Sunday, June 5, 2011

Film KENTUT

TAK ADA YANG PALING DIINGINKAN ORANG-ORANG YANG MENDERITA KEMBUNG, MULES, SAKIT PERUT, ... SELAIN KENTUT.

Simak aja filmnya.



“Di negeri ini kebenaran dan kebetulan tipis bedanya…”


Patiwa, salah satu kandidat Bupati di Kabupaten Kuncup Mekar, ia harus menjalani operasi medis akibat Dada kanannya tertembak saat berkampanye. Pasca operasi, Patiwa tetap harus menjalani perawatan serius di Rumah Sakit, karena dia harus menunggu hingga keluarnya KENTUT. 



KENTUT yang semula dianggap remeh, seketika menjadi persoalan penting dan melibatkan banyak pihak. Sementara hari pemilihan kursi Bupati tinggal sedikit waktu. Kepanikan menimbulkan konflik besar antara pihak Rumah Sakit dengan Tim Sukses Patiwa yang dipimpin perempuan cerdas nan jelita bernama Irma.  Situasi ini dimanfaatkan oleh kandidat lawan bernama Jasmera yang selalu tampil berapi-api untuk mendapatkan simpati masyarakat. Jasmera bersama Delarosa penyanyi dangdut yang fenomenal sebagai pasangan Cawabup, selalu meneriakkan slogan anti kemunafikan dan memiliki program- program kampanye kontroversial serta cenderung nyeleneh. Untuk memperlambat keluarnya KENTUT Patiwa, maka Jasmera meminta bantuan paranormal, dengan harapan agar Patiwa dinyatakan berhalangan tetap, hingga tidak dapat mengikuti putaran kedua.



Rumah Sakit berubah suasananya. Dokter Kepala, Satpam, dan seluruh karyawan Rumah Sakit semakin kelabakan dengan munculnya para pemburu berita dan beragam kelompok Agama . Mereka berkumpul untuk berdoa bagi kesehatan Patiwa, dengan seremoni yang berbeda satu sama lainnya. Situasi Rumah Sakit tidak lagi nyaman, karna mendadak berubah menjadi ruang politik. Menjadi ruang harapan bagi kepentingan banyak orang.  Akhirnya KENTUT menjadi idola dari semua peristiwa yang terjadi



“Tidak ada satupun ciptaan Allah yang sia-sia”

SMAN 1 JAKARTA ATAU SMAN 1 SATUNYA DI PULAU

SENENG YA SENENG, SEDIH YA SEDIH. SENENG DAH LULUS, SEDIH HARUS BERPISAH DENGAN SEBAGIAN BESAR ORANG YANG SELAMA INI SELALU DIJUMPAINYA DARI HARI SENIN HINGGA HARI SABTU. SENENG KARENA DITERIMA DI SMA NEGERI, SEDIH KARENA NGEBAYANGI HARUS MENGAYUH SAMPAN PAGI-PAGI BUTA MENUJU SEKOLAH.

PENGEN PINDAH KE JAKARTA, URUSANNYA RUMIT BANGET. PUNYA TEMEN DI FB KATANYA KETERIMA DI SMAN 1 JAKARTA, WIH KEDENGARANNYA HEBAT BANGET. SEKOLAH FAVORIT KATANYA.

MINAT KE SMK JUGA ADA, TAPI DUKUNGANNYA AGAK KURANG.  GA ADA YANG BERBIAYA MURAH BUAT MASUK SMK.

APAKAH HARUS PASRAH BERSEKOLAH DI SMA NEGERI SATU SATUNYA DI PULAU?

INI ''BUKAN'' KOMEN FOTO


INI ''BUKAN'' KOMEN FOTO

by R Eko Tjahjono on Monday, June 21, 2010 at 11:34pm



Ada beberapa fenomena yang saya rasakan dan saya yakin juga dirasakan oleh sebagian dari kita : (1) seringkali kita merasa “kewalahan” dengan adanya tag foto yang kita terima dalam setiap harinya dan ini sangat mempengaruhi kualitas komentar foto yang kita layangkan, (2) keberadaan komunitas fotografi yang berinisialkna GS (Gembira Selalu), faktual menjadi akrab di telinga dan mata kawan-kawan di sekitar dunia maya kita (3) Bahkan keberadaannya mampu menjadi “triger” bagi sebagian sahabat-sahabat kita untuk menampilkan foto-2 yang “nyleneh” yang diperoleh dengan segala cara hanya untuk mengimbangi foto-foto yang biasa kita tayangkan di lingkup komunitas GS....(hmmm padahal kan kita tidak sedang perlombaan bagus-bagusan motret ya), (4) tidakkah kita sadar bahwa di GS secara tidak langsung telah tercipta segmentasi foto, sebagai misal saat kita ingin bicara foto lansekap maka kita akan menunggu komen dari mr X, bicara foto makro maka kita akan menunggu komen dari mr Y, bicara foto model maka kita akan menunggu komen dari mr Z, bicara foto IR maka kita akan menunggu komen dari mr A dan bicara teknis maka kita akan menunggu komen dari mr B.....bahkan para mr – mr itu pun juga menjadi panutan dalam menciptakan sebuah foto....bukankah sudah sedemikian besar pengaruh komunitas ini bagi dunia fotografi walopun dalam lingkup kecil??

Saya juga sangat yakin, bahwa kawan-2 memiliki niat yang sangat luhur untuk beribadah lewat foto melalui tag foto dan komen foto seperti (1) foto untuk tetap menjaga silaturahmi dan bersapa dan (2) foto untuk membagi / share pengalaman dan pengetahuan. Terusterang, saya sangat bisa menikmati dan mendapatkan banyak hal dari komunikasi yang selama ini terbangun.

“Little photo party” atau “pesta foto” adalah istilah yang beberapa waktu belakangan mulai marak kita lakukan untuk mengupas tuntas teknik fotografi berdasarkan tag foto yang kita terima dari kawan-kawan. Disana kita mampu menumpahkan segala opini yang di iringi dengan kata IMHO (wuiih, sebuah kata bijak untuk menghargai sebuah karya orang lain ). Dan ternyata “pesta foto” itu memberikan dampak “tebar pesona” yang luar biasa. Dan mampu menjadi daya tarik yang sangat seksi bagi komunitas kita ; GS. Dalam “pesta” itu kita tidak hanya mengritik namun ternyata masing-masing mampu memberikan solusi-solusi cerdas. Itulah daya tariknya, yang tidak banyak di temui di komunitas lain, dan itulah “ibadah” kawan.

Memang tidak semua dari kita menyukai (1) fotonya di jadikan bahan pesta atau (2) komentarnya di anggap salah, hmmm...kalo begitu memang sebaiknya kita perlu seleksi kembali siapa-siapa yang bisa kita ajak “berpesta foto” dan foto model apa yang kita bisa gunakan untuk pesta, supaya semuanya tetap bermakna “ibadah”.

Teknik fotografi, teknik editing , dan teknik penyajian adalah wahana yang sangat nyaman untuk kita jadikan bahan “pesta”, karena komunitas kita adalah komunitas fotografi, dan ruh kita adalah fotografi. Olah digital adalah sebuah kebutuhan yang menjadikannya foto menjadi lebih enak untuk disajikan, tanpa harus menghilangkan “ruh” nya (oldig adalah hanya pemanis, bukan ruh dari karya yang kita sajikan). Niscaya GS akan menjadi lebih memiliki sarat makna.

Terimakasih atas keterlibatannya dalam berpesta foto, karna itu adalah sebagian dari warna yang kita punya sesungguhnya. salam

GEMBIRA SELALU 


PHOTOGRAPER DAN PHOTOSHOPER


PHOTOGRAPER DAN PHOTOSHOPER

by R Eko Tjahjono on Saturday, June 13, 2009 at 2:36pm



Mungkin banyak dari kita pernah melihat 1) foto indah, bermakna dan enak dinikmati, 2) foto indah bermakna tapi kurang enak dinikmati, 3) foto gak indah tapi enak dinikmati, 4) foto gak indah, gak bermakna dan gak enak dinikmati.

Saat memandangi sebuah hasil karya foto lewat media apapun, seringkali muncul pertanyaan dalam diri kita, “itu foto asli atau foto olahan” dengan tendensi yang bermacam-macam :
1. Kagum, senang dan cukup menikmati
2. Sirik, tendensius negatip dan gak rido kalo si empunya bisa memiliki foto itu
3. Biasa-biasa aja tuh.. karena memang gak tertarik dengan dengan karya seni foto (mungkin kesukanya seni beladiri)
4. Ingin tau banyak bagaimana foto itu dihasilkan.

Kesemuanya adalah reaksi yang cukup manusiawi dan sangat normatif. Bahkan dalam forum-forum ilmiah fotografi pun, seringkali pertanyaan tersebut juga muncul, yang pada akhirnya si penanya justru sering menjadi pesakitan karena merasa terbantai dengan pertanyaannya sendiri.

Sebuah kata bijak yang sering dianut oleh para pehobi fotografi adalah “Please Make a Picture Not Just Take A Picture”. Makna itu begitu dalam dan sangat sulit untuk dilakukan. Karena dalam sebuah karya foto terkandung 2 “parameter penilaian” yaitu “kaidah teknis” dan “kaidah selera”.

Bila kita coba memasuki dunia komunitas para pencinta “keindahan ruang sempit ini”, yang terpampang diberbagai komunitas maya, maka yang namanya selera sudah berkembang sedemikian dahsyatnya, bahkan “diluar titik nalar” potograper sekalipun. titik “Luar Nalar” yang dimaksudkan disini adalah bukan sekedar menampilkan sebuah keindahan alam yang tak banyak orang bisa menjamahnya, karena keterbatasan daya jelajah keseantero jagad dunia, namun sudah pada tingkat pemahaman sebuah aplikasi teknologi. sehingga menghasilkan poto-poto yang sudah mirip di majalah-majalah.

Photo pada dasarnya mengandung sekumpulan data olahan digital /angka/nilai yang dikemas dalam sebuah fitur menu yang mampu disajikan dalam sebuah perangkat kamera. Semakin mahal harga sebuah kamera biasanya makin memiliki fitur menu olahan digital yang semakin beragam, menarik dan akurat, terlepas dari bicara karakteristik merek sebuah kamera.

Fitur standard yang terdapat dalam sebuah kamera masa kini (baik analog, DSLR, maupun kamera HP) antara lain adalah mode pemotretan (night, closeup, panoramic, automatic, sport, dll) ; bukankan itu sebuah produk teknologi olahan digital yang telah di lakukan oleh fabrikan. Apabila kita memanfaatkan fitur-fitur tersebut maka pertanyaannya Apakah foto-foto kita menjadi bermakna “tidak asli” ? Coba bayangkan apabila kita akan melakukan foto malam hari, yang kaya akan pemandangan yang sedemikian indah, akan tetapi fasilitas yang dimiliki kamera kita sangat terbatas. Maka apakah yang akan kita lakukan? 

Perkembangan teknologi perkameraan saat ini sangat fantastic, dibeberapa merk terkenal mengklaim mampu mencapi grafik penjualan hingga mencapai 72% dalam kurun beberapa tahun terakhir. Mereka umumnya menawarkan beberapa fitur andalan mulai dari 1) kemampuan resolusi image, 2) touching before taken (white balance, focusing, kompensasi pencahayaan, tingkat kecepatan, temperature dll), 3) touching after taken (HDR, IR, Fish Eye, Hue, Saturation, Contras, Sharpening, softening dll). terbayang bukan, bagaimana teknologi itu dimainkan dalam sebuah body camera yang tak lain adalah “manipulated option for better quality”. Dan terbayang juga mengapa harga sebuah kamera yang mampu mengakomodir keinginan kita menjadi begitu mahal ?

Dahulu, pra masa Digital SLR, proses manipulasi dibantu dengan menggunakan sebuah filter yang terpasang di muka lensa. Berbagai efek gambar dapat kita hasilkan dengan bermodalkan beberapa benda yang bernama filter lensa. Bukankan ini sebuah cara untuk memanipulasi perekaman obyek. Lalu apakah kita bisa menjastifikasi bahwa foto yang dihasilkan adalah tidak asli ? sementara di era DSLR fungsi-fungsi itu sebagian besar sudah terakomodir dalam sebuah system software kamera....hmmm .

Lalu apakah kita yang kurang beruntung untuk bisa memiliki kecanggihan teknologi itu hanya bisa berdiam tanpa karya. Wah jangan bro ... tuhan maha adil kok, tuhan juga menciptakan manusia-manusia pandai yang mampu menghasilkan software-2 cerdas olah digital foto melalui kamputer ( seperti photoshop dll). Silahkan cari di berbagai mall ato pengecer pinggir jalan. Pasti kita akan bisa menemukannya dengan mudah dengan bandrol hanya 5000 perak (versi bajakan….edan).

Lalu kalau begitu apabedanya “potret beneran” dengan “gak beneran” kalo memang kondisinya adalah seperti itu... saya juga sempat lama merenung tentang itu, ternyata terjawab juga secara tidak sengaja pada saat saya mengikuti beberapa kompetisi foto. Urusannya terjawab dengan apa yang diistilahkan sebagai “Metadata” ; dia adalah semacam atribut data digital yang menyertai sebuah karya foto. Tidak akan pernah berubah atau hilang sepanjang foto itu tidak dimanipulasi melalui software computer (seperti photoshop dll ). Namun sebaliknya, manakala proses editing telah dilakukan di dalam computer, maka metadata yang merupakan identitas keaslian dari foto itu akan hilang dengan sendirinya. 

File Exif Metadata dapat dilihat dengan beberapa banyak software, dan software apapun akan menghasilkan informasi yang sama.

Manakala manipulasi sebuah gambar dilakukan dengan memanfaatkan software yang dikemas dalam fitur-fitur yang tersedia dalam sebuah kamera, maka Identitas foto yang terkandung dalam sebuah File Metadata pasti tidak akan hilang dan tetap utuh.

Namun demikian jangan lupa, bahwa sebuah karya indah dan bermakna tetap dihasilkan dari kemampuan kita memahami ilmu dasar memotret yang tidak mungkin bisa dimanipulasi seperti ; bagaimana membuat komposisi gambar, menentukan Point of Interest obyek, menentukan ruang tajam, menentukan pencahayaan dll. Tanpa penguasaan itu maka apapun olahan lanjutannya, hanya akan menghasilkan gambar-gambar yang hambar walaupun memiliki tone yang sangar.

Kembali pada diri kita masing-masing, kita ingin menghasilkan sebuah karya yang sarat akan pemanfaatan teknologi, pemanfaatan software computer atau yang biasa-biasa saja. Semua berpulang pada kita. Ada beberapa saran bijak dari para pakar antara lain adalah :
1. Fotografi adalah sebuah karya seni
2. Kuasai ilmu dasar memotret
3. Ikuti perkembangan teknologi dan perkembangan selera penikmat 
4. Dan yang paling penting adalah Kuasai kecanggihan senjatamu dalam hal ini adalah kamera.

Trimakasih Bro...Tulisan ini dibuat dengan menyadur beberap opini beberapa pakar dan opini pribadi yang masih ingin terus memahami sebuah makna dari keindahan yang disajikan melalui Ruang Sempit yang bernama “View Finder”. Buatlah berbagai atraksi dengan kecanggihan kameramu (kata mereka)...dan selamat menikmati sebuah keagungan.

Note :
Trimakasih sebesar-besarnya untuk kawan-kawan yang selalu member kritik terhadap foto-foto saya yang teraplod di media ini. Alhamdulillah saya akhirnya bisa memperoleh ilmu secara gratis dari kritik itu...heheh maklum sekarang banyak iklan les private motret yang biayanya sangat mahal...sekali lagi trimaaaa kasih.

ALAT ITU BERNAMA KAMERA


ALAT ITU BERNAMA KAMERA

by R Eko Tjahjono on Tuesday, May 12, 2009 at 2:50am



Kamera, apapun mereknya dan apapun modelnya adalah buah dari olah pikir manusia yang bernama teknologi. Bagi sebagian basar awam, memandang kamera tidak lebih dari seonggok barang yang hanya bermanfaat untuk membuat sebuah kenang-kenangan. Bahkan seringkali disalahgunakan untuk mengabadikan momentum yang tidak layak untuk diabadikan.

Simak sedikit beberapa album foto dalam profil komunitas pengguna facebook. Disana mulai terlihat sebuah pergeseran pemaknaan sebuah benda yang bernama kamera. Ia tidak lagi hanya sekedar alat pengabadian personal diri, tapi juga mencoba untuk mampu menguak berbagai keindahaan (minimal versi si pengguna), dengan berbagai motif.

Allah SWT telah menciptakan sepasang mata, yang fungsi dan manfaatnya sangat jauh menandingi sebuah alat yang bernama kamera dalam menangkap sebuah keindahan obyek. Namun mengapa kita begitu takjub saat sebuah hasil eksekusi kamera ditampilkan, yang seringkali dalam kehidupan sehari-hari pun pemandangan/fenomena itu juga biasa ditangkap oleh kedua mata kita.

Surprise dan acung jempol.
Kata itu yang layak kita berikan kepada siapapun yang mampu memanfaatkan benda ajaib ini untuk mengangkat sebuah keindahan yang sifatnya universal (minimal membuat orang manggut-manggut saat melihat sebuah karya foto). apalagi sampai berucap "Syukur".

Dalam kasus di atas, ternyata kamera sudah mulai bergeser lagi pemaknaannya. ia tidak lagi hanya sekedar penangkap sebuah fenomena indah dan mengabadikan kenang-kenangan saja tetapi juga sebagai alat/tools atau media untuk mengucap rasa syukur atas keindahan ciptaaan Allah. Pernyataan ini adalah sebuah pemahaman spiritual yang perlu proses, yang tanpa kita sadari bermula dari sebuah kekaguman akan ciptaan Nya melalui karya fotografi.

Bila memang proses bersyukur akan ciptaan Allah dapat ditempuh lewat media yang bernama Kamera. Mengapa kita tidak terus menerus mengunakannya untuk mencari sudut-sudut kecil nan indah dari ciptaan Nya, sebelum kita terbiasa mengucap syukur.

Sekali lagi Kamera adalah produk dari perkembangan sebuah ilmu dan teknologi. Kritik, cemooh dan pujian adalah bentuk apresiasi sebuah karya yang akan kita peroleh, manakala kita mulai berani mempublish sebuah karya ke ranah publik. Namun demikian, ada banyak manfaat yang dapat kita peroleh manakala kita terus mencoba untuk mempublish sebuah karya photo (indah) kita terutama di komunitas FB ;

1. Uji Nyali ; apakah kita sudah siap nyali untuk menerima berbagai cemoohan. Parameternya keberhasilannya adalah ; kita tidak kapok-kapok untuk mempublish foto-foto kita walaupun dihujani banyak cemoohan......sabar-sabar, namanya beribadah pasti ada ujiannya.

2. Silaturrahmi ; penikmat photo biasanya mengunjungi foto-foto yang indah, lucu atau bahkan super ngawur....nah, poto-poto kita termasuk kategori yang mana.

3. Terus mendalami pengetahuan potografi ; berhati-hati dengan photo yang bersifat tanggung (semi prof. enggak dan prof. apalagi )...biasanya ini akan menjadi ladang pembantaian, lahan hiburan, dan ladang penindasan......makanya walaupun niatnya beribadah, ilmu-ilmu dasar mah tetep aja harus dikuatin.

Apapun dampak yang akan diperoleh dari sebuah publikasi foto, hendaknya tidak menyurutkan niat kita untuk semakin mengenal lebih dan bersyukur akan kebesaran Ciptaan Allah.
Selamat mencoba, selamat beribadah dan selamat menciptakan wacana hiburan melalui sebuah karya photo. ayo kita aplod terus karya-karya kita...siapa tahu bisa membuahkan manfaat buat orang lain.

Salam persahabatan

Yaa Nggle !! Bukan Hanya Sekadar Sebuah Papan

apa apa yang gw bikin di media sosial, baik di FB, TT, blog, diary, notepad apa ajalah sebenarnya pernah juga gw kerjain waktu jaman dahulu kala. cuma beda teknologi, beda media, beda suasana, beda rasa, beda warna, beda muka.

waktu SD senengnya nyorat nyoret buku temen, tembok rumah orang, WC umum, apa aja yg bisa dicoret. alhasil, pernah temen main gw sambil nangis dateng ke rumah gw sambil digandeng ama babenya yg bawa golok (beneran nih, jangan pake nanya : masa sih?), ya itu tadi gara-gara corat-coret, buat yg satu ini yg gw coret mukanya pake sapu lidi. ampuuuuuun bang mi'un.

Konon, pas lagi nyasar di bogor dan hinggap di lantai 2,5, ada sebuah papan bertengger di lantai satu. mirip blog atau FB modelnya, suka hati you mau tulis apa, mau nempelin apa. hasil kreasi sendiri, 'pamitan', pesen ga bisa ronda, asal tempel, cuma copas dllsb dah pokoke.

ternyata, pikir punya pikir, jangan-jangan ide yg sekarang bermunculan sebenarnya bermuara dari sana kali ya??? ga tahu deh, hanya diana yg tahu, walaupun dah berkali-kali di add ngga pernah dibalas, biarin, add terus ampe mampus.

Lina Juara Grand Slam (Maksudnya Li Na)

Lina yang jadi juara ? masa sih. ya iya lah, masa ya iya luh. Makanya baca facebook.

Pas buka-buka FB ternyata betul, yang juara grand slam itu si Li Na orang Chi Na.

Petenis putri China Li Na mentahbiskan sebagai putri Asia pertama yang memenangi trofi Grand Slam setelah memastikan merebut juara Prancis Terbuka, Sabtu (4/6), dengan mengatasi juara bertahan Francesca Schiavone 6-4, 7-6 (7/0) di laga pamungkas.

Li Na yang menempati unggulan enam, tampil lebih konsisten dalam duel final itu. Dia tampil penuh tenaga dan akurasi pukulan yang prima.

Kemenangan itu sekaligus menjadikannya membayar kegagalan di final Australia Terbuka Januari silam. Saat itu Li Na juga tampi di final, tetapi kalah dari petenis Belgia Kim Clijsters.