Thursday, May 26, 2011

Bakso Upil & Bakso Grandong ala kedai bakso ‘TONG SETAN’

Jika anda melintasi jalan Sungai Landak di Cilincing, di antara padatnya lalu lintas bus, kendaraan kecil dan truk, maka anda menemukan sebuah kedai bakso Tong Setan namanya. Pertama kali mampir tentu  kita akan mencari-cari di mana tong setan itu. Apakah ia mirip sirkuit tertutup motor yang dipacu di dalam tong raksasa dan seringkali disebut Tong Setan? Ternyata bakso Tong Setan yang ini juga memiliki gentong besar tempat bakso dan kuah yang digodok dalam air yang terus mendidih.

Hasan, sang pemilik warung bakso sejak beberapa bulan lalu membuka warung bakso ini setelah ia mendapat uang renumerasi dari tempatnya bekerja. Ia sebenarnya masih seorang prajurit TNI aktif di kesatuannya di Marinir Cilandak, Jakarta Selatan.  Ia berinisiatif dan memberanikan diri untuk mengembangkan jiwa wiraswastanya setelah ia memperoleh uang renumerasi yang belum lama ini dicairkan oleh pemerintah.  Hasan memang sudah lama berencana membuka warung bakso.

Tak tanggung-tangung ia berguru bakso pada seseorang di daerah Sukabumi yang dengan rela mengajarkan membuat menu bakso yang mantap, maknyus dan dengan  penampilan bakso yang sangat menggoda. Maka Hasan pun mulai mencoba membuat bakso dengan ramuannya sendiri.  Ada bakso sebesar bola tenis yang dia namakan bakso grandong. Hiiii, seperti nama setan aja ya. Ibu-ibu dan remaja suka sekali bakso jenis ini karena sekali makan dijamin pasti kenyang.  Sementara anak-anak banyak yang menyukai bakso upil. Itu lho bakso yang ukurannya kecil seperti kelereng. Rasa baksonya sama seperti bakso grandong, hanya saja ukurannya memang jauh lebih mungil.

“Saya mengembangkan bakso tong setan ini selain karena saya hobi memasak juga untuk tambahan pendapatan keluarga,” kata Hasan di sela-sela kesibukannya melayani pembeli setelah ia pulang bertugas.  Setiap hari ia membantu isterinya membuat bakso dan melayani para pembeli. Kini makin banyak orang yang tahu bakso tong setan, sehingga warung bakso ini juga jadi tempat berkumpul ibu-ibu yang arisan. Kalau sudah begini, terpaksa ruang tamu rumahnya pun dikorbankan untuk kenyamanan pembeli.

Dan dalam pekan ini bakso Tong Setan juga hadir di arena bazaar mobil bekas yang diselenggarakan oleh Pos Kota di Lapangan Parkir Timur Senayan. Bakso Tong Setan ditambah minuman dingin atau es campur.. hmm.. maknyuss. 

Sekolah Berstandar Internasional

Pemandangan yang akan terlihat sepanjang hari pada bulan depan adalah seorang Ibu atau Bapak menenteng map dan pernak-perniknya sedangkan di sampingnya dalam tuntunan Ibu/Bapak adalah sang anak yang tidak tahu apa yang sedang terjadi, karena sedang asyik main BB, android, taplet, tablet dan sejenisnya.


Ya, mereka sedang pontang panting ke sana kemari mencari sang idola, sang favorit, atau kalo sudah mentok terpaksa daftar ke lembaga pendidikan ala kadarnya.  Sekarung uang sudah disiapkan, aneka bingkisan telah dikemas dengan indah, amplop-amplop tebal telah tertata rapi dalam tas.


Sekolah menjadi tujuan utama semua warga saat ini, mall-mall sepi, tempat wisata kosong, imbasnya bisnis yg kita jalani pun biasanya kembang kempis.


Berdasarkan pengalaman dari tahun ke tahun dari bulan ke bulan dari hari ke hari, biaya pendidikan RSBI dan SBI setiap tahunnya makin melambung tinggi dan kian mencekik. Dari catatan yang diperoleh di level SMP dengan standar RSBI mematok biaya masuk antara Rp. 10 juta hingga Rp. 12,5 juta per siswa. Seperti SMPN 115 di Tebet, Jakarta Selatan, biaya masuk yang dibebankan kepada orangtua siswa tahun lalu Rp. 12,5 juta. “Ini adalah biaya yang dipatok bagi calon siswa jalur mandiri,” kata Sukijan Kramasentika, orangtua siswa. Sedang untuk calon siswa dari jalur NEM, biaya masuk ditentukan berbeda. Rata-rata mereka dikenakan biaya Rp. 5 juta per siswa, tidak termasuk uang bulanan.
Fakta serupa juga terjadi di tingkat SMA. Semisal sebutlah SMAN 55 Jaksel, biaya yang dipatok tahun lalu rata-rata Rp. 9 juta per anak. “Ini namanya uang program, dibayar pada saat anak masuk sekolah dan berlaku untuk tiga tahun,” jelas Kepala SMAN 55, Edy Rozaki Nalaprayoga. Ia menjelaskan karena uang tersebut sepenuhnya untuk membiayai berbagai program yang rencananya akan dilakukan oleh pihak sekolah sepanjang tahun.
Untuk tingkat SD, seperti SDN Menteng Dalam 05 Pagi pada tahun lalu mematok biaya sebesar Rp. 2 juta untuk uang pangkal dan besaran iuran Rp. 100 ribu perbulan.


Pada tataran level TK, TPA dan Play Group, seperti TK 'AULIA' di bilangan Perumahan Jatijajar Depok, penyelenggara tak mematok biaya tinggi untuk calon anak didik yang akan masuk ke situ.  Biaya total pendidikan hingga lulus tak akan lebih besardari Rp. 2 juta.
Menanggapi hal ini Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Taufik Yudhi Mulyanto, mengimbau kepada orang tua siswa  untuk tidak memenuhi permintaan sekolah membayar apapun sebelum kegiatan belajar mengejar (KBM) berlangsung. Sanksi tegas siap dilayangkan bagi oknum pendidik yang nekat memungut uang dari orang tua siswa saat masih proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).

Bila Makhluk Aneh di Sana?

Syahdan sebuah hikayat di negeri yang hijau makmur, kaya raya, gemah ripah loh jinawi dijumpailah adanya seekor biawak yang memiliki empat kaki menyerupai kaki manusia, yang mana pada ihwal yang demikian itu jadilah ia menghebohkan warga seantero Desa Sitimulyo, Kecamatan Cepu, Blora, Jawa Tengah.



"Saya biasa berburu biawak untuk saya kuliti dan saya jual dagingnya dan baru pertama kali ini saya menemukan ada biawak berkaki manusia ini," jelas Sudarno. Biawak yang memiliki kaki menyerupai kaki manusia tersebut, memiliki panjang tubuh sekitar 120 centimeter dan berat mencapai sekitar 25 kilogram. Keanehan pada kaki biawak sangat terlihat jelas secara kasat mata. 

Jika kaki biawak pada umumnya terdapat kuku runcing, lain halnya dengan kaki biawak aneh yang di temukan Sudarno. Dua pasang kaki biawak aneh itu tidak memiliki kuku lancip tapi menyerupai kuku kaki manusia, begitu juga dengan ruas jari kaki yang sangat mirip dengan kaki manusia kecil atau kaki bayi.

Sudarno mengakui, sebelumnya tidak pernah ada firasat atau mimpi dan sejenisnya yang dialami Sudarno sebagai pertanda. "Meski nggak ada wangsit atau apalah, saya nggak berani menyembelihnya, kebetulan ada kandang di belakang rumah jadi saya pilih memelihara biawak ini sampai kapanpun," papar.