Obrolan Calon Doktor (S3) dari Canberra
Selain corat-coret, hobi saya yang lain adalah tukang nguping kalo ada orang lagi ngobrol. Saya sih pura-pura sms-an, BBM-an, atau kalo bawa tablet, pura-pura surfing dengan wajah yang dibikin serius, biar ngga ketahuan lagi nguping.
Suatu hari Omar ngobrol dengan kawan sejawatnya berusia setengah baya yang lagi studi S3 di Canberra, Ausie. Omar iseng-iseng nanya ke pak tua ini kenapa dia mau melanjutkan studi S3 (berhubung umur dia sudah agak lanjut dibanding other youngsters yang pernah atau sedang studi doktoral di sini).
Dia menjawab se-ringan kapas yang tersapu bayu, “Well, biar peluang utk dpt jabatan lebih besar. Gantianlah, masa yang pejabat itu-itu aja yg bisa ngerampok duit rakyat”. (dia menjawab tanpa ekspresi sambil tertawa garing, tertawa calon koruptor kali).
Gubraaaak. Jatuh saya dari kursi jeunjing yang reot ini. Kaget juga dapet jawaban yang seperti ini. Orientasi studi yang aneh, atau memang itu yang lagi ngetrend kali ya, studi buat naik jabatan, lalu merampok duit rakyat?
Omar mengingat-ingat masa aktif di birokrasi sepuluh tahun lalu dan bergumam dalam hati, apa desain sistemik yg membuat semua orang berorientasi oportunistik (e.g.merampok negara) belum berakhir? Wajar sekali jika reformasi berjalan lambat sekali, atau malah sudah pada titik nadir, GATOT (gagal total).
Kalo berbicara idealisme, kadang-kadang Omar pesimistik dan skeptikal, “Ayolah, effisiensi pembangunan? Mana bisa? Law enforcement kita aja gak becus? Penanggulangan korupsi selalu tergelincir dengan power one man play ? Sudah berapa banyak para Indonesianist yang pernah komentar kalau kita ini negara yang sangat messy “.
Tapi, coba tanya nurani kita.
Omar sudah hampir lima tahun terakhir ini pulang balik Indonesia-Australia, dalam beberapa kesempatan mampir di negara-negara di belahan dunia lain, developed dan developing countries. Karena hidup agak lama di negara orang, Omar mengakui hampir-hampir terjerumus dalam jurang pola pikir “sebodo amatlah“.
Tapi kalo melihat bagaimana negara-negara berkembang lain yang secara ukuran geografis dan ekonomi lebih kecil dari Indonesia, tapi punya progress yang mengundang harapan untuk lebih baik, Omar miris sekali dan kadang-kadang ‘drop’, dan mungkin berpikir: “ah yang penting saya selamat“.
Omar sakit hati sekali ketika pada suatu pagi melihat berita TV tentang Nazaruddin dan allegasi korupsi di tubuh Partai Demokrat. Dia bergumam, “Mudah2an uang yang kalian makan itu dan membuat miskin orang2 di kampung saya (Kendari) menjadi ulat busuk tujuh turunan. Amiiin”.
Tiba-tiba saya tersentak, “Hei, bangun, kalo nguping itu jangan sambil tidur, ilernya netes ke mana-mana tuh”, kata Omar sambil cekakakan.