Saturday, April 12, 2014

Belalang di Pucuk Mawar Hitam

Sebuah inbox masuk ke dashboard Belalang.

“Kopdar yuk. Gak seru cuma berbalasan di kolom komentar. Artikel politik yang kamu bikin kayaknya menggambarkan siapa kamu deh”

Belalang pun nembalas inbox dari Mawar Hitam.

“Puisi yang indah pun melukiskan jiwamu yang kadang menghanyutkan, kadang nenyentak kalbuku yang rapuh ini”

Begitulah, janji pun terpatri untuk saling berjumpa secara langsung, kopdar istilah kata orang sana. Sudut rak buku impor di Gramedia menjadi zero point, selepas zuhur pembatas waktunya.

“Aku pakai jersey Brazil”

“Aku bertopi biru”

Begitulah, seorang pemuda berkaos warna kuning strip hijau tampak sedang melihat-lihat buku di hadapannya. Kadang hanya dibaca judulnya, kadang dibolak balik isinya, kadang melihat label harganya saja.

Tak lama seorang gadis jelita bertopi biru menghampirinya.

“Hai…..”

Si pemuda menoleh ke sumber suara. Ini rupanya gadis yang harus ditemuinya.

“Oh… eh….. ah…. Hai juga…..”

Si gadis mengulurkan tangannya.

“Mawar”

“Oooh…. Mawar Hitam ya? aku Belalang……”

Si gadis dan pemuda itu tersenyum lepas bersamaan. Dan tawa kecil mereka tak terbendung juga akhirnya.

“Nama yang unik……”

“Apalagi kamu. Ganteng dan keren kok panggilannya Belalang”

“Namaku Panji….. Dan soal Belalang itu……”

“Aku Pramesti……. Mawar Hitam itu…..”

Begitulah, 11 bulan kemudian mereka pun menikah. Undangan pun disebar.

Rio dan Dina sohib mereka pun diundang.

Di suatu pagi di kawasan Pancoran Mas di sebuah rumah bergaya jengki, Rio dan Dina sedang asyik sarapan.

“Sabtu lusa seniorku yang wisuda bulan lalu menikah. Dia berjodoh gara-gara aku. Nih undangannya”

Undangan berwarna biru langit itu pun disodorkan ke Rio kakaknya yang sedang konsentrasi penuh disuapan kelima nasi goreng buatan bi Romlah.

Rio mengamat-amati undangan itu tanpa membuka isinya dan dikembalikan ke Dina.

“Nama teman kamu Pramesti Adyarini ya?”

“Kok tau?!”

“Ya tau dong. Gue kan punya indera ke enam”

Dina pun menghabiskan roti bakarnya.

“Anak Metalurgi mau camping Sabtu Minggu besok. Ikut gak?”

“Gak bisa. Ada kuliah umum tunggal. Prof. Rhoma yang ngisi kuliahnya”, jawab Rio sambil melirik undangan serupa di dalam tas terpalnya yang penuh ditempeli aneka rupa pin bulat warna warni. Panji teman senior kampusnya memberikan undangan itu kemarin sore.

“Tas baru ya? Bagus juga…..”

“Oooh…… tas ini. Hadiah dari Pan…. eh dari Pandu…. teman gue…..”

Sekilas Dina melihat pin-pin itu.

Salah satunya dikenali gambarnya.

Gambar yang selalu muncul kalau Dina membuka profil akun itu.

Gambar belalang sedang bergaya di ranting pohon.