Monday, May 13, 2019

ketika KENTUT pun terjerat MAKAR

Makar tidak menerima saja keputusan Pak Lurah. Ia membawa sebilah keris warisan keluarganya. Konon keris itu di dapat dari kakeknya ketika bertapa di sebuah kuburan tua di dekat hutan Maganeng.

Orang-orang yang sudah tahu apa yang akan diperbuat Makar, menggerombol di depan rumah Pak Lurah. Satupun tak ada yang berani berbicara dengan lelaki 40 tahun itu.

Pak Lurah tentu sudah lebih siap. Ia memutuskan kebijakan bukan serta merta. Ia punya tim pengamat kelakuan warga-warga. Bahkan, ia membayar mahal tim itu tiap bulannya.

"Keris ini yang akan bicara. Saya tidak pernah menyembah pohon. Saya tidak pernah menyembah sungai." ujarnya lantang.

Makar dinyatakan berperilaku menyimpang oleh Pak Lurah. Bahkan sebagai konsekuensinya, ia dinyatakan tidak berhak tinggal di wilayah kekuasaannya. Makar harus menyingkir. Begitu vonisnya.

Mulanya, ada keluhan kesah seputar Makar. Beberapa warga memergokinya bersujud di depan pohon beringin tua. Letaknya di pertigaan menuju makam.

Bahkan bukan sekali dua kali, tapi berkali-kali. Ia biasanya bersujud malam hari. Sujudnya juga lama.

Sementara menyembah sungai, ia lakukan sore hari. Di bawah jembatan yang menghubungkan desanya dengan desa Prong. Ia berada di pinggir sungai. Sebelumnya, ia melakukan gerakan-gerakan semacam ilmu bela diri diakhiri sujud. Sujudnya juga lama.

Pak Lurah tidak tinggal diam. Ia punya hak untuk menjaga desa dari ajaran menyesatkan. Makanya, ia bentuk tim itu.  Lalu memutuskan kebijakan apa yang akan diambil.

Sebenarnya, Makar menjalani ritual itu kurang lebih lima tahun silam. Selepas ada pembantaian hewan-hewan ternak di kampung itu.

Ketika itu, ada ramalan jika hewan ternak menjadi penyebab utama bencana hebat di kampung itu. Ramalan itu datang dari mimpi sesepuh di kampung itu. Namanya, Mbah Karyo.

Orang-orang langsung kalap. Dalam satu hari, ludeslah kambing. Ludeslah sapi. Ludeslah ayam. Ludeslah bebek. Mereka bakar bangkai bangkai itu. Asap mengepul hitam.

Makar sendiri ketika itu, tidak berada di desa. Ia sedang pergi ke kota. Ada urusan penting di sana. Sekembalinya, ia melihat peliharaannya sudah ludes. Bukan main geramnya ia.

Selama hampir lima tahun itu, tak ada yang menggubris kelakuan Makar. Ritualnya menyembah pohon malam hari. Menyembah sungai sore hari.

Seiring pergantian Lurah di kampung itu,  keberadaan Makar kembali dipersoalkan.  Hingga tiba pada satu keputusan itu.

Pak Lurah ditemani beberapa tokoh masyarakat, tenang saja menyambut Makar.

"Keputusan sudah dibuat. Segera angkat kaki dari sini. Kamu sudah tidak diterima." ujar Sugribi. Lelaki tambun yang menjadi kepercayaan Pak Lurah.

Makar menatapnya nyalang.

"Tutup mulutmu!" Makar semakin beringas.

"Ketika pembantain hewan ternak lima tahun lalu, siapa yang pernah bertanggung jawab? Kini malah mengurusi urusan pribadi saya. Yang jelas-jelas kalian tidak tahu apapun mengenai yang saya perbuat" ujarnya.
Pak Lurah merupakan cucu Mbah Karyo. Setahun setelah pembantaian hewan ternak, Mbah Karyo ditemukan tewas gantung diri. Konon ada yang menyebutnya, ia telah dibunuh terlebih dulu. Beberapa menyebut, Makarlah pelakunya. Tetapi itu hanyalah semacam desas-desus yang tidak pernah dibuktikan. Lenyap begitu saja.

"Bakar saja dia. Sesat. Kapir." demikian awal mulanya. Teriakan dari arah warga yang menonton. Disusul lemparan batu. Selanjutnya persis amuk massa lima tahun silam. Ketika hewan ternak menjadi sasarannya. Bedanya, kini lelaki berkeris itu menjadi targetnya.

Pak Lurah tidak bisa berbuat banyak. Suaranya melarang warga yang kesetanan tidak digubris. Sore itu, tepat lima tahun yang lalu. Sore merah yang anyir darah.
**
"Terus apa selanjutnya yang terjadi Kek?" ujar anak lelaki itu.

"Mayat Makar dimakamkan malam itu juga. Bersama sebilah keris warisan itu. Tetapi yang membuat geger, keesokan harinya, kuburannya telah dibongkar. Entah siapa yang membongkar. Mayatnya hilang. Lenyap." tutur si Kakek.

"Terus..? " desaknya penasaran.

Si Kakek tersenyum. Ia mengelus rambut cucunya. Semantara malam semakin larut.

Wonoayu
12/5/2019