Dua tahun sudah
aku tinggal di sini, di suatu kota di Dubai (atau Dumai? Ngga tau ah, ngga
terlalu ngerti pisan, euy), entah apa nama wilayahnya.
Berbagai
kebiasaan penghuni rumah megah ini hapal aku rekam dalam memori kecil ini. Pun
kejadian sehari-hari yang penting dan ngga penting dan sangat ngga penting pake
banget.
Orang yang
lalu lalang melewati halaman rumah, tukang sayur yang menawarkan dagangannya ke
bi Romlah, tukang bakso yang selalu rajin berlama-lama mangkal di bawah pohon
ciprus di seberang jalan, atau pengemis perlente segar
bugar dengan android di tangan yang sekadar singgah langak-longok saja.
Majikanku pun
sangat perhatian dan sayang sama aku. Setiap kali sebelum berangkat kerja ia
menyempatkan menyalamiku.
“Baik-baik di
rumah ya. Jangan suka usil dan colak-colek bi Romlah!!!”
Aku hanya
mengangguk dan memperhatikan majikanku naik ke Jazz putihnya. Katanya sih
pemberian suaminya yang entah berada di mana. Makanya dia selalu cari pacar
buat pengisi waktu dan menyalurkan bakat terpendamnya, penyanyi karaoke. Tak pernah lebih dari tiga
bulan, pasti ganti pacar, dan brondong tentunya.
Kebanyakan
sih pacarnya itu mahasiswa kata bi Romlah dan yang terakhir malah katanya anak
kelas 12. Kayak apa sih tampangnya? Soalnya majikanku ngga pernah bawa pacar
barunya ke sini. Selalu dibawa ke apartemennya di pinggir kota.
Bi Romlah
pernah cerita ke tukang mie ayam kalau pacar majikanku itu bapaknya Spanyol,
ibunya Solo. Makanya badannya bongsor, macho, putih
mulus dan berwajah agak kearab-araban, mirip Kaka lah kalau mau dibayangkan.
Bi Romlah
dapat pesan dari majikanku kalau pacar barunya pulang sekolah mau singgah dan
makan siang di sini, dia pakai motor matik warna hijau dangdut.
Betul saja,
lewat jam satu ada motor matik berhenti di muka rumah dan bi Romlah sengaja
memang membuka pintu kecil agar si pacar baru bisa masuk.
Aku amati
saja anak bongsor itu masuk dan turun dari motornya, dia tak menyadari
keberadaanku. Dasar anak songong dan tablo.
“Biii…..
biiii…… bi Romlah……”
Weleh, weleh,
weleh….. suaranya gambreng banget, bikin gatal nih telinga. Dan kok sok akrab
banget sama bi Romlah. Aku pun melongok dan menyapanya…….
“Guk….. Guk….
Guk…..”
“Hwaaa….. ada
duberman…… kabooor….”
Loh kok malah
naik motor lagi dan ngacir keluar rumah……. Anak yang aneh, pikirku. Aku pun
kembali ngampleh di gubug kecilku di sudut serambi rumah.