OMAR'S STORY
Sebelum kejadian yang dialami dirinya, Nazar menganggap bahwa orang-orang Indonesia pada umumnya adalah masyarakat yang ramah tamah murah senyum, cerdas tangkap dan tidak sombong, berani, disiplin dan setia, gemah ripah loh jinawi, kompak, bersatu kita teguh bercerai kamu runtuh. Begitu kentalnya Budaya Timur yang bercorak dengan rasa ikhlas dan tidak egois, sedang masyarakat Barat begitu individualistis, mau menang sendiri dan angkuh katanya. Mereka tidak peduli dengan orang lain. Hanya egoisme sendiri. Tetapi setelah Nazar bersuaka tiga tahun di Sydney, ternyata jauh panggang dari api, bagai bumi dengan planet Mars, begitu ibarat kata kenyataan yang dilihatnya.
Nazar mulai bercerita, bermula saat dia dengan mudahnya berlenggang kangkung menuju lobby Bandar Udara International Soekarno-Hatta, lalu disambut dengan senyum yang dibikin semanis mungkin oleh petugas check-in bandara, karena telah diselipkan segepok amplop dalam tiket pesawatnya, tapi sang petugas hanya mengambil tiket pesawatnya saja.
Quantas Airlines sudah terkenal sebagai maskapai penerbangan yang disiplin, tertib, baik dan profesional. Pesawatnya bagus dan bersih, pramugarinya ramah tamah dan tidak sombong, berangkatnya selalu on time, tak pernah ada istilah jam karet apalagi delay mendadak kayak penerbangan di sini yang malah pilotnya pada mau demo iri sama pilot asing yang begitu disiplin, tertib dan ‘bergaji tinggi’.
Baru mau boarding saja Nazar sudah melihat ada sebuah tulisan di meja boarding “the delay caused by your late checking, Quantas will fine for the next your flight” (kayaknya begitu tulisannya, rada-rada burem ngeliatnya, maklum udah rabun). Kira-kira juga artinya begini, keterlambatan pesawat yang disebabkan keterlambatan anda, Quantas akan memberikan denda pada penerbangan anda yang berikutnya.
Dari sini saja sudah ada gambaran sebuah peraturan yang mengharuskan para customer ikut aturan mereka. Jika tidak, akan kena denda. Kenapa mereka berani mendenda customers?! Sebab Quantas menjaga agar penumpang tidak akan sembarangan terhadap penerbangan-penerbangan Quantas terhadap waktu. Kalau tidak, penumpang lain akan dirugikan.
Ini sebuah pelajaran tentang bagaimana mengatur manusia. Yang namanya orang, mesti diatur. Yang namanya aturan, mesti ada sangsi. Sepertinya sepele, namun kebanyakan dari kita belum menyadari hal ini. Karena banyak orang menganggap manusia bisa diatur dengan himbauan kesadaran.
Setiba di Sydney, seperti biasa Nazar melihat pemandangan yang sangat berbeda dengan di ibukota Jakarta. Ini kali kesekian Nazar ke Sydney, tetapi tetap saja keteraturan atas segala sesuatu di sini akan mencengangkan bagi orang Jakarta yg biasa hidup dengan seawut-awutannya, seenak-enaknya, sebisa-bisanya, secuek-cueknya.
Di Sydney, lalulintas teratur, kecepatan mobil konsisten, lampu merah tak ada yang berani menerobos walaupun sepi, lantaran kalau melanggar ada sensor kamera yang langsung memfoto plat nomor mobil untuk kemudian dikenali komputer yang beberapa hari sesudah itu akan datang tagihan lewat pos ke alamat pemilik mobil. Semuanya dijalankan oleh sistem komputer.
Soal sampah, luar biasa. Bersih, sih, sih, sih ! Kurang lebih sama dengan Bekasi deh gambarannya, eh salah Singapore ding. Dendanya gila-gilaan. Soal kesadaran lingkungan, huh, jangan ditanya.
Om dan tante sekalian, di sana tak ada yang buang limbah ke comberan. Ada nomor telepon khusus urusan limbah yang bertugas mengangkat kotoran dan berbagai jenis sampah.
Tong sampahnya aja ada tiga jenis. Non-recycle, recycle, dan sampah buat ranting/tanaman. Di negeri kita tercinta ini, kalau anda perhatikan juga ada tiga. Tapi Nazar jamin, anda sendiri pun belum tahu, mana sampah recycle dan yang non recycle. (Kalo tak salah di sini tulisannya organik dan non-organik). Kejadian di negeri sendiri, isi ketiga bak sampah tak ada bedanya. Lagian paling juga tak akan diolah, hanya formalitas aja.
Baiklah, di luar itu semua, ada hal yang sangat membuat Nazar bingung. Orang bule, yang kata orang sini egois, individualis, masyarakat Barat yang bebas, yang katanya tidak seperti kita orang Timur yang penuh tatakrama dan adat/peraturan, ternyata bukan seperti yang Nazar duga.
Negeri kangguru bukan sebuah negeri yang rakyatnya rajin ibadah tiap harinya. Tapi seringkali Nazar dibuat kaget dengan kemuliaan hati penduduknya. Dari mulai berlomba-lombanya orang menolong seorang manula yang menyeberang jalan, dan sikap tolong menolong yang luar biasa meskipun terhadap orang asing, sampai kepada kejadian-kejadian lain yang cukup membingungkan buat Nazar sebagai manusia yang berasal dari masyarakat yang tanah airnya diklaim sebagai masyarakat agamis, pluralis dan tak bengis.
Coba saja anda langkahkan dan tempelkan kaki di aspal jalan di Sydney, karuan saja semua mobil yang lewat langsung nginjek rem berhenti. Pejalan kaki sangat dihormati di sini (eh… di Sydney). Kalau di sini, biar kata udah ngangkat-ngangkat tangan melambai-lambai dengan segala daya upaya, tetap aja kita mau diseruduk. Bahkan, kalau hampir tertabrak, dari dalam mobil keluar kepala monyet yang ganteng kayak Keanu Reeve sambil teriak, “WOOYY… KLO NYEBRANG LIAT2 DOONG ! MAU MATI LUU !!”. Di sana, boro-boro mau ngedamprat, klakson pun sesuatu yang tak sopan. Tak ada polusi udara dari asap knalpot motor atau bajaj maupun polusi suara bising klakson motor, angkot, delman, gerobak dan odong-odong.
Anda bisa rasakan langsung kepedulian mereka terhadap orang lain ketika berfoto-foto ria jenaka. Jika ada sekumpulan group (Nazar berlima waktu itu) jalan-jalan dan hunting sana sini, pasti akan datang seseorang menawarkan untuk mengambil foto/gambar, supaya Nazar and The Gang bisa terfoto semuanya. Nazar yakin, si bule yang menawarkan jasa foto itu tidak dalam rangka mencari pahala menjelang bulan puasa. Kalo di sini boro-boro, yang ada kameranya bisa dibawa kabur oleh yang pura-pura nolongin mau ambil gambarnya.
Tapi bagaimana pun juga Nazar tetaplah Nazar, ia sangat love Indonesia verymuch. Biar bagaimana pun juga Indonesia is my country. Akan kubangun negeri ini lebih hebat di sini daripada di Sydney.