Tuesday, May 14, 2019

2024 : PKS vs koalisi 13 partai

Jika fakta akhirnya menunjukkan Prabowo harus kembali tumbang menghadapi Jokowi di Pilpres 2019, maka pihak yang paling layak disalahkan adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Alasannya, PKS sejak awal tidak pernah menunjukkan keseriusan mendukung Prabowo. Lihat saja, diawal proses koalisi ia telah membuat Prabowo pusing tujuh keliling dengan sembilan draft nama cawapres yang diusulkan. Dalam perjalanannya, ketika Prabowo telah menentukan pilihan memilih Sandiga Uno, PKS malah melipir entah kemana. PKS hanya memanfaatkan elektoral Prabowo dan malah asik memainkan isu penghapusan pajak motor ketimbang menjabarkan visi misi Prabowo kepada konstituen. Mungkin ketidak seriusan PKS dalam mengkampanyekan Prabowo-Sandi dan hanya mengambil keuntungan elektoral semata, diakibatkan karena PKS termakan isu yang dilontarkan Allan Nairn. Allan Nairn seorang jurnalis investigasi asal Amerika Serikat membuka sebuah laporan dimana telah terjadi rapat tertutup di kediaman Prabowo Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada 21 Desember 2018. Dalam laporan Allan Nairn tersebut dipaparkan sejumlah skenario apabila nantinya Prabowo memenangi Pilpres 2019. Salah satu skenario itu adalah melemahkan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Termakan isu dan merasa sakit hati, PKS mengerahkan buzzer-buzernya untuk menguatkan isu politik identitas di masa kampanye. Isu politik identitas itu pun dilekatkan kepada Prabowo dan PKS. Dengan demikian PKS mendapatkan keuntungan elektoral dari pemilih islam konservatif dan Prabowo kehilangan suara dari kelompok islam moderat dan kelompok minoritas. Suara dan dukungan kepada Prabowo yang menurun akibat gaya politik PKS tercatat dalam survei LSI Denny JA. Dalam hasil survei tersebut, Prabowo-Sandi pada Agustus 2018 mendapatkan dukungan dari kelompok minoritas sebesar 43,6 persen. Sementara itu pada bulan Januari dukungan dari kelompok minoritas kepada Prabowo Sandi menurun drastis hingga 4,7 persen. Dari kelompok minoritas ini saja, Prabowo telah kehilang lebih 10 juta suara dukungan pada bulan Januari 2019. Entah berapa puluh juta juga suara dari kelompok islam moderat yang melenggang meninggalkan Prabowo. Hati yang terlanjur terbakar amarah tidak membuat PKS berhenti disitu saja dalam menggembosi suara Prabowo. Konon, kampanye akbar Prabowo yang mengunakan format sholat subuh bersama di SUGBK juga diinisiasi oleh PKS. Ditambah, gerakan subuh nasional sebelum pencoblosan membuat pemilih minoritas ketakutan dan meyakini Prabowo bukanlah pemimpin yang cocok menjaga kebhinekaan di bumi nusantara. Dari hasil quick count Pileg 2019, PKS merupakan partai yang mendapatkan keuntungan paling besar dalam koalisi 02. PKS yang awalnya diprediksi hanya akan memperoleh suara nasional sebesar 4,5 persen terdongkrak dengan isu politik identitas menjadi 8,62 persen. Sementara itu, Gerindra yang menjadi partai pengusung utama Prabowo malah mengalami penurunan drastis. Dengan hasil ini PKS berpesta dan Prabowo nelangsa karena kenyataan tidak sesuai dengan kenyataan yang diraih partainya. Pengkhianatan PKS pun berlanjut pasca usai menikmati pesta atas hasil quick count Pileg 2019. Dikabarkan PKS bertemu dengan utusan petahana secara diam-diam. Tak heran, PKS terkesan mengambil langkah aman dan mengambil sikap akan menghargai keputusan jika nantinya Jokowi yang ditetapkan menjadi presiden terpilih. Masih layakkah PKS dikatakan partai umat, jika semua tindak tanduknya malah mengkhinati kehendak rakyat. Sejarah akan mencatat, kelemahan hati partai umat malah menjerumuskannya kepada lubang pengkhianatan.