jika dibandingkan dengan rasa kasih sayang terhadap puteranya, Aswatama. Ia mempunyai pusaka sakti berwujud keris bernama Keris Cundamanik dan Panah Sangkali (diberikan kepada Arjuna).

Dorna dalam Bharatayudha

Dalam perang Bharatayudha, Resi Drona diangkat menjadi Senapati Agung Kurawa, setelah gugurnya Bisma. Ia sangat mahir dalam siasat perang dan selalu tepat menentukan formasi perang. Resi Drona gugur di medan pertempuran oleh tebasan pedang Drestadyumena, putera Prabu Drupada, yang memenggal putus kepalanya. Konon kematian Resi Drona akibat dendam Prabu Ekalaya, raja negara Parangggelung yang arwahnya menyatu dalam tubuh Drestadyumena. Akan tetapi sebenarnya kejadian itu disebabkan oleh taktik perang yang dilancarkan oleh pihak Pandawa dengan tipu muslihat karena kerepotan menghadapi kesaktian dan kedigjayaan sang Resi.

Pelajaran yang dapat diambil dari sini adalah bagaimanapun saktinya Sang Resi, beliau sangat sayang terhadap keluarganya sehingga termakan tipuan dalam peperangan yang mengakibatkan kematiannya.

Selain Dorna memang terkenal sangat licik, hingga mampu dengan mudahnya memecah belah antara Pandawa dan Kurawa hingga terbetik perang maha dahsyat yang bernama Bharatayudha di padang Kurusetra.

Mari kita tarik pembelajaran dari kejadian dalam cerita resi Dorna ini, apakah keputusan atau kegiatan yang kita buat akibat dari perbuatan Dorna, atau bagian dari esensi idealisme kita untuk mencapai tujuan dengan segala macam cara?

Lihatlah di sekeliling kita, apakah saat ini kita banyak menjumpai orang dengan sifat-sifat seperti resi Dorna? Sebaiknya kita tarik akar masalahnya yang paling dalam lalu kemudian kita ambil jalan keluar yang terbaik.