Tuesday, September 24, 2013

Free Download Portable Adobe Illustrator CS6 Just For Taylor Swift

....
.
.


Menikah :

Zulaeha Syamsiah al-Katiri
dengan
Akmal Qutubun Jadid.
……………
May pun melempar undangan berwarna merah marun dalam balutan pita emas itu. Teganya Akmal mengirim undangan pernikahan ke ‘Gajah Mada’ tempat kost May di sudut kota Bandung. Tak tahukah Akmal bahwa sebuah hati yang tegar itupun bisa retak juga, bahkan hancur berkeping-keping.

“Mahasiswa baru ya? Saya Akmal, anak semester 5″
“May, anak semester satu!!”
“Bwahahahaaa…… judes amat…. tapi malah makin manis loh. Apalagi dengan pesona alis hitam tebal kamu itu…..”

May hanya tersenyum mengingat kali pertama berjumpa dengan Akmal yang berpotongan sederhana, kemeja putih lengan panjang dan celana kakhi hitam 5/6. Tapi sepertinya mereka tak berjodoh, hubungan selanjutnya hanya bagai adik dan kakak. Akmal hanya menganggapnya sebagai adik belaka, karena alis tebal hitam itu memang mirip seperti yang dimiliki Aisyah, adik Akmal.

Zulaeha, beruntungnya ia mendapatkan Akmal. Mereka sepadanlah, Zulaeha begitu anggun perilakunya, berjilbab dengan sebenar-benarnya jilbab, menutupi tubuhnya juga menjaganya dari berbuat munkar.

“Hallo…. kamu Aisyah ya? cantik betul…..”
“Bukan, kak. Aku May…… anak semester satu….”
“Oooh….. pacarnya Akmal?”

May diam saja sementara Akmal tertawa-tawa sambil mengucek-ucek rambut May. May pun tersenyum mengingat sapaan waktu itu, saat Zulaeha bertemu dirinya di kantin bersama Akmal.

Senyum May langsung menghilang begitu melihat kalung yang dibuatnya barusan pagi.

May mengambil semua yang tertempel di dinding dan memasukkannya dalam dus bekas tivi. Di dalamnya sudah ada setumpuk baju dan celana. Lalu May menuju lemari plastik kecil tempat ia menyimpan pernak-pernik yang remeh saja bagi orang lain. Sebuah kotak kayu kecil ditimang-timang sebentar. Kalung. Ya, ada beberapa kalung di dalam kotak itu.

Kalung berbahan kain hitam yang dipilin dan buahnya berupa kain hitam juga yang dijahit persegi ukuran 2 cm x 2 cm, ada secarik kain putih di dalamnya dengan tulisan yang tak pernah May tahu apa isinya.

May pun merobeknya dan mengambil secarik kain putih bertuliskan ‘takdir kini di tanganmu’. Kalung yang dikenakan sejak lahir itu ternyata hanya berisi kalimat sederhana. May mengembalikan kalung itu ke dalam kotak. Diambilnya satu kalung lain berbahan kulit dengan desain etnik.

Akmal memberikan kalung itu untuk mengikat persahabatan mereka. Hanya sekali May memakainya hingga saat ini. May mencoba memakai kalung itu. Tapi dilepas lagi dan dimasukkan ke kotak.

Satu kalung lagi kini ada di tangannya. Kalung biasa dengan buah berbahan perak berbentuk inisial M. Kalung ini dibeli saat bazaar di kampus.

“Bagaimana kalau kalung itu aku saja yang beli. M itu inisial namaku, Masaji”
“Saya yang pertama pegang dan berniat membelinya. M itu namaku, Maesaroh”
May tersenyum mengingat kejadian itu. Kalung itu tak ada niatan dimilikinya, entah kenapa dibelinya. Karena Masaji ingin kalung itu jugakah?
“Maaay……. Ada Aji nih di bawaaah…..”

Begitulah, selanjutnya Aji sering datang ke kost May saat Sabtu malam. Teriakan teman kost atau bu Dayu menjadi rutinitas yang selalu ditunggu. Dan May turun ke ruang tamu mengenakan kalung itu.

Hingga di suatu siang May melihat Aji turun dari mobil tepat di gerbang samping kampus. Sebelum pergi Aji mencium wanita di belakang kemudi dan mereka sedikit ngobrol dan wanita itu memberi uang segepok buat Aji. Kecupan hangat pun mendarat di pipi Aji. May pun kalut, keruh sudah isi kepalanya.

May mengembalikan kalung itu ke kotak. Ada dua kalung lagi. Satu kalung pemberian ayah tirinya, yang tiga bulan lalu mencoba memperkosanya. Tak pernah berhasil. May selalu selamat dari cengkraman ayah tirinya.

Kalung terakhir milik Roy teman satu jurusan, Roy playboy kaleng krupuk. Dua hari lalu Roy mencoba merayu dan mencumbunya di tempat kost Roy saat May hendak meminjam buku. May tak tahu sampai di mana aksi Roy karena pengaruh bius di minumannya. Beruntung ada kebakaran kecil di dapur kost dan May bisa meloloskan diri, entah kenapa bu Dayu ada di dekat situ dan membawanya pulang.

Hancur hati May, terasa kotor tubuh ini, terasa hina diri ini. Runtuh sudah bumi yang dipijak May. Apalah arti hidup ini dengan apa yang telah terjadi melingkupi May. Tak ada hal baik sebulan ini.

May menatap kalung yang dibuatnya tadi pagi. Ujungnya menggantung ke langit-langit tempat lampu menempel. Kalung itu setinggi badan tiga jengkal lebihnya dari kepala. Di bawah kalung dari tambang plastik yang biasa dipakai untuk jemuran oleh bu Dayu, sebuah kursi plastik siap dinaiki oleh May.

May melangkah naik ke kursi dan kalung tali plastik itu pun melingkar di lehernya. May memantapkan hati mengakhiri hidupnya yang kelam ini.

Saat meraba lehernya, May merasakan ada kalung lain di situ. May heran, kalung yang mana ini? May mengeluarkan tali plastik di lehernya dan turun dari kursi. Tiba-tiba ikatan di ujung langit-langit lepas jatuh ke lantai, kurang kuat ikatannya. May melepas kalung di lehernya.

Dari siapa ini? May sedikit lupa. Entah kenapa dia lupa dengan kalung ini. Buahnya berbentuk ukiran lotus. Setelah mengingat dengan keras, baru May sadar milik siapa kalung itu. Bu Dayu. Ya, bu Dayu yang memberikan kalung itu untuk jaga-jaga katanya. Tapi May jarang memakainya. Kemarin malamkah dia memakai kalung itu?

Kalung berbuah lotus itu pemberian dari neneknya bu Dayu dan diwariskan untuk anak perempuan keturunan selanjutnya. Bu Dayu tak punya anak perempuan, jadi boleh diberikan ke siapa saja yang dianggap layak.

“Terimalah kalung ini. Jangan menampik. Terimalah. Ibu berharap kelak engkau punya anak perempuan dan mewarisi kalung nenek moyang kami”

May tak kuasa menolak pemberian kalung itu. Tapi tak pernah dipakai, hanya disimpan di lemari bajunya.

Tok… tok… tok….
“May….. Maaay….. kamu baik-baik saja?!”

Suara bu Dayu yang terdengar khawatir mengejutkan May dan segera merapikan kamarnya. May menyembunyikan semua di bawah tempat tidur.

“Baik, buuu…. May tak apa-apa. Sebentar May buka pintunya….”

Begitu bu Dayu melangkah masuk, May pun memeluknya dengan erat sambil terisak sedikit. Bu Dayu tersenyum kecil memahami apa yang barusan terjadi. Tali plastik itu masih terlihat sedikit oleh bu Dayu.

Bu Dayu lalu duduk di bibir kasur bersama May. Berceritalah ia tentang gadis-gadis yang dahulu mencoba bunuh diri di kamar itu. May orang ketiga dan semuanya gagal bunuh diri dan malah dua gadis lainnya itu kini hidup bahagia bersama suami dan anak-anak mereka.
“Ketika kita lahir, adakah yang bisa memilih siapa orangtuanya? lahir dimana? kapan? adakah yang bisa memilih? Itu atas kuasa-Nya. Ibu percaya itu, juga perihal jodoh dan mati kita. Manusia hanya diminta untuk berbuat dan selebihnya biar atas kuasa-Nya. Apalah kita ini yang hendak merampas hak-Nya mencabut nyawa kita sendiri?”

May hanya mengangguk sambil menyesali perbuatannya. Saat memeluk erat bu Dayu, May memperhatikan leher bu Dayu. Seperti bekas jeratan tali yang kasar, terlihat hanya dari dekat saja saat rambut bu Dayu tersibak. Bu Dayu nenyadari apa yang dilihat May.

“Lain waktu ibu ceritakan kenapa ada bekas luka di leher ibu. Sudah lama itu. Tanggal 24 September 1965 kejadiannya……”

May hanya mengangguk, tak mau mendengar hal lainnya hari ini.

“Maaay……. Ada Aji nih di bawaaah…..”
Aji? Mau apa orang itu?
“Temuilah…. biar ibu bereskan kamarmu”

May pun keluar kamar dan turun ke lantai bawah menuju ke ruang tamu. Aji sudah duduk di sana dan dia bersamaaa….. wanita itu. May kembali sedikit naik darahnya mengingat peristiwa di depan gerbang kampus.

“Hallo….. May……”

May dan Aji bersalaman dengan canggung.

“Oooh…. jadi kamu yang namanya May. Aji bilang kamu bisa diandalkan soal fotografi. Kalau benar, aku ingin memakai kamu untuk pernikahan kami…”

WHAT? Pernikahan? Apa-apaan ini?

“Iya, May….. Mau ya jadi fotografer di pernikahan mama aku yang cantik ini. Kasihan aku melihat mama menjanda terus…. Calon papaku baik kok”

MAMA? Wanita ini mamanya Aji? Kepala May seperti dibasuh embun pagi…. segaaar rasanya. May jadi salah tingkah dan tanpa sadar tangan kanannya memilin-milin kalung di lehernya.

“Bagaimana, May? Mau?….. Ngomong-ngomong, kalungmu bagus sekali. Antik kelihatannya…..”

May hanya mengangguk saja. Entah apa yang dipikirkannya kini. Satu jam yang lalu May hampir gantung diri….. dan kini senja begitu indahnya, pendaran sinarnya menerpa pepohonan di depan tempat kost May.
.
.

.
by : Capung