Sunday, August 9, 2015

EVA KUSUMA SUNDARI DAN POLA PIKIR ALA PKI PERJUANGAN

Apa kata Eva Kusuma Sundari tentang pasal penghinaan terhadap presiden sewaktu pasal ini diusulkan oleh pemerintahan SBY? Ini pernyataannya yang dikutip dari Liputan6.com.

"Karena itu sudah diputus dan ditolak MK, kok masih tetap dipaksain. Apakah itu bukan manuver yang sia-sia? Karena toh kalo di judicial review ya akan gagal lagi. Jadi ya hanya buang-buang waktu saja untuk membahas pasal yang diajukan kembali itu," kata Eva di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (3/4/2013).
"Jadi ini banyak agenda yang terkesan menjilat. Kalau ini disahkan, ya berarti kita balik lagi ke zaman Belanda. Dan itu akan menurunkan kualitas demokrasi kita dan equality before the law," ungkapnya.
"Jadi kalo Presiden saat ini jadi sasaran dan caci-maki, ya itu risiko. Tapi bukan berarti ketika dia berkuasa dia tidak bisa dicaci-maki, yang bisa dicaci-maki hanya orang lain saja. Itu kan lucu," tukas Eva.
"Itu kan undang-undangnya warisan dari kolonial, masa tetep sih Presiden itu dari koloni rakyat ini masih dipertahankan.Ya kalau gitu enggak usah tiru demokrasi ala negara-negara maju, kalau emang mau ikuti peraturan zaman kolonial Belanda," sesal Eva.
Apa kata Eva terhadap pasal yang sama saat presiden dijabat Jokowi? Simak pernyataannya sebagaimana diberitakan oleh Republika Online berikut ini :

Politikus senior PDIP Eva Sundari mengatakan, pasal penghinaan terhadap presiden wajar adanya lantaran tak bermaksud mencederai asas kesamaan di mata hukum. Dia menegaskan, pasal ini bertujuan melindungi kehormatan presiden dari perbuatan tak menyenangkan dan pencemaran nama baik. 
"Kenapa presiden tidak boleh (mengajukan)? Presiden juga manusia lho, walau dia presiden, simbol negara, tapi punya hati dan perasaan. Jadi, ide tersebut masuk akal," ujar Eva Sundari, Rabu (5/8). 
Apalagi, lanjut dia, di era media sosial ketika semua orang bisa menyebarluaskan kata-kata dan gambar provokatif dengan begitu masif. Eva menyebut, eksesnya bisa dilihat pada saat kampanye Pilpres silam, bagaimana penghinaan, cacian, atau fitnah tampak membanjiri publik. Menurut Eva, kebebasan yang seperti ini harus dibatasi. 
"Kebebasan ini harus dijaga kualitasnya, supaya sesedikit mungkin berisi sampah," kata dia. 
Kita bisa melihat bahwa pernyataan dari orang yang sama terhadap pasal yang sama dengan situasi yang sama dapat menghasilkan pendapat yang berbeda.

Begitulah kebanyakan politisi kita (termasuk pemerintah) ketika menyampaikan pendapatnya. Cara berpikir yang situasional bila digunakan untuk menghasilkan suatu peraturan perundang-undangan akan membuat peraturan tersebut tidak mencerminkan kebenaran yang sesungguhnya. Bisa jadi peraturan yang dibuat akan dirasakan tidak adil bagi satu pihak pada suatu waktu yang lain.