Hari kamis lalu, dunia jurnalistik Indonesia dikejutkan oleh peristiwa penyerangan dan penyegelan sepihak terhadap statsiun tv swasta TV One Jogjakarta yg dilakukan oleh simpatisan (relawan) PDIP pendukung Jokowi.
Aksi tsb di picu oleh TV One yg memberitakan soal hubungan PDIP dengan partai komunis di Tiongkok, walaupun tidak ada satu kalimat pun yg secara eksplisit menyebutkan bahwa PDIP adalah partai komunis. Terlepas apakah sebenarnya para penyerang tsb melihat beritanya atau tidak, yg jelas aksi anarkis, vandalisme, penggunaan kata-kata 'kasar' (sarkas) dan tindakan main ‘hakim sendiri’ tsb tentu telah mencoreng demokrasi, kebebasan pers, dan kebebasan masyarakat memperoleh informasi.
Ironisnya, perbuatan tsb justru malah terkesan di bela oleh capres Jokowi. Di dalam suatu kesempatan, Jokowi justru seolah-olah membenarkan aksi vandalisme dan anarkisme tsb.
"...Jangan salahkan relawan, salahkan yang membuat isu..." ujar Jokowi di Bandung, Jawa Barat (03/07).
Komentar Jokowi tsb yg berstatus sebagai capres tentu sangat memprihatinkan. Entah apakah itu suatu bentuk kemarahan pribadi Jokowi? Atau apakah memang seperti itulah jika Jokowi marah?
Jokowi yg selama ini dikenal oleh masyarakat sebagai sosok yg tenang dg tagline terkenalnya ‘aku rapopo’, tiba-tiba mengeluarkan komentar yg cenderung mendukung dan membela aksi kekerasan. Seolah tertukar, Prabowo yg selama ini selalu diisukan sebagai capres yg diktator, otoriter, suka akan kekerasan, dan pelanggar HAM, justru isu tsb malah berbalik ke sosok Jokowi.
Jokowi yg selama ini selalu menjadi media darling sepertinya belum siap ketika ada media yg 'menyerang' dan mengkritiknya. Hal tsb sebagaimana yg disampaikan oleh psikolog Universitas Indonesia, Dewi Haroen.
Menurut Dewi, perubahan sikap Jokowi tsb disebabkan karena tidak siapnya seorang Jokowi menjadi pemimpin.
"Mungkin dia tidak siap. Sebelumnya kan media darling, dipuji-puji media terus. Sekarang dikritik terus, dia ga siap." ujar psikolog yg terkenal sebagai pakar personal branding tsb.
Komentar Jokowi tsb cenderung menyalahkan pihak lain di saat 'orang-orang'-nya melakukan pelanggaran. Aksi relawan Jokowi yg bersikap anarkis dan main hakim sendiri tsb tentu sangat disayangkan, padahal masih ada dewan pers, bawaslu, dan KPI.
Mungkin Jokowi sudah gregetan menghadapi pemberitaan negatif tentang dirinya, namun dalam hal ini, Prabowo sepertinya jauh lebih 'matang' dalam menghadapi kritik dan pemberitaan-pemberitaan negatif, mengingat sejak tahun '98 atau 16 tahun lamanya Prabowo selalu menerima kritik dan pemberitaan negatif cenderung fitnah tentang dirinya, berbeda dengan Jokowi yg baru dalam hitungan bulan menerima pemberitaan-pemberitaan negatif.
Mengutip dari apa yg disampaikan oleh AA Gym malam ini,
"Pilihlah pemimpin yg sudah siap dan terbiasa di caci dan di puji, dijauhi dan didekati."
Semoga peristiwa seperti ini atau yg lebih besar dari ini tidak akan terulang lagi.