Tuesday, March 5, 2013

Jokowi Ternyata Cuma Kacungnya Mega

Jokowi, Katakan “Tidak!” Pada Jurkam.
.
Oleh: Balya Nur
 | 05 March 2013 | 01:25 WIB
.
Sejak jadi Walikota Solo,saya mulai menyukai Jokowi. Jokowi menunjukan,menjadi pemimpin itu sebenarnya nggak rumit. Jangan terlalu banyak pertimbangan. Kartu Sehat misalnya. Jumlah kartu sehat yang diberikan kepada warga sebenarnya tidak sebanding dengan jumlah fasilitas kelas ekonomi Rumah Sakit di Jakarta. Tapi Jokowi tidak mau berumit ria soal angka.Bagikan saja kartunya. Toh warga miskin Jakarta nggak mungkin sakit serempak.
Cara berhitung seperti itu memang khas pemimpin yang berani. Ketika kemudian ditanyakan soal angka, dengan enteng dia menjawab,” Apa orang sakit harus menunggu dulu dibangun rumah sakit? ” Ya, pada kenyataannya setelah kasus pasien terlantar, mau tidak mau pemerintah pusat dan Pemda terpaksa harus menambah kamar rumah sakit kelas tiga. Disitulah kecerdikan Jokowi.
Tapi kalau sudah berhadapan dengan Partai, keberanian Jokowi mau tidak mau pupus juga. Bisa dimengerti. Demokrasi memang menjadikan partai sebagai majikan yang tak boleh dibantah. Kalau Jokowi pernah menantang,” Rumah sakit mana yang berani coba-coba menolak pasien? Silakan saja kalau mau coba-coba.” Tentu saja Jokowi tidak akan berani mengatakan, “Partai mana yang berani coba-coba menyita waktu saya buat kampanye? Waktu libur saya saja sudah saya wakafkan buat warga Jakarta, masa saya harus mencuri waktu buat kampanye,yang benar saja…Pilkada kan hampir tiap bulan. Kalau masih di Jawa Barat, okelah, dekat Jakarta, kalau sudah di luar pula Jawa..dengan tegas akan saya katakan, Tidak! “ Walaupun saya yakin dalam hati kecil Jokowi akan berkata seperti itu,tapi faktanya Jokowi sudah mengantongi izin Mendagri untuk menjadi Jurkam Pilkada Sumut.
Kalau saya jadi pemimpin partainya Jokowi, saya tidak akan “menyiksanya” dengan menjadikannya sebagai Jurkam. Karena Jokowi sudah menjadi milik warga Jakarta dan bahkan Indonesia, apapun partainya. Menjadikan Jokowi Jurkam sama saja dengan mengiris kepopulerannya seiris demi seiris.Sungguh sayang aset bangsa yang fenomenal ini akan menjadi politisi ketimbang sosok pemimpin masa depan yang didambakan oleh rakyat Indonesia yang sudah agak muak melihat tingkah polah komunitas politisi kita.