Penunjukan AM Hendropriyono sebagai salah satu penasihat tim transisi dinilai menjadi blunder Jokowi yang paling mencemaskan. Penunjukan ini merupakan salah satu dari tiga blunder Jokowi.
"Langkah ini blunder yang mencemaskan. Karena seolah memberi peluang pada aktor yang memiliki catatan kurang positif pada upaya yang tak boleh berhenti bagi penegakan dan penghormatan HAM," kata Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti saat dihubungi Sindonews, Jakarta, Minggu (10/8/2014).
Sejak awal sosok Jokowi dianggap sebagai pribadi yang bersih dan tidak memiliki catatan buruk masalah HAM. Maka itu, orang-orang yang diduga memiliki persoalan HAM di masa lalu serta dianggap tidak peka terhadap masalah kemanusiaan, sebaiknya ditinggalkan Jokowi.
Blunder lainnya adalah, sampai saat ini tim transisi tidak membeberkan asal muasal pendanaan yang digunakan. Padahal, dari segi kerja cakupannya sangat luas, ditambah dengan beban dan tanggungjawabnya.
Ray mengatakan, karena masa kerja yang panjang, yakni sekira 2 bulan lebih, maka pembiayaan dipastikan cukup besar.
"Sayangnya, Jokowi, sekali ini terlihat agak emoh untuk transparan soal besaran dan sumber dananya. Tentu ketertutupan akan menimbulkan pertanyaan yang biasanya akan berujung pada asumsi negatif," ujar Ray,
Selanjutnya, struktur tim transisi lebih banyak bergulat dengan persoalan susunan kabinet. Alhasil, tim tersebut terkesan menjadi bayangan kabinet Jokowi.
Ray berpendapat, seharusnya tim transisi difungsikan untuk menginventarisir persoalan bangsa yang belum diselesaikan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Caranya menurut Ray, dengan melakukan komunikasi dengan pemerintahan sekarang.
"Mungkin wilayah ini seperti tak tergarap. Maka makin dekat posisi tim ini ke urusan pembentukan kabinet," ungkapnya.
.
.